if you could see me crying in my room

Sagara membuka perlahan pintu kamar Samara dan dia bisa melihat kakaknya yang duduk didepan meja belajarnya dengan sebuah frame foto di tangannya dan musik yang terlalu familiar didengar oleh Samara itu mengalun dari laptopnya. Gak lama, Samara mengembalikan frame tersebut ke tempat semula dan mulai membenamkan wajah ke lututnya lalu tubuhnya terlihat bergetar.

Sagara menutup kembali pintu kamar kakaknya. Sagara tau ini bukan sekali dua kali kalau Samara menangisi seseorang karena merindukannya. Sagara juga tau betapa hancur Samara saat kekasih Samara pergi meninggalkannya, jadi ia meninggalkan kamar Samara untuk membiarkan Samara merindukan sang kekasih.


Sagara pertama kali melihat Keenan Jeong, kekasih Samara, itu saat ia baru pulang dari sekolah. Dengan ceria dan bahagianya, Samara mengenalkan Keenan padanya.

“Adek kenalin. Ini Kak Keenan, pacar kakak.”

Sagara melihat Keenan. Cowok tinggi dengan apple cheek yang menonjol itu emang sesuai dengan tipe ideal kakaknya. Wajar Samara memperkenalkan Kernan padanya dengan bangga.

“Halo, Sagara.” Sapaan Keenan membuyarkan Sagara. “Aku Keenan. Kamu mau panggil nama juga gak apa.”

“Panggilnya abang aja! Kamu lucu tau kalo dipanggil abang.” Sahut Samara.

“Kenapa gak kamu aja yang panggil aku abang?” Goda Keenan membuat wajah Samara memerah.

Sagara terkekeh melihat Samara yang blushing karena digoda oleh pacarnya itu. “Yaudah kalo gitu Adek naik ya. Silahkan pacaran ya, Kak, sama Abang Keenan.”

Keenan ketawa saat mendengar Sagara memanggilnya abang dan Samara cemberut karena Sagara ikutan menggodanya. Awal pertemuan Sagara dengan Keenan cukup memberikan kesan yang baik.


Sagara akhirnya melihat Samara dan Keenan berantem selama mereka berpacaran setahun lamanya. Sagara tau mereka berdua berantem karena suatu malam ia di telepon oleh kakaknya untuk minta jemput di salah satu cafe yang di dekat kampusnya.

Baru aja Sagara keluar dari mobil langsung di sambut oleh suara kakaknya yang sedang beradu argumen sama Keenan.

“Ya aku disini malem-malem juga buat ngerjain tugas!”

“Terus kalo kamu ngerjain tugas sampe malem gini pulangnya sama siapa? Kalo aku sibuk ngerjain laprak pulang sama siapa? Aku tuh khawatir!”

“Kamu gak percaya aku bisa pulang sendiri?! I’m 20 years old, Keenan!!!”

Samara yang melihat Sagara datang langsung menghentikan perdebatan. “Aku ada Saga yang bisa jemput aku, jadi kamu gak perlu khawatir sampe marahin aku didepan temen-temenku!”

Abis itu Samara masuk ke dalam mobil Sagara. Keenan menghela nafas melihat pacarnya membanting pintu mobil. Dia mendekati Sagara. “Sorry ya, Ga, lo jadi keluar malem-malem gini. Harusnya tadi gue langsung anter pulang dia.”

“Gapapa, Bang. Kebetulan belom tidur juga pas si Kakak nelpon. Lagian si Kakak emang suka gitu kalo dibilangin.”

Keenan mengulum senyum. “Thank ya. Titip dia ya kayaknya dia bakalan ngambek sama gue buat beberapa hari ini dan gak bakalan gangguin gue dulu.”

“Iya santai, Bang. Kayak sama siapa aja lo.” Lalu gak lama terdengar klakson mobil Sagara. “Kalo gitu gue cabut dulu ya. Liat tuh tuan puteri udah manggil-manggil.”

