sebuah penyesalan yang menghantuiku

Sudah 4 malam aku menangisi kamu. Entahlah, aku menangisi dirimu atau apa yang aku lakukan padamu. Atau aku menangisi respon yang kau berikan kepadaku, malam itu.

Tepat tanggal 1 Maret kemarin, tanpa disengaja aku mengungkapkan perasaanku kepadamu. Sebuah penyesalan yang menghantuiku belakangan ini.

Menyesal karena sudah berkata jujur.

Menyesal karena sudah bertindak tanpa berpikir panjang.

Menyesal karena sudah membuat diriku kehilangan sosokmu.

Menyesal karena sudah membuat kita menjadi asing kembali.

Perkenalan kita yang singkat ini bahkan sudah membuat kita cukup dekat, untuk status pertemanan. Kita yang sering bertukar kabar, bertukar cerita, hingga bertukar hadiah ulang tahun.

Awalnya aku menyukaimu karena kamu persis seperti sosok yang aku inginkan. Tetapi semakin kesini, semakin aku mengenal dirimu dan mengetahui sebuah rahasia, bahwa kamu telah kehilangan sosok ibu dalam hidupmu, membuatku merasa ingin menjadi tempat kau bersandar.

Aku ingin menjadi tempat dimana dirimu berbagi keluh kesah tentang bagaimana kamu menjalani hari, percakapan random apa yang terjadi antara kamu dengan teman-temanmu, kegiatan apa yang dijalani pada pertemuan rutin organisasimu, dan menjadi tempat kamu mengeluh malu karena uang yang kamu bawa untuk belanja di minimarket kurang.

Kalau boleh jujur, aku rindu. Sangat rindu.

Rindu dengan notifikasi darimu yang muncul di layar ponselku.

Rindu menunggu kamu membalas pesanku.

Rindu bercerita hal-hal random kepadamu.

Rindu dengan respon yang kau berikan kepadaku setelah aku memberikan spam chat saat dini hari kepadamu.

Rindu dengan ceritamu.

Rindu dengan pertanyaanmuu mengenai organisasi yang kita ikuti bersama.

Aku rindu segalanya tentangmu.

Dan sekarang aku hanya bisa menangis. Menangis karena menyesali perbuatanku, menangis karena merindukan dirimu, dan menangis karena melihat kita yang sudah kembali asing.