Serendipity
.
INI NASKAH ANCUR BANGET ASLI! MERUSAK MATA POKOKNYA!!
Tubuh mungil itu melompat-lompat berusaha menggapai sebuah buku bersampul biru di rak. Cukup melelahkan memang, harus meloncat sepelan mungkin untuk tidak membuat suara yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi orang lain yang sedang membaca di perpustakaan. Beginilah susahnya jika mempunyai tubuh yang tidak terlalu tinggi. Rasa-rasanya kesabarannya hampir habis hingga gemas ingin merobohkan satu rak penuh buku fiksi tersebut.
Karena tak kunjung dapat, gadis itu kembali ke mejanya. Otaknya mulai berpikir bagaimana ia harus mendapatkan buku tanpa menerima konsekuensi apapun. Karena bagaimanapun dirinya perlu meminjam setidaknya satu buku sebelum pualng. Tidak mungkin jauh-jauh kemari lantas kembali dengan tangan kosong.
Walaupun perpustakaan hari ini tidak terlalu ramai pengunjung, tapi tetap saja akan sangat mengganggu jika dirinya tetap melompat-lompat layaknya orang bodoh demi mendapatkan buku yang dia inginkan. Sempat pula menyalahkan perpustakaan yang tak memiliki tangga khusus untuk mengambil buku yang letaknya terlalu tinggi.
Jika memanggil petugas untuk meminta bantuan, tentu bukan pilihan yang bijak. Ataupun mengambil sebuah kursi untuk dijadikan tumpuan, sepertinya akan sangat memalukan. Memang perpustakaan ini dibangun berpetak-petak dan setiap petak ruangan berisi jenis buku yang berbeda, tetap saja ia tak mau mempertaruhkan harga dirinya untuk itu. Meskipun di petakan yang ia tempati sekarang, hanya dia dan seorang pemuda yang sedang membaca sebuah buku di pojokan.
Sempat memikirkan apakah ia perlu meminta bantuan kecil dari pemuda tersebut, tapi segera ia urungkan karena merasa akan merepotkan. Lagi pula ia tidak memiliki keberanian sebesar itu untuk melakukannya.
Inilah yang ia benci dari dirinya, Sasha bukanlah orang yang dengan mudahnya berinteraksi dengan orang lain. Jantungnya akan berdegup dengan kencang meskipun hanya ditanya arah jalan oleh orang asing yang tersesat. Mungkin karena dirinya yang minim interaksi dan bersosialisasi. Oh ayolah, hanya masalah sekecil ini tapi mampu membuatnya frustasi setengah mati.
Jam dinding digital perpustakaan menunjukkan pukul 15.03 yang artinya kurang lebih sudah dua jam ia berada di perpustakaan. Ia harus segera pergi dari sini lalu mampir sebentar belanja di toko seberang. Menghela napas pasrah karena tak mendapatkan buku yang diinginkan, Sasha mulai mengemasi barang-barangnya. Dengan sedikit rasa dongkol, ia harus pulang dan merelakan buku sampul biru karya salah satu penulis favoritnya yang baru rilis. Dengan setengah hati gadis itu mengambil dua buku ensiklopedia yang sempat dirinya ambil untuk dipinjam juga. Mungkin lain kali saja, berdoa saja semoga buku itu tak dipinjam oleh orang lain sebelum ia kembali ke tempat ini dua hari kedepan.
tuk
Gadis itu reflek memekik kecil, sedikit terkejut karena tiba-tiba sebuah tangan terulur meletakkan buku bersampul biru tepat ke meja di depannya. Kedua matanya melebar lalu secara otomatis mendongak menatap pribadi yang memberikan buku tanpa diminta. Orang tersebut tersenyum ramah ke arahnya lalu segera berlalu sembari menenteng dua buah buku di genggaman. Sasha tertegun sejenak, jantungnya mulai berdegup kencang tanpa diminta. Ayolah, padahal tak ada obrolan ataupun percakapan singkat, tapi tetap saja tubuhnya bereaksi demikian cepat. Tanpa sadar kedua pipinya juga memanas, entah mengapa sikap pemuda tadi cukup mirip dengan karakter yang sering ada di novel.