Keenan ketawa dan membiarkan Sagara untuk pulang. Untuk pertama kalinya Sagara melihat Samara dan Keenan berantem dan itu jadi bahan Sagara untuk menggoda kakaknya.


“Eh kapan nih kalian berdua nikah?” Tanya salah satu tante Samara saat Samara dan Keenan menghampiri untuk bersalaman di salah satu acara keluarga Samara. “Udah mapan juga kan. Cepet nikah aja. Jangan kelamaan pacaran.”

Samara mengulum senyum. “Doain aja ya, Tan. Aku sama Keenan masih nabung nih. Tapi semoga aja secepatnya.” Abis jawab gitu, Samara menarik Keenan menjauh.

Sagara yang melihat kejadian itu barusan, langsung menghampiri kakak dan pacarnya. “Ditanyain kapan nikah lagi ya, Kak?”

“Pusing deh Kakak tiap bawa Keenan ke acara keluarga ditanyain kapan nikah mulu!” Sungut Samara. “Nanti kalo udah nikah pertanyaannya ganti jadi ‘kapan nih punya anak?’ Gitu aja terus. Capek!”

Sagara dan Keenan ketawa ngelihat Samara ngedumel. Emang bukan sekali dua kali lagi Samara dan Keenan ditanya kapan menikah dan itu cukup bikin pusing Samara karena Keenan sendiri gak menunjukkan tanda-tanda ingin ke arah sana. Samara sih gak mempermasalahkan soal itu tapi pertanyaan-pertanyaan akan hal itu sering banget didenger semenjak Samara dan Keenan sudah 6 tahun menjalin hubungan.

Tapi hari ini Keenan dan sagara sudah merencanakan sesuatu. Dan rencana mereka jalankan saat Samara sibuk mengobrol dengan Chelsea, kekasih Sagara.

Jadi tanpa sepengetahuan Samara, Keenan dan Sagara bekerja sama untuk memberikan kejutan. Samara akan berulang tahun beberapa hari lagi tapi sayangnya Keenan ada pekerjaan keluar kota saat hari H ulangtahun Samara. Makanya dia minta bantuan Sagara untuk membuat kejutan buat Samara.

Sagara masuk ke dalam villa untuk mengambil gitar, sedangkan Keenan berada dekat panggung kecil yang menjadi tempat untuk sambutan dan penampilan-penampilan lainnya, menyiapkan 2 kursi dan juga sound system. Lalu gak lama Sagara muncul dengan gitarnya, dia langsung menyetel gitarnya.

“Test, test, test… sore semuanya! Maaf banget acaranya mau diganggu sebentar sama Keenan dan Sagara.”

Samara yang mendengar suara Keenan langsung menatap ke arah panggung kecil. Dia mengerutkan dahi saat melihat Keenan dan Sagara berada disana. “Kalian mau ngapain?!”

Keenan cuma tersenyum dan mengangkat alisnya seperti berkata, ‘kamu liat aja nanti.’

“Jadi Sagara sama Keenan baru aja bikin lagu bareng dan mau nyanyiin disini. Samara, this song we’ve made for you. Selamat ulangtahun ya. Aku kasih kadonya duluan soalnya aku gak bisa ikut kasih kejutan pas hari H karena harus jadi budak kantor.” Yang lain tertawa karena kalimat terakhir Keenan. Lalu Keenan memberikan kode pada Sagara untuk mulai memetik gitarnya.

Suara Keenan terdengar sangat pas dengan petikan gitar Sagara. Manisnya lirik lagu yang dinyanyikan oleh Keena membuat semua yang mendengar terhanyut dalam suasana. Samara sendiri udah terharu saat mendengarnya terlebih pas lirik yang berbunyi,

Oh my babe, why we are

So well suited to each other

We can be forever, maybe

Oh my lady, as if there is no tomorrow

We can love each other, maybe

Semua keluarga Samara bertepuk tangan saat Keena selesai menyanyikan lagu tersebut. Samara sendiri udah sibuk mengelap ujung matanya karena takut air matanya akan merusak make upnya hari ini. Keenan segera turun dari panggung dan menghampiri Samara.

