Group Obrolan


Aletta merebahkan tubuhnya di kasur, seraya memanjakan diri yang telah berhasil melalui hari yang cukup panjang ini. Ia tengah menikmati setiap momment saat dirinya menyatu dengan kelembutan kasur dan hangatnya selimut, rasanya ia tak ingin bergegas dari situasi tersebut. Rasa itu perlahan memudar, dan kini hanya ada rasa canggung dan sedikit cemas yang mulai menghampiri dirinya.

Bagaimana bisa perasaannya berubah dalam waktu sekejap?

Jika itu pertanyaannya, maka jawabannya adalah bisa.

Perasaannya akan cepat berubah, setiap kali ia mendapat pesan baru dari group obrolan keluarganya. Bak tantangan yang harus ia lalui dalam sebuah permainan, untuk melaju ke babak berikutnya. Begitulah kiranya saat ia membaca pesan di group obrolan keluarga, seakan memberi sebuah isyarat agar dirinya untuk tetap waspada. Aletta sangat paham, ketika papahnya sudah mulai mengirim pesan di group keluarga, pasti akan ada saja tantangan yang harus ia hadapi.

Benar saja, raut wajah aletta kini terlihat sedikit masam.

Ia memilih untuk tidak lanjut membalas pesan papahnya di group keluarga, karena ia tak ingin terjadi selisih paham antara dirinya dan papahnya. Ia juga tak memenuhi permintaan mamah dan kakak-kakaknya, untuk kembali merespons pesan papahnya di group obrolan keluarga. Bukan karena ia tak menghormati mamah ataupun kakaknya, hanya saja ia tak mau merasakan sakit hati yang cukup dalam ketika ia harus berbicara ataupun bertukar pesan dengan papahnya.

Meskipun ia tahu kalau papahnya akan sangat marah dengan keputusan yang ia ambil, tetap saja ia melakukan hal itu. Bagi aletta, merespons pesan papahnya hanya akan menyakiti dirinya dan menguras energi yang cukup banyak.

Seandainya ada pilihan lari sepuluh kali lipat di Gelora Bung Karno atau membalas pesan papahnya, pasti ia akan memilih lari sepuluh kali lipat. Karena bagi dirinya membalas pesan papahnya dengan lari sepuluh kali lipat di Gelora Bung Karno, akan menguras energi yang sama banyaknya.