Pie’s collection of midday and midnight thoughts

The Team (Veni, Vidi, Amavi)

-iksong-

//law au//


I knew I'd fall in love with you
The day we first met
Even if you start to shake
From our love fading over time
Then I'll hold onto you, just like you did for me

‘Apa-apaan sih?’ gerutu Songhwa yang tiba-tiba kesel denger lagu yang diputer di radio pagi itu. Tangannya spontan sibuk mengganti saluran radio lain, gak jelas juga apa yang dicari, pokoknya selama itu bukan lagu cinta-cintaan.

Pagi itu jalanan Seoul lebih rame dari biasanya. Gak tahu kenapa, tapi namanya ibukota ya pasti sibuk, di kota besar kayaknya hampir ga mungkin jalanan ga dipadati kendaraan setiap paginya, apalagi hari kerja. Kalau sore juga jangan ditanya, macetnya bisa bikin emosi, literally kepala lo bisa meledak.

Yang lagi duduk di kursi kemudi, yang benci banget sama lagu percintaan ini namanya Chae Songhwa. Orangnya pinter, pake banget. Cantik, pake banget juga. Orangnya tekun, pekerja keras, gesit, jujur, berwibawa, berani, tangguh... apalagi ya? Ah, pokoknya segala fitur karyawan terbaik ada di Songhwa. Plus, not to mention, dia salah satu ace lawyer kesayangan dan andalannya Bae & Ko LLC.

Singkat cerita law firm ini salah satu yang terbesar and the most reputable in South Korea. Diliat dari track record of past cases dan prestasinya, law firm ini seringkali menang di kasus-kasus besar yang melibatkan banyak orang penting dan perusahaan besar.

Songhwa masih terus sabar nunggu giliran untuk maju. Udah hampir setengah jam mobilnya stagnan, diam di tempat yang sama. Padahal sebentar lagi udah mau sampai kantor.

Si ace lawyer ini terus melamun dengan pandangan kosong yang mengarah pada plat nomor mobil yang ada di depan. Gak tau kenapa yang ditatap harus platnya, kebetulan aja matanya berhenti disitu.

Telepon dengan nada dering seperti alarm kebakaran itu menyadarkan Songhwa dari lamunannya. Kaget, ia langsung memencet tombol hijau di layar stereo mobil untuk mengangkat telepon.

‘Hai sayang.’ sapa suara laki-laki di ujung telepon.

‘HEH! Sembarangan aja....’

Si laki-laki disana tertawa. ‘Iya iyaa maaaf, bercandaa. Hahahh.... Oh iya, Lo dimana? Tumbenan banget belum sampe.’

‘Jalan, udah deket nih... tapi macet banget. Ga ngerti ada apa di depan.’

‘Kecelakaan kali?’

‘Gak tau. Iya kali... tapi semoga engga deh. Ribet urusannya nanti.’ Songhwa cuma angkat bahu sambil berusaha liat jauh ke depan. ‘Lo udah sampe kantor ya? Kok tumben...’

‘Baru aja sampe, gue salah set alarm jadi kepagian hahah... Tapi santai aja sih, ga ada apa-apa juga kok, cuma rapat biasa untuk decide team sama bos besar kan?’

‘Iya sih. Tapi tetep aja rasanya a bit off kalau gue telat. Doain ini cepet maju.’

‘Iyaa iyaa.. ya udah yang penting drive safely ya. Gue tunggu di base kita.’

‘Iyaa oke. See you in a bit.’

Itu barusan Kim Junwan. Salah satu sahabat Songhwa sejak kuliah. Junwan baru pindah ke Bae & Ko sejak hampir dua tahun lalu. Jangan salah, kariernya di firm sebelumnya cukup bagus. Junwan juga pengacara hebat, ia terkenal karena caranya yang lihai dalam berargumentasi. Orangnya pinter ngomong, saking pinternya sampe bisa bikin pihak lawan semata-mata ciut dan keliatan, maaf, bego banget.

Setelah hampir satu jam kesabarannya diuji di lampu merah utama Hannam-dong akhirnya Songhwa sampai di gedung megah, mewah, dan exclusive itu.