“Aku masih ada hadiah lagi buat kamu.” Keenan mengeluarkan kotak beludru dari kantongnya dan dia berlutut didepan Samara. “Kita udah lama banget pacaran dan kamu gak pernah bahas soal kita yang bisa gak lanjut ke tahap selanjutnya padahal aku tau kamu mau banget nanyain itu apalagi banyak juga yang nanyain soal itu. Tanpa sepengetahuan kamu, aku udah izin ke Ayah dan Ibu untuk meminang anak perempuan satu-satunya ini. Dan mereka bilang semuanya terserah kamu karena kamu yang bakalan ngejalanin nantinya sama aku. Sekarang didepan semua keluarga kamu, aku mau nanya sama kamu. Samara Kim, will you marry me?”

Yang muda-muda menyorakkan, “Terima! Terima! Terima.” Sedangkan para orangtua tertawa kecil mendengarkan para anak dan keponakan mereka ramai-ramai bersorak.

Semuanya bertepuk tangan dengan meriah saat Samara mengangguk. Keenan tersenyum lebar dan segera menyematkan cincin ke jari manis Samara. Samara langsung memeluk Keenan setelah Keenan menyematkan cincin.

“Gak boleh cium-cium ya!” Celetuk Sagara saat Keenan dan Samara melepaskan pelukan mereka. Samara melirik tajam adiknya itu dan membuat semuanya tertawa.

Abis itu dia turun dan menghampiri Samara untuk memberikan selamat pada kakaknya. Sagara lagi-lagi ada disana menjadi saksi kisah perjalanan Samara dan Keenan.


“Bang Keenan pulang kan lusa? Yaudah tungguin aja sih!”

“Gak bisa, Dek, soalnya ini udah dua kali Kakak reschedule buat ketemu vendor catering. Ayo sih anterin Kakak. Kamu juga gak ada kemana-mana ini. Kan Chelsea juga lagi ke Milan.”

“Yaudah ayo deh. Tapi pake mobil Kakak ya!”

Samara langsung sumringah. “Beres itu mah! Yaudah mandi sana.”

Sagara pun langsung masuk kamarnya untuk mandi. Barusan Snara minta diantar buat ketemu vendor catering untuk pernikahannya. H-30 menjelang pernikahannya, Samara masih direpotkan dengan vendor catering karena belum ketemu yang cocok. Pertemuan dengan vendor catering harusnya dilakukan dari dua hari lalu tapi sayangnya Keenan mendadak ada pekerjaan ke Singapore dan Samara juga ada meeting di kantornya jadinya Samara mereschedule pertemuan jadi hari ini tanpa Keenan karena gak enak udah reschedule 2 kali.

Mereka berdua akhirnya tiba di daerah Cempaka Putih, tempat vendor catering. Alasan kenapa Samara mengajak Sagara untuk ketemu vendor catering karena selera Sagara itu sama kayak Keenan. Jadinya Samara gak perlu repot-repot untuk food-tester berulang kali.

Satu jam lamanya mereka food-tester, akhirnya Samara memutuskan untuk memakai vendor catering yang ini dan segera melakukan pembayaran. Setelah selesai, mereka langsung pulang.

Saat di mobil, Samara ngecek ponselnya yang selama satu jam tadi dia taruh di dalam tas. Dia mengerutkan dahi saat melihat banyaknya misscall dari Mamanya Keenan. Baru Samara hendak menelepon balik, Mama Keenan kembali menelepon.

“Halo, Ma, maaf tadi hape aku silentsoalnya lagi food-tester. Ada apa, Ma?”

“Sayang, kamu bisa nyusul ke Singapore sekarang?”

“Lho ada apaa, Ma?”

Terdengar suara sengau dari sebrang sana. “Keenan kecelakaan saat mengunjungi lokasi proyek dan dia terjatuh dari tingkat tiga gedung yang sedang dibangun.”

