42

“Pagi Mas Yoongi” sapa Jimin saat masuk ke dalam mobil. Ia menutup pintu setelah duduk, lalu membawa fokusnya pada Yoongi. “Selamat pagi juga, Cantik.” balas yang disapa.

Jimin masih dengan aktivitasnya menatap Yoongi, membuat yang ditatap sedikit salah tingkah. Anak muda di hadapannya ini selalu berhasil membuat ia kikuk.

Namun kini jika diperhatikan, senyum manis Jimin saat menyapanya telah terurai. Berganti menjadi seringai yang dipaksakan. Sarat wajahnya tak dapat dibaca, tatapan teduhnya hilang.

Yoongi tak mengindahkan semua itu, sebab sepertinya ada yang salah dengan dirinya.

“Ji, kamu kenap—”

“Shhh”

Si yang lebih muda menaruh satu telunjuknya pada bibir tengah Yoongi.

“Kamu—”

“Suuuttt”

“Iya iya oke

Jimin menurunkan jemarinya lalu beralih membawanya ke tempat lain—membenarkan dasi Yoongi yang tidak berantakan. Sedang Yoongi sempat terbatuk kecil saat Jimin sedikit menguatkan tali dasinya.

“Mas.”

“Iya sayang?”

“Kemaren waktu aku pulang kerja, aku liat mas sama cewek di mobil lagi ketawa ketawa.”

Dang.

Wajah Yoongi agak terlihat panik mendengar itu.

“Kenapa Mas? Gerah ya?”

“Ng-ngga, kan ada AC hehe”

“Oke.. Jadi, cewek itu siapa, Mas?”

Pertanyaan dengan nada yang ditekankan.

“Anu.. itu, Ji—”

Ada saja akalnya.

Sudah tau Yoongi sedang kesulitan menjawab pertanyaannya, kini ia malah merubah posisi dengan duduk di atas pangkal paha Yoongi yang berada di kursi kemudi.

Tak lupa, tangannya melingkar pada leher yang lebih tua.

Sit on your lap, biar lebih enjoy ngobrolnya.”

Yoongi menelan ludah sebelum akhirnya membuka suara, “Dia rekan kerja Mas. Kemarin Mas abis ngadain meeting di kantornya, Ji. Pas mau pulang, mobil sopirnya mogok. Jadi—”

“Jadi Mas tawarin pulang bareng?”

“Iya..”

“Bener cuma rekan kerja, Mas?”

“Bener sayang. Ada Namjoon sekretaris Mas sebenarnya di mobil itu, Mas ngga cuma berdua.”

Jimin ber-oh ria, lalu;

“Mas Yoongi punyaku aja, ya?”

“Iya. Punyamu aja.”

Wajah mengintimidasinya kembali teduh, sepertinya sesi introgasi sudah selesai. Namun, posisinya yang duduk di atas pangkuan Yoongi belum.

“Mas, aku kemaren nangis.”

“Gara gara Mas?? Ya Tuhan.. Ji, Mas minta maaf. Mas gak bermaksud bikin kamu salah paham. Kalo Mas tau kamu liat Mas, Mas udah suruh temen Mas pulang sendiri aja terus narik kamu biar masuk ke mobil Mas. Tapi ini Mas beneran gak tau, Mas kira... blablabla

Sembari menenggelamkan wajahnya diantara perpotongan leher Yoongi, Jimin diam-diam mendengarkan semua penjelasan kekasihnya yang sebenarnya tak apa jika tak dijelaskan pun, karena ia sudah percaya seratus persen.

“Iya Mas. Aku percaya.”

“Coba lihat wajahmu-” Yoongi membawa Jimin untuk mendongak, “ini matanya bengkak tuh karena Mas?”

“Iya tapi udah gapapa. Ini emang akunya aja yang lebay.”

“Ngga. Kamu ngga lebay. Mas ngerti di situ posisinya kamu pasti lagi cape pulang kerja, khawatir karena Mas gak ngabarin seharian, terus pas di jalan malah liat Mas semobil sama orang lain. Maaf, ya? Gak akan diulangi. Janji.”

Mendengar itu rasanya Jimin ingin meleleh seperti es batu di bawah terik matahari alias jika sudah pegang ponsel, ia ingin mengeluarkan semua stock meme meleyot di galerinya.

“Mas sayangnya sama kamu aja kok, Ji.”

“Sama Jungkook?”

“Oh iya. Mas sayangnya sama kamu dan Jungkook aja kok. I love you both in every Universe.

Itu kalimat manis dari duda anak satu yang kini sedang memeluk teman dari anaknya. I mean, kekasihnya.

“Ayo Mas, berangkat.”

“Ke mana?”

“Pelaminan.”

“YUK!”

“Becandaaa. Ke tempat kerjaku, aku dah telaaat.”

“Hehehe”

<>