dandelion — 135 ;


warning:
mention of trauma, gambling, violence.
abuse, manipulative, fight.


sore itu yoongi menemui jimin di rumahnya. ia berdiri tepat di depan pintu masuk dengan sebuah kantong berisi kue donat manis.

kala yoongi menekan bell, kekasihnya langsung tiba membuka pintu untuknya.

“donat manis manis buat sayangku..”

yoongi mengulurkan tangannya yang memegang sebuah kantong donat pada jimin, bermaksud untuk memberikannya.

before i take these donuts,” jimin menjeda seraya menepikan tangan yoongi dari hadapannya, “let me pay for them first.” lanjutnya.

sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, jimin membubuhkan kecupan pada pipi kanan dan kiri yoongi, lalu beralih pada keningnya yang sedikit ditahan lebih lama sebagai bonus.

yang dikecupi hanya bergeming. pasalnya, yoongi menganggap kesepakatan itu hanya sebuah candaan saja. ia tulus memberikan apapun untuk jimin tanpa harus diberi sebuah bayaran.

“ji, aku becanda..”

“aku tau, tapi aku ngga..”

jimin lalu sedikit terperanjat kala yoongi tiba-tiba saja merubah posisinya menjadi jongkok.

“kamu ngapain jongkok?”

“lemes abis dicium ayang..”

jimin terkekeh mendengar itu. yoongi seperti berubah 180° dengan yoongi dulu sebelum menjadi kekasihnya. ia kini menjadi sering melontarkan sebuah candaan lalu tertawa bersama dengannya.

apalagi mengingat jika yoongi ini bukan tipikal orang yang banyak bicara. tapi coba lihat sekarang, ia bahkan tak pernah melewatkan satu hari pun untuk tidak memuji jimin.

“udah ah jongkoknya, donat aku sini-in.”

yoongi kembali berdiri—memberikan kantong donat yang ia pegang pada jimin seraya melemparkan senyum hangatnya.

“semangat belajarnya ya, ji.”

ucap yoongi, jemarinya mengusak surai jimin sayang.

“makasih, gi.”

“sama-sama. aku langsung berangkat lagi ya.”

“hum.. semangat kerjanya!”

setelah berpamit, yoongi menghampiri motornya yang terparkir di halaman rumah jimin, lalu menyalakan mesinnya kemudian pergi.

“hati-hati!” seru jimin.

“iya sayang!” balas yoongi.

~

“bucinnn!”

seru pemuda bak kelinci, jungkook, yang tiba-tiba saja muncul di hadapan jimin entah sejak kapan—mengganggunya yang sedang memperhatikan punggung sang kekasih sebelum hilang dari pandangan.

“bikin kaget aja lo!”

“gue mau pinjem buku, ji, hehe”


pukul sembilan malam, jimin menutup buku belajarnya.

matanya terasa berat menahan kantuk selama ia mengisi soal latihan untuk persiapan lombanya besok lusa, hingga ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak.

dan kala ia terpejam seraya menempatkan kepalanya di atas meja belajar, suara pintu diketuk terdengar dari luar kamarnya.

itu ibu, beliau menghampiri jimin dengan segelas susu hangat di tangan untuk diberikan padanya. setelah itu ibu duduk di pinggiran kasur.

“makasih, ibu.” ucap jimin.

“belajarnya dilanjut besok saja kalo ngantuk, nak. jangan dipaksa nanti kamu sakit.”

“iya, bu. ibu kok belum tidur?”

“ibu gak bisa tidur.”

jimin bergeming kala melihat wajah ibu berubah sendu. ia berpikir jika ini mungkin salahnya karena terlalu tiba-tiba bercerita mengenai hubungannya dengan yoongi.

ia melupakan bahwa ibu memiliki trauma dengan sebuah hubungan. semua terjadi karena sang ayah yang selalu bersikap kasar, memukul dan menyiksa ibu sejak ia kecil hingga ia menduduki bangku kelas tiga smp.

“tadi sore yoongi ke sini ya, ji?”

“i-iya, bu. dia cuma kasih aku donat abis itu langsung pulang kok.”

“gak apa apa. maaf ya sayang, ucapan ibu yang bilang jangan mencintai yoongi terlalu dalam tadi siang jangan dipikirkan. ibu cuma kaget, ibu takut dan khawatir.”

“aku ngerti, bu. maafin aku juga karena terlalu tiba-tiba kasih tau ibu soal hubungan aku sama yoongi.”