Jantung Samara seolah berhenti seketika mendengar kabar tersebut. Telinganya juga berdenging membuatnya mendadak tidak bisa mendengar apa-apa. Sagara langsung menepikan mobilnya saat melihat tangan Samara yang memegang ponsel terkulai lemas dan segera mengambil alih panggilan tersebut karena Mama Keenan memanggil Samara berulang kali.

“Kak, you’re okay?

Samara bahkan gak bisa berpikir bahkan saat Sagara sudah selesai dengan Mama Keenan dan bertanya dengannya.

“Kak, fokus!” Sentak Sagara dan membuat Samara tersadar. “Sampe rumah langsung siap-siap. Adek temenin Kakak nyusul ke Singapore.”

Sagara mengendarai mobilnya dengan cepat agar segera sampai rumah. Sesampainya dirumah, Sagara langsung menggiring Samara ke dalam kamarnya. Membantu Samara untuk packing. Kesadaran Samara sudah kembali sesaat mereka sampai di rumah. Mereka berdua siap untuk berangkat 30 menit setelahnya.

Orang rumah Samara pun sudah mendengar kabar ini karena setelah telepon dari Mama Keenan, Sagara segera menelepon ibunya. Ibunya juga membantu memesankan tiket pesawat untuk Sagara dan Samara.

Sagara bingung karena kakaknya terbilang tenang walaupun sempat shock. Dia mengira Samara akan menangis tersedu-sedu saat mendengar kabar kecelakaan Keenan. Sampai mereka saat menginjakkan kaki di rumah sakit tempat Keenan di rawat, Samara masih terlihat tenang.

Saat bertemu dengan orangtua Keenan, Samara hanya diam dan mendengarkan penjelasan akan keadaan Keenan. Lalu gak lama muncul Yoseph Kang, salah satu teman SMA Keenan saat di Singapore.

“Tante, aku sudah konsultasi dengan temanku di Hopkins dan maaf sebelumnya tapi sepertinya Keenan tidak bisa terbisa bertahan lama. Luka di kepalanya cukup serius dan Keenan harusnya sulit bertahan kurang dari 12 jam tapi sudah lewat 24 jam dan dia masih bertahan. Mungkin alasan kenapa Keenan bertahan karena dia menunggu seseorang.”

Mama Keenan kembali menangis tetapi tidak sehisteris saat dia datang melihat keadaan Keenan pertama kali. Mama Keenan melihat Samara yang duduk terpaku mendengarkan penjelasan Yoseph tadi, segera menghampiri Samara.

“Sayang… sepertinya Keenan menunggu kamu. Kamu mau menemuinya?”

Cukup lama sebelum akhirnya Samara mengangguk. Yoseph pun mengajak Samara untuk mengikutinya ke dalam ruang rawat Keenan. Sebelum meninggalkan Samara, Yoseph menyampaikan sesuatu.

I’ve heard a lot about you from Keenan, Samara. You’re the only one he loves the most for his entire life. I know it’s hard for you but can you let him go? I’m sorry for asking you much but we both know that he can’t survive.

Samara tersenyum samar. “I know. And thankyou for on his side since he’s here, Yoseph. I really appreciate it.”

Yoseph mengangguk dan meninggalkan Samara. Samara menghampiri Keenan. Samara melihat banyaknya selang dan kabel yang menempel di tubuh Keenan. Dengan susah payah, Samara mengalihkan pandangannya ke arah mesin-mesin yang menunjukkan kondisi vital Keenan. Dia gak mengerti sebagian besar mesin itu tetapi matanya terpaku pada monitor yang menunjukkan detak jantung Keenan. Monitor menampilkan garis tidak teratur. Jantung Keenan masih berdetak. Keenan memang masih hidup.

Wajah Keenan tidak terlihat jelas karena perban dan masker oksigen. Mata Keenan terpejam. Dia telihat tenang dan seperti orang tertidur. Samara menggenggam tangan Keenan.

