When
‧ ₊✜˚.
Raindrop
Semilir angin berbau khas ketika butiran air menyapa permukaan bumi, membasahi apapun yang ditemui hingga piruk pikuk mulai ramai berusaha menghindari. Melodi lama terputar kembali, membangun semangat yang entah sejak kapan menjadi kepingan memori pembawa sendu. Puluhan penyesalan hingga kata yang terpendam mulai memenuhi ruang batin maupun pikiran. Embun jendela seolah mewakilkan kondisi hati yang mulai menguatkan bendungan.
Rapuh, entah kutukan apa yang hujan datangkan hingga manusia kerap kali menjadi lemah ketika menghadapinya. Ini bukan perkara penyakit, ataupun tiupan angin dingin yang kerap kali membangunkan bulu kuduk hingga menjengkit. Namun kotak yang senantiasa tersimpan mulai memaksa untuk terbuka. Menciptakan kekacauan akibat lemahnya ketahanan. Memangnya kenapa? Apabila dikata kejam kurasa hal itu cukup berlebihan. Bukankan sebuah rahmat tidak dapat dicela sedemikian buruknya?
Suara yang tercekat, ataupun melodi yang terpendam oleh derasnya air diluar, tidak pernah membungkam mulut-mulut yang berbisik. Suara yang halus belum tentu aman, bukan? Remang yang dirasakan seolah paham jika pribadi yang bersangkutan tengah berusaha untuk tetap terbungkam. Ayolah, entah itu diksi ataupun konotasi, tidak akan terkuak rahasianya.
Perih. Takut. Cemas. Bahkan hawa dingin juga lambaian daun terkena angin justru menambah suasana mencekam. Apa ini? Begitu banyak pertanyaan terlontar, kedati sebagian diantaranya pasti membuat seseorang menjadi sadar. Tiap tetesan air yang mengenai daun, menampakan kilau sendiri yang tak banyak orang menyadari. Genangan air yang mulai terbentuk secara pasti oleh permukaan yang tak rata, hingga beceknya jalanan yang tak teraspal. Suara khas katak menyertai seolah mensyukuri rahmat yang datang.
Tiupan angin membawa suhu dingin kerap kali membawa suasana nyaman dibalik selimut. Nyanyian hujan adalah melodi tepat pengiring lelap. Hingga badan pun mengalami penyesuaian pula.
Auntum
Daun yang menguning entah reaksi kimia atau secara biologis memang seperti itu. Kurasa tuhan menjadikannya sedemikian rupa memang ada sebabnya. Tangkai yang terputus membiarkan daun yang menguning terbang bebas keluar. Tidak ada yang istimewa kecuali bulan oktober adalah batas diantara segalanya.
Dimana sebuah kisah menjadi lebih memorial dibanding lainnya. Sebuah jejak peristiwa akan hadir layaknya angin menyapa dedaunan yang menguning. Suhu hangat yang nyaman juga tiupan lembut yang menerpa menciptakan kerinduan. Jalanan yang penuh dengan guguran daun, namun tidak menciptakan gangguan sama sekali. Justru ikon yang ditunggu-tunggu memanglah demikian.