“ibu percaya yoongi adalah anak yang baik. yoongi gak akan mabuk dan berjudi seperti ayah kamu. yoongi juga gak akan marah tanpa sebab dan berakhir pukulin kamu seperti ayah kamu pukulin ibu. yoongi gak akan, ibu percaya, itu doa ibu karena kamu mencintainya.”

tutur ibu dengan suaranya yang gemetar. mendengar itu jimin langsung menghampiri ibu dan merengkuhnya untuk menenangkan.

“makasih untuk doa-nya, ibu. gak akan ada versi ayah kedua dalam hidup kita, aku janji.”


time flies.

olimpiade ekonomi dan akuntansi 2022 tingkat sma yang jimin ikuti akan segera dilaksanakan hari ini.

namun, bukannya bersiap menunggu jemputan di halaman sekolah, jimin malah terlihat duduk di kursi tunggu rumah sakit bersama kedua temannya, jungkook dan hoseok.

tangannya gemetar seraya berulang kali melihat jam pada layar ponsel, terhitung telah lewat satu jam yoongi berada di dalam ruang rawat bersama dokter dan tenaga medis lainnya.

hal ini terjadi sebab kekasihnya itu kembali berkelahi, ia menyerang dengan brutal seorang kakak kelas bernama yugyeom yang lagi-lagi melakukan hal tidak pantas pada jimin di dalam ruang kamar mandi sekolah.

dan karena pukulan dari yoongi yang dibubuhkan secara berulang sebab rasa amarah, sekumpulan teman-teman yugyeom yang baru datang pun langsung menyerang yoongi.

semua terjadi begitu cepat, semua orang juga berbondong-bondong menyaksikan.

tapi entah karena racun apa yang berada dalam pikiran warga sekolah, kala itu hanya dua hingga tiga orang saja yang membantu jimin menatih yoongi.

pasalnya, yugyeom yang bersikap kurang ajar sekaligus yang habis dipukuli oleh yoongi adalah anak dari pemilik sekolah.

tapi, siapa yang peduli atas kesalahannya yang telah melecehkan jimin? pihak sekolah masih tetap menunjuk yoongi sebagai yang salah, meski yoongi pun tak kalah parah lukanya.

~

sebelum jimin mengantar yoongi ke rumah sakit dengan mobil milik jungkook, ia menemui guru ekonominya terlebih dahulu, ibu nida.

saat bertemu jimin langsung melepaskan tanda peserta lomba berupa name tag miliknya kemudian memberikannya pada bu nida.

“maaf, bu, saya tau ini salah tapi saya memutuskan untuk tidak mengikuti lomba. saya tidak mau berjuang untuk nama sekolah yang bahkan tidak bisa sekalipun menilai sesuatu dengan adil. selalu memanipulatif.”

tutur jimin, di hadapan semua guru-guru yang berada di ruang sekolah. setelah itu ia segera bergegas pergi ke rumah sakit, mengantar hingga menunggu yoongi yang sampai saat ini masih ditangani oleh dokter.

“ji, tadi kak seokjin ngehubungin gue lewat dm. dia bilang kalo dia bakal nyusul kita ke sini setelah selesai ngegantiin lu lomba.”

jimin membawa fokusnya pada jungkook yang berbicara, “kak seokjin?” tanyanya.

“iya. doi kan pinter, ji, gampanglah itu.”

jimin lega mendengarnya. sebenarnya ia merasa bersalah pada ibu nida selaku guru ekonominya.

namun apa yang bisa ia lakukan? ia sangat marah dan kecewa. selain karena yoongi yang ditunjuk sebagai orang yang salah, jimin juga marah karena pihak sekolah yang tidak mau percaya bahwa ia adalah korban atas pelecehan dari kakak kelasnya.

“syukurlah kalo gitu.” ucap jimin menimpali jungkook.

~

kala menit kembali berlalu, suara pintu terdengar dibuka. dokter telah selesai menangani yoongi dan beliau mengatakan jika kondisi luka yoongi cukup parah.

bagian sudut bibirnya sedikit robek hingga harus dijahit, jari tangan kanannya harus digips karena tulangnya patah serta terdapat beberapa lebam dibagian perut, pipi juga matanya.

jimin dan kedua temannya lalu dipersilahkan masuk untuk menemui yoongi yang terbaring lemah di atas ranjang sakit, matanya masih tertutup, menampilkan wajah pucat yang mengiris nyeri pada dada jimin.

“yoongi..”

lirih jimin seraya mengecupi punggung tangan yoongi. sedang punggungnya gemetar, ia menangis. rasanya sakit bukan main melihat kondisi yoongi, ia teramat khawatir.

