In case you need
‧ ₊✜˚.
Aroma khas metal besi bercampur dengan aroma tajam dari bensin memaksa masuk ke dalam indra penciuman Naura. Gadis itu terlihat lelah dengan nafasnya yang kian lemah. Tubuhnya merosot sebab kaki yang tak mampu lagi menompang pun kedua tangannya yang masing-masing terikat tali ke atas. Meringis pelan karena sudut bibirnya yang terluka tertarik saat mencoba membuka mulut.
Kondisi ruangan yang minim pencahayaan membuatnya tak mampu mengetahui dengan jelas keadaan sekitarnya. Pukulan benda tumpul yang sempat ia dapatkan bertubi-tubi membuat sekujur badannya tak mampu lagi merasakan hawa ruangan.
# 異世界
‧ ₊✜˚.
Ada kalanya kita ingin pergi dari dunia tempat kita berada. Masuk portal ke dimensi lain, atau terbangun dari tidur lalu memulai kehidupan baru yang jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Naura sempat berfikir jika hal tersebut bersifat wajar walaupun terdengar cukup menyedihkan. Tapi siapa yang tahu kehidupan asli dari manusia itu sendiri?
Sempat terlintas dalam benaknya jika dia harus mengakhiri semua secepatnya. Namun tetap saja gadis itu tidak memiliki kepercayaan diri untuk melakukannya. Keraguan masih menyelimuti dirinya yang lemah. Sering bertanya-tanya, apakah dirinya sanggup? Apa tidak boleh jika pribadi itu melanjutkannya. Kewarasannya seringkali mengingatkan agar ia harus berhenti. Tapi entah mengapa Naura menolak. Bahkan untuk menjadi gila sekalipun dirinya bersedia. Memangnya siapa yang salah? Tentu saja tidak ada.
Semilir angin malam yang dingin menghentikan langkahnya. Tersenyum tipis kala kedua bingkai maniknya mendapati taman perumahan yang sepi. Bukan taman juga sebenarnya, hanya area luas yang biasa digunakan untuk bermain anak-anak atau berkumpul bagi siswa maupun remaja dengan tambahan beberapa ayunan dan tempat duduk di sisi pepohonan. Gadis itu melangkah dengan bersemangat bak mendapati oasis di gurun pasir. Memasuki area taman lalu duduk di salah satu ayunan dengan raut sumringah. Maklumi saja, gadis ini hanya merasa senang dapat mengunjungi tempat ini dalam keadaan sepi seolah tempat ini emang khusus untuk dirinya
Sejenak dihiraukannya suhu rendah malam yang mencoba menembus kulit. Berdoa saja sang kakak tidak memarahinya jika besok pagi dirinya terserang flu. Itu saja jika dirinya pulang malam ini.
Mengunjungi di malam hari bukanlah pilihan yang terdengar bijak. Namun hanya waktu ini yang gadis itu miliki. Jika siang dirinya akan disibukkan oleh rutinitas harian palig merepotkan di belahan semesta lain. Maka malam seolah menjadi waktunya berekpresi, waktu untuk dirinya melepas beban sejenak untuk tetap menjaga kewarasannya. Dimana bulan dengan hangatnya menyinari bumi, menemani sepi maupun kelamnya suasana malam hari.
the girl
Kesibukan manusia kerap kali membuat perubahan pada siklus tertentu atau perubahan elemen dalam pribadi yang mengalaminya. Dalam beberapa kasus, usia dewasa se Liburan di akhir pekan merupakan suatu hal yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun begitu mereka bertujuh cukup bersyukur masih bisa berkumpul secara lengkap di sela sela kesibukan. Rasa-rasanya sudah lama sejak terakhir kali mereka seperti ini. Bahkan untuk bertemu satu sama lain untuk sekedar mengobrol saja mereka kesulitan.
Setelah sekitar dua jam perjalan akhirnya mereka istirahat sejenak untuk makan. tujuh remaja tersebut keluar dari mobil satu persatu. Fadhil mulai meregangkan badan karena lelah menyetir sedangkan di sampingnya terdapat Dita yang menguap lebar lalu menepuk-nepuk punggung Fadhil.
“Thanks ya, abis ini giliran Adit kok” ujar gadis itu yang ditanggapi anggukan disertai satu jempol.
Tak jauh dari keduanya, Mina sedang sibuk memainkan ponsel mengecek meja yang telah ia pesan untuk mereka. Adit dan Ali sedang membicarakan makanan yang akan mereka pesan hingga rumor mengenai juru masaknya yang mendapat sertivikat dan sempat viral di youtube beberapa bulan yang lalu.
“dapet meja nomor berapa, Na?” tanya Adit yang memang sudah tak sabar ingin segera makan.