Tapi Sasha tak terlalu memusingkan hal tersebut, gadis itu langsung sadar dan segera merapikan barangnya lalu pergi ke meja pustakawan. Semua dilakukan secepat mungkin agar tak terlalu kehilangan banyak waktu atau kakaknya akan mengomel padanya sebab terlambat.
Katakanlah hari ini Sasha kurang beruntung. Gadis itu sedikit menyesal karena terlalu lama di dalam perpustakaan. Ia tak seharusnya pulang terlalu sore. Jalanan akan ramai dan membuatnya kesulitan menyeberang. Sasha menghembuskan napas bosan, sebelah kakinya mengetuk-ngetuk trotoar karena gemas jalanan tak kunjung sepi.
Belum lagi suara mesin kendaraan dan debu debu yang beterbangan membuat gadis itu tak nyaman. Sesekali ia memejam kan mata mencoba sabar. Telinganya sukar menerima berbagai bunyi yang bercampur. Entah perasaannya saja tau kali ini ia mendengar suara yang lebih tinggi diantara yang lain. Seperti lemparan atau benda keras saling bertubrukan. Entahlah. Dengan ragu ia membuka matanya.
Gadis itu sontak melebarkan matanya terkejut. Tepat didepannya sebuah kecelakaan tengah terjadi. Dua buah motor dengan kecepatan sedang bertabrakan karena hilang kendali. Penumpang kedua motor tersebut mengalami luka yang parah. Darah berceceran dimana mana dan motor rusak dengan bagian yang berserakah. Semua orang disekitar tempat kejadian langsung bergegas menghampiri.
Sasha?
Tidak, ia tidak ikut menghampiri. Kakinya seolah terpaku kuat di tempatnya berdiri. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Kepalanya tiba-tiba pusing dengan pandangan mata yang mulai mengabur. Sial, jangan sekarang
Ia ingin segera cepat-cepat pergi, namun kakinya tak mau diajak kompromi. Bahkan dirinya tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Lidahnya kelu dan keringat mulai merembes ke permukaan kulit. Lalu secara tiba tiba tangannya ditarik oleh seseorang dengan mudahnya. Kedua matanya ditutup dengan tangan lain dan tubuhnya ditarik perlahan. Dan tak ada kesempatan apapun baginya untuk melawan atau reflek mengelak. Dengan mudahnya dirinya dijauhkan dari lokasi tersebut.
Sedang Sasha sendiri memang blank total. Dirinya menurut saja dibawa oleh seorang pemuda didepannya yang tengah meenuntunnya. Tubuhnya masih sedikit gemetar, bahkan pandangannya tidak terlalu fokus sekarang. Sampai pemuda dengan hoodie navy itu membawanya duduk di kursi halte pun dirinya masih diam saja menurut.
“Minum” kata pemuda itu singkat sembari menyerahkan botol mineral ke arah Sasha.
Mengangguk sekilas, Sasha menerima air mineral yang diberikan lantas menenggak hingga setengah. Masih dengan deru napas yang tesenggal Sasha mengembalikan botol tersebut sambil mengucapkan terima kasih dengan lirih. Membuat pemuda di depannya hanya tersenyum singkat lantas mengangguk.
Entah mengapa untuk pertama kalinya Sasha tidak merasa takut dengan orang asing. Tidak ada rasa canggung yang menyebalkan atau gugup hingga ingin lari sejauh jauhnya. Dirinya hanya duduk diam memandang jalanan di depannya dengan seorang pemuda yang masih berdiri didekatnya sembari memainkan ponsel.
Tunggu, apakah mereka berdua tengah menunggu bus?
Seolah menjawab pertanyaan Sasha, bus dengan warna biru langit berhenti di halte tersebut. Orang orang langsung keluar dengan mayoritas penumpang adalah pelajar.
Lalu terjadi begitu saja, entah Sasha terkena sihir atau memang dirinya kehilangan fokus untuk waktu yang cukup lama. Gadis itu menurut saja ketika pemuda itu mengajaknya masuk sebari menunjuk bus yang masih berhenti itu. Lantas keduanya menaikinya hingga tiba di halte lain dekat perumahan. Sasha bahkan tidak tau apakah dirinya sempat membayar atau tidak tadi. Apakah dirinya benar-benar pulang ke rumahnya tau ke tempat lain. Sungguh, rasanya dirinya butuh cek ke dokter, sepertinya ada yang salah dengan otaknya.