Tanpa mempedulikan kanan dan kiri Songhwa langsung naik ke lantai delapan belas. Ke Base. Jadi awalnya ini ruang semacam ruang serba guna, view nya bagus, langsung mengarah ke Hannam Bridge. Lama-kelamaan tempat itu jadi tempat geng Songhwa berkumpul, kadang juga dipakai untuk rapat atau sekedar diskusi santai bareng anak-anak magang.

‘There you are!’ sambut Junwan yang langsung menyodorkan americano dingin pada Songhwa. Junwan emang paling tau, perhatian juga dan paling bisa urusan hal-hal sweet ke kaum hawa, walau kadang orang yang belum kenal pasti kira dia segalak anjing Spike yang ada di Tom & Jerry. Gak salah sih, menurut pengakuan Do Jaehak anak didiknya, bahkan lebih galak dari si Spike.

‘Thank you.’ kata Songhwa lesu sambil menghempaskan tubuh di sofa panjang dan terus duduk sambil menyeruput minuman segar yang dipegangnya.

‘Diliat-liat ada yang begadang nih kayaknya.’ sindir Junwan. Songhwa hanya terkekeh dan menganggukan kepala.

‘Abisnya penasaran banget, jadi terus lanjut ke episode lanjutannya. You know how it is. Lo tau kan gimana rasanya penasaran sama cerita di drama, pokoknya lo harus beresin sampe episode terakhir in one sitting.’

Junwan sebetulnya udah bodo amat sama urusan drama atau apalah itu. Tapi itu kebisaan Songhwa, setelah berminggu-minggu atau bahkan bulanan yang penuh sama hectic nya kerjaan, she treats herself by going for a camping atau ya gitu maraton drama sampe bego. Kecuali di saat-saat dulu masih in relationship sama si mantan, Songhwa biasanya keluar untuk berkencan di akhir pekan. Tapi setelah entah karena apa hubungan itu kandas begitu aja, semua hal dan urusan menghibur diri dilakukan Songhwa sendirian.

‘Lo udah punya mata empat ya please. Daripada nambahin minus mata, lo bisa telepon gue atau Jeongwon atau Seokhyeong atau Ikjun mungkin, atau siapa lah yang lo kenal buat temenin lo! Daripada cuma duduk, rebahan sambil ngemil dan nonton sampe mata lo perih mending jalan-jalan. Ya ga sih?’

‘Enggak.’ jawab Songhwa, polos. Sejujurnya dia emang ga pernah tertarik sama hal-hal nongkrong atau kumpul-kumpul begitu, boros uang katanya. Padahal sekalinya belanja online udah kayak mau borong toko.

Junwan tau dia ga bisa beradu argumen sama Songhwa, soalnya pasti kalah. Women are always right, ya walaupun kadang suka ke kiri juga sih. Jadi ia memilih untuk diam saja, ga memperpanjang urusan.

‘Oh iya, ini kasus apa sih? Lo udah ada hint atau apa gitu?’ tanya Songhwa yang tiba-tiba penasaran. ‘Kenapa harus ada rapat khusus dan ngumpulin kita-kita gini?’

‘Completely clueless. No idea.’

Songhwa kembali menghempaskan diri ke belakang, bersandar dan meliat ke langit-langit di atas. ‘Gila. Ini pasti something big gak sih?’

‘Maybe.’

‘Kalau team nya? Lo tau? Siapa aja?’ tanya Songhwa lagi. Kali ini Junwan ga memberikan reaksi apapun, hanya diam.

‘Hallo? Wey... Yaaa Kim Junwan!’ Songhwa memiringkan badan dan menatap Junwan dengan penuh curiga. ‘Gue yakin lo tau kan? Siapa? Selain kita.... siapa lagi?’

‘Soal itu gue ga bisa kasih tau. Lagian sebentar lagi lo juga bakal tau kok orangnya siapa.’

Songhwa cuma bisa menghela napas dan menutup mata sejenak. Pikirannya ga sedang kacau, mungkin belum, tapi dampak dari paksain diri untuk maraton delapan episode satu malam adalah badannya yang kurang fit dan segar, seakan-akan membuat otak tumpul.

‘Ngomong-ngomong...’ celetuknya. ‘Ini yang lain pada kemana sih? Tumben banget kantor ga seribut biasanya pagi gini.’