“kayaknya sih nomor tujuh”
yang lainnya mengernyit heran, pasalnya gadis itu sedikit tak yakin akan ucapannya.
“Bener nomor tujuh? coba siniin hapenya” pinta Ali yang membuat Mina mau tak mau menyerahkan ponselnya.
“piaann, raraaa cepetan sini” panggil Dita agar keduanya segera bergabung. Naura berjalan gontai dengan kedua mata yang masih tertutup dan sesekali menguap. Sedangkan Fikri terpaksa harus mendorong-dorong punggung Naura agar gadis itu tetap berjalan.
“dah yok, dapet nomor tujuh” seru Ali setelah memastikan tempat.
“kenapa harus tujuh sih...” guman Fadhil pelan tapi tetap mengekor agar tak tertinggal.
“eh bentar, itu mereka gimana?” tunjuk Mina ke arah Naura dan Fikri yang masih berada di area parkiran.
“eh bentar, itu mereka gimana?” tunjuk Mina ke arah Naura dan Fikri yang masih berada di area parkiran.
“busyet lama bener kek keong”
“udah gapapa, ga bakal kesasar, mereka udah gede”
Adit dan Ali langsung berlari masuk diikuti Mina yang berteriak mengejar keduanya. Dita mendengus malu melihat kelakuan mereka. Sedangkan Fadhil mengancam Naura dan Fikri agar keduanya berjalan lebih cepat.
“Manda?” panggil seseorang pada Dita, membuat gadis itu meloncat kaget karena sapaan yang tiba-tiba.
Seorang pemuda tinggi dengan setelah denim ditambah topi baseball di kepala yang baru saja menyapa gadis tersebut. Dita jelas melebarkan mata, terkejut dua kali. Gadis itu bahkan mengerjapkan mata berkali-kali seolah memastikan matanya tidak sedang berhalusinasi.
“Lo disini?” tanya pemuda itu.
“Hah? Eh? E... Iya.. ” jawab Dita setengah sadar. Gadis itu langsung merutuki dirinya yang sedikit linglung. Membuat pemuda tersebut terkekeh pelan.
Fadhil yang sendari tadi diam mulai paham akan situasi aneh ini. Lantas pamit meninggalkan mereka berdua. Pemuda itu jelas paham jika kita keduanya sedang butuh ruang untuk berbicara.
Setelah kepergian Fadhil, suasana berubah menjadi canggung. Dita menggaruk tengkuknya kebingungan. sedangkan pemuda di depannya membuka dan menutup mulut berulang kali seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.
“Kak Raka...kok bisa disini?” tanya Dita akhirnya.
“Hm? oh..itu...gua diajak temen. Terus gua ga sengaja kayak liat lo, jadi gua samper. Kebetulan banget ya” ujarnya disertai kekehan canggung di akhir.
“YAP! AMAT. SANGAT. KEBETULAN.” Suara keras naura yang tiba-tiba berada disamping dita, membuat keduanya terkejut. Dita lalu mendelik menyadari Naura sedang menyindir Raka. Fikri memutar bola matanya jengah, ia diam saja tak ingin berurusan sama sekali.
Raka sendiri masih terkejut dan berusaha memahami situasi yang tengah terjadi. Bahkan mulutnya sedikit terbuka lalu meringis saat menyadari sikapnya yang cukup berlebihan. dita sendiri merutuki Naura yang terlalu blak-blakan.
“Errr... Lo engga masuk Ra? udah ditungguin loh” ujar Dita mencoba mengusir halus gadis setengah sadar tersebut.
Naura mengerutkan dahi bingung. Gadis itu tak sebodoh itu sampai tidak menyadari maksut dari perkataan Dita. Tapi barangkali karna sirkuit otaknya yang terlalu dangkal, gadis itu tak tau harus bersikap menurut situasi dan kondisi. “nanti dulu, mau ke toilet. dita temenin ya?”
Astaga, pantas saja orang tak selalu tak percaya jika dirinya merupakan kembaran dari Athariza Fadhil yang notabenenya merupakan pemuda paling bisa diandalkan. Dita sampai ingin memukulkan kepalanya ke tembok. “sama fikri aja ya?”
“lho, gapapa tah? kan cowok?”
Fikri yang gemas sontak menepuk kepala Naura karena kebodohannya, lalu menarik lengan gadis itu menyeretnya pergi.
“temen lo lucu juga ya? gemesin” ujar Raka dengan kekeh canggung. dita hanya mengangguk terpaksa tak mau membahas lebih lanjut.
“BORING! GA PUNYA TOPIK LAIN APA?”
Tak ayal lagi, dita langsung menepuk dahinya saking frustasi. ia lupa jika gadis pendek itu memiliki pendengaran yang cukup tajam.