“bobonya jangan lama-lama ya gi, kamu harus bangun biar aku seneng. nanti aku beli donat manis manis terus kita makan berdua aja.. hiks.”

“gue gak diajak, ji?” ketus hoseok, “aw..” ringisnya karena jungkook mencubit perutnya.


pagi berganti sore, ruang rawat yoongi kini hanya terdapat dirinya dan jimin.

hoseok dan jungkook telah kembali ke sekolah, selain itu rumah sakit hanya mengizinkan satu orang saja yang menunggu hingga jam besuk kembali tiba.

jimin memainkan jemari tangan yoongi yang tidak digips, bibirnya mengerucut karena ia belum senang sebab yoongi belum juga membuka matanya.

ia lalu beralih mengusap surai yoongi, kemudian memainkan daun telinganya.

rasanya seperti rindu sekali ingin mendengar suara yoongi sampai ia harus melakukan hal hal kecil yang ia harap bisa membangunkan yoongi.

“gi, kalo kamu bangun nanti aku kasih cium..” lirihnya asal.

jimin kemudian memapas jarak wajahnya dengan yoongi, ia ingin melihat lebih dekat luka jahit yang berada di sudut bibir kekasihnya.

setelah itu jimin lalu berpikir; apakah dengan luka itu yoongi nanti bisa tersenyum? pertanyaan dalam hatinya pun langsung terjawab ketika ia melihat lengkungan senyum yang mencuat dari bibir tipis yoongi.

jimin belum menyadari jika si empu senyum sudah membuka matanya, sebab ia terlalu fokus pada lengkungan itu, merasa pertanyaannya terjawab puas.

“ji, kamu ngapain?”

yang dipanggil menoleh pada asal suara, itu tentu saja yoongi. jimin menatap semangat karena kekasihnya sudah siuman. tanpa mengatakan apapun jimin langsung mendaratkan kepalanya di atas dada yoongi dengan perlahan—mencoba untuk merengkuhnya.

“kamu lama banget bangunnya, gi, aku khawatir.”

ucap jimin dengan suara yang teredam.

yoongi senang sekali dengan rengkuhan hangat jimin, dan ini adalah rengkuhan yang ketiga sejak yang pertama adalah saat ia menangis di taman sekolah tempo hari, lalu yang kedua saat ia menyatakan perasaanya.

“maaf udah bikin kamu khawatir. ji?”

jimin mendongak, “iya?” tanyanya.

“kamu gak apa-apa?”

“aku baik-baik aja, gi, aku gak apa-apa. kamu gak perlu khawatirin aku, oke?”

yoongi mengangguk meski ia tahu sebenarnya jimin tidak baik-baik saja. sebab siapa yang akan merasa baik-baik saja setelah diperlakukan tidak pantas—dilecehkan?

ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu memberi jimin kebahagiaan. sesuatu yang mungkin sulit, ia rasa, namun akan ia usahakan.

“gi, kamu kalo ngomong sakit gak? itu kan ada luka di bibirnya?”

“ngga, sayang. lukanya kecil kok.”

“kalo aku cium sakit gak? soalnya tadi waktu kamu masih tidur, aku bilang kalo kamu bangun aku mau cium.”

tutur polos jimin, menarik perhatian yoongi untuk tersenyum karena gemas.

“kamu aja aku cium di pipi, mau?”

“hum! mau.”

jimin mendekatkan pipi bulatnya untuk menerima sebuah kecupan dari yoongi.

sebuah afeksi dari keduanya yang selalu berhasil menyembuhkan luka manapun, sedalam apapun.

~

“lomba kamu gimana, ji?”

“kamu pikir dengan keadaan kamu kaya gini aku bisa lomba?”

“jadi kamu ngga lomba?”

“ngga. digantiin sama kakak kamu.”

yoongi mengangguk mengerti, “apapun yang terjadi hari ini harus dimaafin ya, sayang. ini buat aku juga sih. soalnya marahnya jangan ditumpuk apalagi sampe dibawa tidur, nanti buat bahagianya gak kebagian.” tutur yoongi.

“setiap ada yang nyakitin kamu, kamu selalu berpikir gitu, gi?”

“hm. marah itu hal yang wajar dan kita boleh luapin. tapi setelah itu harus dimaafin walaupun susah. karena kalo dijadiin bahan benci, kita bakal susah nemuin bahagia.”

“gi?”

“iya?”

“aku mau sayang kamu sebumi, boleh?”

yoongi tersenyum seraya menyisir lembut surai jimin dengan jemarinya.

“boleh.

aku punya kamu, ji.”

<>