Seketika mata Samara memanas saat menatap wajah Keenan. “Keenan… ini aku… aku datang, Keen.”

Jari-jari Keenan bergerak sesaat setelah mendengar suara Samara. Hal itu membuat air mata Samara menetes dan mengenai tangan Keenan. “Keenan, kamu bisa denger aku?” Lalu jari Keenan kembali bergerak sebagai jawabannya.

Samara mulai terisak. “Keenan maaf aku dateng-dateng nangis. Padahal kamu paling gak suka liat aku nangis. Janji ini terakhir kalinya aku nangis. Aku janji.”

“Makasih Keenan udah hadir di hidup aku. Aku bersyukur pernah memiliki dan dimiliki sama kamu, Keen. Kamu pernah bilang kalo kamu paling suka kalo aku ngomong ‘aku sayang kamu’ daripada ‘i love you’.” Dengan nafas tersenggal-senggal, Samara melanjutkan ucapannya. “Aku sayang kamu, Keenan. Aku baik-baik aja kalo kamu harus pergi. Jadi, kamu bisa istirahat dengan tenang. Kamu pasti kesakitan nungguin aku. Aku baik-baik aja, kamu jangan khawatir. Banyak yang sayang sama aku kayak kamu sayang ke aku. Aku juga selalu sayang kamu.”

Begitu Samara menyelesaikan kalimatnya, terdengar bunyi panjang dan datar yang membuat bulu kuduknya meremang. Ia menatap monitor penunjuk detak jantung dan hanya ada garis lurus yang terlihat disana.

Segalanya seperti bergerak lambat. Samara menatap wajah Keenan yang masih tenang seperti sebelumnya.

Sebelum Samara sempat berpikir, pintu kamar terbuka dan orang-orang berbaju biru dan juga berjas putih menerobos masuk dan ada Yoseph diantaranya. Samara bahkan gak menyadari kalau dirinya ditarik Sagara menjauh dari ranjang. Sosok Keenan menghilang karena kerumunan orang-orang tersebut.

Sayangnya, usaha mereka sia-sia. Monitor penunjuk detak jantung Keenan tidak berubah. Para dokter dan perawat tidak dapat menyelamatkan Keenan seperti yang Yoseph perkirakan sebelumnya.

Samara merasakan tubuh adiknya gemetar. Sagara menangis. Samara juga melihat Mama Keenan yang menangis memeluk tubuh Keenan. Samara membenamkan wajahnya di dada Sagara dan menangis bersama Sagara. Dan hari itu Sagara tau kalau Samara kehilangan separuh jiwanya.


“Kak, Adek mau menikah sama Chelsea.” Ujar Sagara hati-hati. “Kakak gak masalah Adek langkahin?”

Suasana meja makan menjadi hening karena pernyataan dan pertanyaan Sagara. Sudah 3 tahun berlalu sejak kepergian Keenan dan semua orang masih berhati-hati membahas pernikahan di depan Samara.

Hal itu wajar dilakukan oleh keluarganya mengingat betapa hancurnya Samara saat kepergian Keenan saat itu.

“Akhirnya kamu nikahin Chelsea juga. Kakak gak masalah dong mau dilangkahin kamu. Kan emang udah waktunya kamu menikah. Kakak beneran gak masalah kok.”

“Kakak beneran gapapa?” Tanya Sagara memastikan.

“Iya, Adek… Kakak gak masalah. Dan kakak juga udah gak berlarut akan kehilangan dia. Ya emang masih suka kangen sampe bikin nangis sih tapi it’s totally fine! Kalo Chelsea kesini kabarin Kakak ya. Kakak mau ngucapin selamet langsung ke dia.”

Sagara langsung memeluk kakaknya. “Makasih ya, Kak. Makasih banyak. Aku doain Kakak untuk selalu bahagia.”

Dalam hatinya Samara mengamini doa tersebut. Semoga dirinya bisa bahagia seperti yang dirasakan oleh adiknya itu.