Dandelion ; 158

Diperjalanan menuju kediaman Yoongi, jemari Jimin tak henti gemetar. Ia takut tentang semua terkaannya perihal Yoongi dan Mamanya yang akan marah dan membencinya menjadi nyata.

Hingga saat tungkainya menginjak pekarangan rumah Yoongi, Ibu mengusap punggung Jimin perlahan—meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Bell ditekan dua kali. Tak lama setelahnya, seorang wanita dengan setelan kemeja satin putih muncul dari balik pintu. Itu Mama Yoongi.

“Kamu? Teman Yoongi?”

Tanyanya seraya melihat pada Jimin yang berada di samping Ibu.

“Iya tante. Saya Jimin.”

Setelah itu, Ibu mulai membuka suaranya. Beliau menjelaskan maksud dan tujuannya mendatangi rumah Yoongi.

Ibu dan Jimin tak mengindahkan sarat wajah pada Mama Yoongi, ia terlihat amat tak senang. Meski begitu ia tetap mempersilahkan mereka untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamu.

Menit telah berlalu, segala bentuk pengakuan dan permintaan maaf telah Ibu sampaikan. Sedang Mama Yoongi terlihat luruh dalam tangis dengan punggung yang gemetar.

Entah apa kini yang ada dalam hatinya; mungkin rasa amarah, kesedihan yang amat dalam kala mengingat kembali peristiwa meninggalnya Yoonji, atau penyesalan atas sikap kasarny pada Yoongi.

Isi hati yang terakhir adalah apa yang diharapkan oleh Jimin, karena ia ingin Mama Yoongi menyadari secara penuh jika Yoongi; tak bersalah. Ia pantas untuk dicintai oleh sang Mama.

“Suami anda sekarang di mana?” tanya Mama. Sedikit ketus.

“Suami saya kabur dari rumah satu tahun yang lalu. Dia menjadi buron atas kasus yang saya sendiri pun tidak tau. Suami saya bukan orang yang baik..”

Tutur Ibu dengan lirih di akhir kalimatnya.

“Lalu kenapa anda baru datang ke sini sekarang? Setelah bertahun tahun anak saya meninggal tanpa ada kejelasan, padahal kalian tau semuanya tapi kalian diam?! Ibu, anda pasti ngerti kan sama perasaan saya?”

Rentetan kalimat itu nyaring dengan suara amarah yang menggebu.

Seokjin pun datang menghampiri, menenangkan Mama dalam rengkuhannya.

“Tante, a-atas nama Ayah dan Ibu s-saya, saya benar benar minta maaf.. saya mengerti—”

“Kamu ngga ngerti Jimin!” bentak Mama.

“Ma, udah. Ini bukan salah Jimin dan Ibunya. Ini—”

“Seokjin. Suruh mereka pergi. Hati Mama sakit sekali melihat mereka.”

Menuruti perintah Mama, Seokjin dengan ramah meminta Ibu dan Jimin untuk pulang.

Ada kata maaf terucap dari bibir kakak dari kekasihnya itu atas sikap Mamanya saat ia mengantar Jimin dan Ibu keluar dari rumahnya.

Dan kala mereka telah sampai di ambang pintu, Yoongi dengan kantong plastik berisi obat demam—mungkin untuk Jimin, berdiri dengan sarat wajah yang tak dapat Jimin baca. Terasa asing.

“Gi—”

Jimin belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sebab Yoongi telah lebih dulu masuk ke dalam rumah dengan hanya mengatakan kata; permisi.