‘Ohh, pada banyak yang langsung ke court, yaa itu katanya hari ini macet banget dan kebetulan banyak yang dapet jadwal sidang pagi. So mereka izin langsung kesana.’

‘I see.’ jawab Songhwa.

Tidak seling sekitar sepuluh detik setelah itu, pintu kembali terbuka dan kali ini sosok pria tampan nan gagah dan berwibawa menapakkan kaki masuk ke dalam ruangan. Rambutnya hitam pekat ditata rapi ke atas, forehead exposed, setelannya Ermenegildo Zegna Bespoke berwarna hitam pekat yang dibuat secara khusus sesuai bentuk dan ukuran tubuh si pengacara kondang itu.

Songhwa menolehkan pandangannya ke arah si pria tampan itu. Jika pertahanannya kurang bagus, Songhwa mungkin akan seperti wanita-wanita lain yang literally di lantai setiap kali Ikjun lewat.

Iya, pengacara top notch itu biasa dipanggil Ikjun. Lee Ikjun. Bisa dibilang ini adalah Songhwa versi cowok. Ga perlu dijelasin gimana hebatnya seorang Lee Ikjun ini, si anak emas kesayangan Tuan Ko ini memiliki julukan si ‘legal eagle’ atau seringnya juga dipanggil dengan sebutan ‘si elang’ karena kemampuannya menganalisis yang sangat tinggi, dan, karena matanya yang selalu teliti dan tidak pernah melewatkan petunjuk serta fakta, tidak peduli sekecil apapun itu.

‘Brooo!’ sapa Junwan yang langsung menjabat tangan Ikjun. A little fun fact, mereka bertiga sahabat karib sejak kuliah dulu. Sebetulnya masih ada dua orang lagi, hanya saja mereka tidak bekerja di firma yang sama.

‘Congratulations for winning another case.’ puji Junwan. ‘Gila. Ini berarti kasus ke berapa yang lu menangin tahun ini ya? Bener-bener sih si ace yang satu ini luar biasa banget!’

‘Ah, bisa aja lo. But thanks anyway. Lo juga ga kalah hebat kali.’ Ikjun cuma bisa terkekeh. Ia bersandar pada meja kaca besar gak jauh di depan dimana Songhwa sedang duduk. Ia beberapa kali melirik Songhwa yang keliatan ga ada interest sama sekali dengan hadirnya Ikjun di ruangan itu.

‘And you too, congrats for successfully wrapping it all last week.’ lempar Ikjun yang jelas-jelas ditujukan ke wanita cantik dengan setelan serba putih yang lagi duduk di sofa menghadap ke jendela itu.

‘Thanks.’ jawab Songhwa singkat.

‘Gue ga nyangka ternyata masalahnya jauh lebih besar dari yang kita perkirakan sebelumnya. Yang awalnya se-simple perkara wanprestasi jadinya masuk ke embezzlement itu gila banget sih.’ lanjut Ikjun yang masih terus berusaha memulai percakapan dengan si wanita itu.

Songhwa hanya menarik napas panjang dan senyum, menganggukan kepalanya. Sama sekali ga ada ketertarikan buat lanjutin percakapan itu dengan Ikjun.

By the way, ini kita meeting jam berapa sih? Kita ga harus ke ruangan bos besar sekarang? Ini udah jam delapan lewat loh...’

Junwan langsung melirik ke arah jam dan mengiyakan. ‘Wanna go now?’

‘Sure.’

Songhwa mengambil tas nya, lalu beranjak sambil terus menyeruput kopi dingin yang dipegangnya sejak tadi. Ia tersenyum Ikjun. ‘Bye. Gue sama Junwan rapat dulu. Lo jangan pecicilan.’ Ikjun hanya mengangguk macam anak kecil yang menuruti perintah ibunya sehabis dimarahi karena nangis merengek minta mainan.

Songhwa terus berjalan sembari mengecek handophone nya. Bola matanya bergerak dari kiri dan kanan, sibuk membaca pesan.

‘Lawyer Hwang?’ tanya Junwan sembarangan. Kadang mulutnya memang selicin itu.

‘Lo lagi bercanda?’

‘Enggak.’ ia tertawa kecil. ‘Minggu lalu baru aja gue ketemu dia di restoran Jepang di seberang jalan itu tuh.’ lanjutnya sambil menujuk ke arah seberang.

