pada sebuah kantin saat pandangan kita beradu

Aku melihat aku, dibening bola matamu.

Kau melihat kau, dibening bola mataku.

Hatiku diam pada gejolak rindu waktu itu.

Dan jejakmu, pernah ku lacak sampai batas yang terjauh.

Di dalam ruangan yang bertuliskan “Perpustakaan Garda Cendekia”, duduklah seorang siswi XI MIPA 2 bernama Anya di pojok timur dekat jendela ruangan itu. Jari lentiknya dengan telaten membalik lembar demi lembar buku yang ia baca. Mata indahnya dengan disiplin memeriksa kata tiap kata yang dibaca.

Jam pelajaran kedua di hari Selasa ini seharusnya diisi dengan mata pelajaran kimia, tetapi karena guru-guru di sekolahnya sedang mengadakan rapat akhirnya kelas dikosongkan. Karena bingung harus melakukan apa di kelas, Anya memilih untuk pergi ke perpustakaan dan membaca novel yang tersedia disana.

Suasana perpustakaan jam ini cukup sepi, karena siswa siswi biasanya lebih memilih untuk pergi ke kantin atau tidur di kelasnya untuk mengisi jamkos. Di dalam Perpustakaan Garda Cendekia, Anya membaca novel remaja karya Pidi Baiq ditemani dengan suasana sunyi, suara detik jarum jam, serta suara ketikan keyboard komputer oleh kakak penjaga perpustakaan.

Sudah 30 menit berada di ruangan perpustakaan sekolahnya, Anya merasa sangat bosan, mengantuk, dan lapar. Dirinya memutuskan untuk segera membereskan meja yang ia tempati dan bergegas menuju kantin untuk membeli roti sebagai pengganjal rasa laparnya.

Setelah mengisi jurnal perpustakaam, Anya segera melesat menuju kantin. Dan benar seperti dugaannya, suasana kantin pagi ini cukup ramai, sangat bertolak belakang dengan suasana di perpustakaan.

Kaki jenjangnya melangkah melewati kerumunan murid-murid lain menuju warung yang ia tuju sambil tak berhenti mengucap kata ‘permisi’. Sampai di warung milik Bu Ripto, Anya membeli dua bungkus roti isi coklat, susu coklat dingin, dan beng-beng. Saat berbalik untuk kembali ke kelasnya, Anya tertegun karena kerumunan disana semakin ramai.

“Duh mampus, pasti keluarnya susah,” gumam Anya.

Disisi lain, segerombol siswa kelas XI IPS 2 baru saja masuk ke kantin hendak berpesta ria karena hari ini merupakan hari ulang tahun Baskara.

“Gorengan Bu Ripto sabi kali Bas,” seru Haris.

“Buruan anjir Bas, keburu habis HAHAHAH,” tambah Juna mengompori Baskara.

“Rese banget najis,” pasrah Baskara yang langsung berjalan menuju warung Bu Ripto.

Setengah jalan lagi menuju warung milik Bu Ripto, Baskara dikagetkan dengan siswi yang terdorong oleh siswa lain. Dan secara refleks Baskara langsung menahan lengan siswi yang hampir terhuyung ke dekapannya.

Anya, gadis yang hampir saja jatuh ke pelukan Baskara jika ia tidak menahan tubuhnya. Kejadiannya sangat singkat dan jujur, Anya masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi padanya.

Setelah Anya berbalik dan melihat kerumunan semakin ramai, Anya maju beberapa langkah untuk melihat apakah ada celah kecil untuk dirinya berjalan kembali ke kelasnya. Namun, saat dirinya masih memperhatikan sekelilingnya tidak sengaja ada seorang siswa menabraknya dan membuat dirinya terhuyung ke depan. Beruntung Baskara dengan sigap menahan lengannya agar tidak jatuh ke pelukan Baskara.

15 detik keduanya mematung dan tidak ada diantara mereka yang berniat menyudahi posisi tersebut hingga Danar berteriak, “WOY BASKARA NGAPAIN MELUK CEWE DI KANTIN ANJIR.” Anya dan Baskara sama-sama tersentak, mereka berdua langsung membenarkan posisi mereka kikuk, tersadar bahwa mereka sekarang sudah menjadi tontonan siswa siswi yang berada disana.

Baskara menunduk mengamati Anya yang sedang membenahi seragamnya. Di belakang sana masih terdengar suara tawa dari teman-teman Baskara. Dirinya bersumpah, mereka akan habis saat ia kembali ke sana. Terlalu fokus memerhatikan gadis di hadapannya, Baskara hampir terlonjak saat Anya secara spontan mendongak balik menatapnya. Baskara sontak berdehem untuk memecah canggung diantara mereka.

“Sorry dan makasih udah nolongin gue,” ucap Anya mengawali pembicaraan mereka.

“Hm, lain kali hati-hati,”

“Okay, thanks again… mmm Baskara?”

“Sama-sama?”

“Anya. Eh gue duluan ke kelas ya?”

“Oke Anya, gue juga udah ditunggu temen-temen gue.”

“Bye, Bas. Thank you ya!”

Berakhirnya pembicaraan mereka membuat keduanya kembali melangkah dan menjauhi satu sama lain. Anya kembali ke kelas dan Baskara menuju ke warung untuk membeli titipan teman-temannya.

Kembalinya Baskara ke teman-temannya, dirinya langsung menjadi bahan ejekan bagi mereka. Ditambah dengan Juna yang menyadari bahwa telinga Baskara memerah, yang menandakan bahwa dirinya sedang salah tingkah. Baskara yang awalnya bersumpah mereka akan habis di tangannya, sekarang malah berbalik menjadi Baskara yang habis di tangan mereka.

Di sisi lain, Anya yang sedang melangkah menuju kelas sedang berusaha keras menahan senyumnya selama ia melangkah di koridor. Masih terasa jelas sentuhan Baskara di lengannya. Pipinya terasa hangat dan perutnya terasa geli jika ia mengingat itu kembali. Anya bersumpah, tatapan Baskara sangat tajam tetapi hangat di waktu yang sama. Jika waktu bisa diberhentikan meskipun hanya sekali seumur hidup, Anya pasti akan meminta waktu berhenti saat Baskara menatapnya.

seu.