Anxious
‧ ₊✜˚.
Terkadang kita memiliki satu atau dua hal yang kita pendam sendirian. Entah terlalu malas atau bimbang untuk membagikannya. Pada dasarnya kita tak selalu harus memberitahu orang lain bagaimana perasaan dan keadaan kita. Mengenai situasi apa yang kita hadapi ataupun rintangan yang sedang menanti.
Jari pada tuts keyboard mendadak berhenti setelah simbol titik tertera pada layar sebagai tanda mengakhiri sebuah kalimat. Seolah dikutuk bak manekin, sang penulis berhenti bergerak dengan dahi mengerut dalam. Dirinya tidak terlalu yakin kalimat yang telah dirangkainya sudah benar atau tidak, sebab menurutnya terdapat beberapa kejanggalan yang bercongkol pada benaknya. Merasa berlebihan namun disisi lain juga beranggapan bahwa hal itu baik-baik saja.
Menghela napas sembari menyandarkan bahunya ke punggung kursi, sang penulis menutup kedua matanya mencoba mencari celah lain dalam otaknya. Entahlah, perasaannya tidak begitu baik setelah perusahaan tempat dirinya kerja menelponnya untuk memintanya melakukan beberapa pekerjaan. Menulis artikel mengenai profil seseorang tentu masih dirinya terima, namun tidak hanya itu, sang atasan juga memintanya untuk memberi wawancara langsung terhadap sekelompok orang. Iya, tidak hanya satu, tapi sekelompok orang yang berisikan tujuh manusia misterius yang jarang dan enggan disorot media. Astaga, entah mimpi buruk apa yang dirinya dapatkan. Sebab pertama, dirinya hanyalah anak magang yang biasa menulis artikel berita, lalu kedua tidak pernah melakukan sesi wawancara sebab hanya mendaftar sebagai penulis lepas. Ketiga, ia termasuk jajaran manusia yang buruk dalam bersosialisasi-tidak buruk juga sebenarnya, hanya saja tidak terlalu baik. Keempat, energinya akan langsung habis karena akan menghadapi banyak orang. Kelima, dirinya tidak tahu akan melakukan apa karena ini pertama kalinya dirinya melakukan sesi wawancara dan keenam, percaya atau tidak dirinya tidak memiliki pakaian yang pas untuk pergi.
Mungkin terdengar berlebihan, tapi bisakah hari esok tidak ada untuknya? rasanya sang penulis ingin menghilang dalam sehari, atau keajaiban datang dan sesi wawancarai mendadak ditiadakan. Lagipula tokoh-tokoh yang akan dirinya wawancarai juga selama ini cukup sulit untuk diminta keterangan mengenai beberapa hal. Mereka terkenal cukup sulit dan bahkan memberi kesan misterius .
mengerang kecil, sang penulis melirik dokumen yang diberikan rekan kerjanya tadi sore, dua lembar kertas yang hanya berisikan informasi umum mengenai sosok yang akan ditemuinya besok. Cukup aneh, sebab ada tujuh orang yang akan dirinya hadapi, tapi kenapa data yang ada hanya sedikit. Informasi kehidupan pribadi tidak tecantum sedikitpun, seolah mereka tidak mengijinkan siapapun untuk masuk dalam kehidupannya. Yang benar saja, memangnya figur publik memiliki satu hal yang bernama privasi. Lagipula dirinya akan menggali informasi secara hati-hati, tentunya dirinya perlu data untuk menyesuaikan segalanya agar berjelan lancar nantinya.
******************************************************************
Gedung cafe dengan gaya minimalis masih terkesan sepi di pagi hari. Atau memang seharusnya begitu sebab reservasi telah dilakukan untuk mengosongkan ruang sampai siang. Kedati sudah ada beberapa pegawai cafe yang mulai mempersiapkan beberapa, suasana canggung masih menyelimuti ruang dengan nuansa cream . Sang penulis melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 07.47, menandakan dirinya sudah datang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Diam-diam perasaan gugup mulai terasa hingga dirinya perlu menarik napas seperti yang biasa dilakukannya ketika yoga untuk menenangkan diri.
Oh, ayolah ini bukanlah wawancara yang dibuat secara formal. Bahkan narasumbernya secara khusus memilih tempat senyaman mungkin. Tapi sendari tadi sang penulis tak bisa menyembunyikan gugup, kebiasaan seperti mengetukkan sepatu atau melihat objek secara acka sudah dilakukannya sejak tadi.