Dini Hari 2


Setelah melihat bar notifikasi ponselnya, aletta terdiam sejenak dan tengah berusaha mencerna kata demi kata dari pesan yang ia dapatkan.

Sesaat setelah ia membaca kembali isi pesan tersebut, aletta mulai menjentikkan jarinya ke meja belajar. Ia nampak sedikit ragu akan isi pesan tersebut yang dikirim oleh seorang laki-laki, keraguan aletta hadir bukan karena ia tak mengenal laki-laki tersebut. Namun, bagaimana bisa laki-laki tersebut dengan santainya mengirim pesan seperti itu? sungguh membuat jantung aletta berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya.

Kini, aletta tengah sibuk menghadapi pergolakan batin dengan dirinya sendiri.

Ditengah pergolakan batin tersebut, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang berhasil menghentikan situasi rumit itu.

Acap, laki-laki itu menepati janjinya kepada aletta untuk menelpon. Entah apa yang akan dibicarakan oleh laki-laki itu kepadanya, namun satu hal yang aletta pikirkan saat ini, ialah terbenam dalam bantal serta selimut kasurnya. Jujur saja, pipi aletta saat ini sudah mulai memerah dan terasa sedikit panas.

Namun, ia harus bersikap biasa saja dan menjawab sambungan telepon tersebut, agar tidak membuat laki-laki itu mencurigai dirinya.

“halo, al? kok lama sih angkat teleponnya? kamu marah ya sama aku?” tanya laki-laki itu kepada aletta yang kini sedang mengingat apa saja pertanyaannya.

“iya halo yan, sorry kalo lama tadi abis ngambil minum hehe, engga kok gak marah” jawab aletta begitu lancar, namun ada sesuatu yang ia tahan agar tak mencuat begitu saja dari bibirnya.

Sial, batin aletta berkata sedikit kasar.

Sebenarnya, alasan dirinya telat mengangkat telepon laki-laki itu bukan karena mengambil minum. Hanya saja, ia sibuk dengan dirinya yang merasa sedikit gugup karena mendapati telepon dari laki-laki itu.

Laki-laki itu ialah Valentian, seseorang yang mampu membuat hari-hari aletta berwarna, serta membuat jantung aletta berdegup lebih cepat setiap harinya.

Kini, laki-laki itu mampu membuat jantung aletta berdegup lebih cepat lagi, setelah sekian lama ia tidak merasakan hal ini. Sambungan telepon tersebut belum berakhir, namun aletta hanya bergeming dan tak menghiraukan lawan bicaranya yang sedari tadi sedang mengajaknya berbicara.

“Al, kamu udah ngantuk ya? kok diem aja sih? gak suka ya kalo aku telepon?” suara tanya laki-laki itu mampu memecah keheningan yang sedang ia ciptakan.

“ah.. enggak kok yan, gue sambil ngerapihin meja belajar jadinya gak fokus” ucap aletta sambil sedikit menggigit bibir bawahnya.

Lagi, ia berbohong lagi demi menutupi dirinya yang sedikit salah tingkah.

“umm... kalo kamu ngantuk, tidur aja al jangan dipaksain belajar ya?” ucap tian.

“kenapa emangnya?” tanya aletta kepada laki-laki itu.

“aku khawatir kamu sakit al, istirahat aja ya?” tutur laki-laki itu sangat jelas.

Gotcha! perkataan laki-laki itu semakin membuat dirinya salah tingkah dan merasa terbang tinggi menuju angkasa.

“al? kamu baik-baik aja kan? aku takut kamu sakit, istirahat aja ya?” ucap laki-laki itu yang tedengar sedikit cemas akan lawan bicaranya.

”.....” namun, tak ada jawaban dari lawan bicaranya.

“al? aku tutup aja ya teleponnya biar kamu bisa istirahat” ucap tian cukup tegas.

Benar, tak kunjung ada jawaban dari aletta.

“yaudah ya al, aku tutup teleponnya? selamat istirahat my princess jangan lupa mimpi indah ya? see you my princess” ucap tian sambil berusaha menutup sambungan teleponnya.

Sebenarnya, ia tak ingin menutup sambungan teleponnya karena masih banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan aletta. Namun, lawan bicaranya tak kunjung memberikan jawaban bak hilang ditelan malam.

Setelah sambungan telepon itu terputus beberapa saat, aletta baru menyadari bahwa lawan bicaranya sudah cukup lama meninggalkan dirinya

“lah, kok mati? aneh” ucap aletta kepada dirinya sendiri.

Bukan tian yang aneh, namun dirinya sendiri yang sedari tadi sibuk melamun entah apa yang ia pikirkan, hingga ia kehilangan fokusnya ketika sedang diajak berbicara oleh laki-laki itu.

“gak jelas banget, masa iya gue salting gitu aja” ucap aletta yang sedang bermonolog dengan dirinya sendiri.

Setelah bermonolog cukup lama dengan dirinya sendiri, aletta memilih kembali melanjutkan aktivitas belajarnya sambil sesekali membuka ponselnya, yang lagi-lagi dibanjiri oleh notifikasi seseorang yang berbeda.