‘Di sungai?’ sahut Songhwa.

‘Ya enggak lah, gila. Maksudnya.... di seberang disana, yang itu tuh, favorit lo itu.’ si bawel Junwan masih terus meracau. ‘Tempat first date lo berdua kan?’

Songhwa tersentak dan berhenti beberapa detik untuk memberikan Junwan tatapan sinis yang tajamnya menusuk hingga rongga dada sebelum ia lanjut berjalan dengan sangat cepat ke ruangan bos besar dan meninggalkan si bawel jauh di belakang.

‘Hey... Yaa Chae Songhwa! Gue ga maksud apa-apa, sorry sorryyyyy! Yaaa!!!’ teriak Junwan ambil berusaha mengejar Songhwa.

Ruangan kantor utama bos besar yang dimaksud itu ruangan Tuan Bae. The none other Bae Hyun-Joon seorang pengacara kawakan legendaris yang pernah berhasil memenangkan salah satu kasus investasi bodong yang sempat menggemparkan seluruh negeri ginseng pada masanya. Ibu dari Songhwa adalah sahabat dari Tuan Bae, tapi memilih pensiun lebih dini karena katanya ingin menikmati hidup tanpa beban. Yaah, itu sih sekedar cerita singkat lainnya mana tau ada yang bertanya-tanya.

Songhwa memasuki ruangan dan langsung dengan gembira berjalan ke arah Tuan Bae untuk memberikan salam.

‘Chae Songhwa.’ sebut seseorang yang disapa bos besar itu. ‘Bagaimana kabarmu, nak? Kau baik-baik saja kan?’

‘Iya. Never been better, paman.’ jawabnya ramah.

‘Selamat atas kemenanganmu minggu lalu. Aku dibanjiri begitu banyak pujian, padahal seharusnya itu semua tertuju padamu ya...’

Songhwa hanya tertawa. ‘Ah, sungguh itu bukan apa-apa, paman.’

Sejak lulus kuliah dulu sampai di puncak kariernya sekarang Songhwa emang selalu jadi andalan Tuan Bae. Ilmu dan kemampuannya sudah gak diragukan lagi. Tuan Bae sendiri juga adalah orang yang langsung jadi mentor Songhwa, dengan harapan suatu saat nanti anak didiknya ini bisa menjadi penerus yang lebih hebat.

‘Oh iya, aku hari ini meminta kau dan temanmu datang karena aku akan menunjuk satu team yang akan menangani kasus yang.... well, bisa dibilang ini bukan sesuatu yang besar. Tapi, klien ini memintaku secara khusus untuk diberikan pengacara terbaik yang aku miliki, maka dari itu, aku akan menjatuhkan urusan kasus ini kepadamu, Chae Songhwa.’

Mata Songhwa langsung berbinar-binar. Baginya selalu jadi suatu kehormatan untuk dipercaya menangani kasus yang diberikan langsung oleh Tuan Bae, regardless besar atau kecil nya kasus itu, kalau diberi langsung oleh Tuan Bae pasti melibatkan klien penting.

‘Aku akan berusaha semaksimal mungkin paman. Aku tidak akan mengecewakanmu.’ kata Songhwa dengan sangat yakin.

‘Aku tahu itu.’ Tuan Bae tersenyum lebar.

‘Tapi paman, kalau boleh tahu, apakah paman sudah menentukan anggota team yang lain?’

Tuan Bae mengangguk, melirik ke arah Junwan. ‘Ini salah satunya.’

‘D-dan... yang lainnya, paman?’

Tuan Bae duduk bersandar di kursi kebesarannya. Seketika saja, pintu terbuka dan sekretaris Tuan Bae mempersilahkan orang itu untuk masuk. Songhwa berbalik dan matanya terbelalak mendapati sosok yang baru saja memasuki ruangan itu. Hati dan pikirannya tidak ingin percaya fakta yang harus diterimanya, tapi matanya tidak bisa berbohong.

Dari sekian banyak pengacara yang bekerja di kantor ini...

Kenapa Tuhan, kenapa?

‘Dia.’ jawab Tuan Bae.

‘Dia yang akan membantumu dan Junwan.’