Chapter 1

“Bisa dikurangin nggak sih asapnya?” sungut Seoho yang tengah duduk di sudut ruangan dengan earphone yang bertengger longgar di telinganya.

Salah satu dari empat cowok yang tengah asyik bermain domino itu menyahut, “Astaga, Ho!” Ia menyudut rokoknya yang hampir habis pada asbak. “Maaf ya, gue nggak tahu lo ada di situ.”

Seoho mendengus kemudian menyahut, “Gue masuk kesini udah dari sepuluh menit yang lalu—”

“Gue bukain jendela deh,” potong cowok kedua sambil berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju jendela. Terpaksa mereka menghentikan permainan sesaat.

“Lo nggak ada kelas, Ho?”

Seoho menggeleng dan menjawab, “Ada, tapi gue telat dua menit dari batas toleransi, jadi terpaksa absen lagi.”

Cowok dengan wajah ceria itu tertawa. “Emang toleransi berapa menit?”

“Lima menit…. Dongju, kenapa ketawa?” jawab Seoho.

Cowok bernama Son Dongju itu melarikan jemarinya ke rambut dark brown-nya yang sudah memanjang dan berkata, “Dosen udah baik banget ngasih toleransi dan lo masih telat juga.”

Seoho mencibir mendengar sindiran Dongju. Asap rokok pada ruangan Sekretariat UKM Seni ini sudah mereda. Ruang UKM ini menjadi markas Lee Seoho ketika ia sedang bolos kuliah karena terlambat ataupun malas. Ia berada di markas anak seni karena terlambat masuk mata kuliah Statistik. Sesungguhnya Pak Dosen berkepala botak yang tidak mengizinkan Seoho masuk ke kelasnya itu sudah berbaik hati dengan memberikan toleransi keterlambatan lima menit sesudah pukul sembilan. Namun Lee Seoho datang telat dua menit dari batas toleransi. Maka Seoho harus absen pada pertemuan kali ini.

Seoho melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah sepuluh. Pantas saja Sekretariat Seni ini belum ada penghuni. Teman-teman Seoho masih kuliah dengan tekun saat ini. Hanya ia yang duduk bermalas-malasan di sudut ruangan dengan rambut dan pakaian berbau apek akibat asap rokok hasil dari empat cowok yang bermain domino di lantai tadi.

Tiba-tiba pintu ruang Sekretariat Seni terbuka. Empat pasang mata mengarah ke pintu, termasuk Seoho. Berdiri seorang senior berperawakan tinggi dengan bahu lebar dan wajah sangat tampan.

“Oh, Bang Geonhak,” sapa Dongju. Tiga cowok lainnya juga ikut menyapa.

Seolah acuh, Lee Seoho sama sekali tidak mengindahkan Geonhak yang duduk tepat berada di sebelahnya. Tsk, itu hanya pura-pura. Sesungguhnya dalam batin Seoho senang bukan kepalang. Memang, Kim Geonhak- seniornya di UKM Seni itu telah mencuri hatinya secara tidak sengaja. Seoho ingat betul saat Jaeyoung sohib Kim Geonhak yang merupakan sesepuh UKM Seni itu secara terang-terangan menggoda Geonhak.

“Ah, capek,” keluh Geonhak.

Seoho terkekeh dalam hati, “Kenapa Bang?”

“Ngulang bikin web. Ada yang salah katanya.”

Tidak tahu harus berkomentar apa dan harus menanggapi bagaimana, Lee Seoho hanya tersenyum tipis. “Yah, nikmatin aja bang. Semangat!”

Geonhak terkekeh mendapat tanggapan dari Seoho. Ia mengacak-acak kecil surai cokelat Seoho dan berkata, “Makasih banget lho, ya…”

Seoho hanya menyengir. Hatinya masih dag-dig-dug-serr setelah Geonhak menyentuh helaian rambutnya. Pipinya merona. Bunga di hatinya bermekaran. Seoho merasa dirinya menjadi seperti cokelat yang meleleh saat chocolava dipotong menjadi dua.

Tak dapat dihindari, tentu saja empat cowok yang tengah seru bermain domino di seberang mereka menyaksikan interaksi itu. Mata Seoho bertemu dengan Dongju yang sedang menyunggingkan senyuman. Duh, Seoho salah tingkah. Bukan, bukan karena mereka berdua ada sesuatu, tapi karena Dongju adalah teman yang jahil.

Pintu terbuka lagi. Kali ini cowok berperawakan tinggi dengan mata sipit dan bibir yang agak penuh masuk ke dalam ruangan. Ia melepas sepatunya dan berkata, ”Entar sore jam empat kita rapat.”

Cowok itu mengedarkan pandangan dan menangkap Seoho dan Geonhak yang sedang mojok di ruangan. “Ho, lo sebar ke anak-anak, entar jam empat rapat.”

“Rapat apaan?” tanya Geonhak.

Harin berjalan menuju kulkas yang berada tidak jauh dari tempat di mana Seoho dan Geonhak selonjoran di lantai. “Event buat bulan bahasa di fakultas gue, Bang.”

“Anak sastra rajin amat bikin event beginian.” sungut Geonhak.

“Iya nih, barusan anak Cina nyamperin gue minta anak Seni ngisi acara, nyanyiin lagu Mandarin.” jawab Harin.

—ccCCcc—

“Hwanwoong, lo kalo lagi nggak fokus ya nggak usah belay. Gue capek teriak-teriak minta loss-pull-loss.”

Sorry, Jo. Udah capek banget dari jam dua jaga terus,” sahut cowok yang kena omel dengan pasrah.

Cowok dengan panggilan Jo itu membuka sling-nya dan melepas seat harnes yang melingkar di pinggul dan bokongnya. Ia berdecak kesal, “Kenapa nggak minta ganti Keonhee atau yang lain sih?”

“Siapa lagi yang mau gantiin, Jo? Keonhee udah sama Bang Yonghoon ke pohon besar.”

Jo atau lengkapnya Kim Youngjo menghela napas mendengar jawaban Hwanwoong. Hwanwoong meringis, menggaruk keningnya yang tidak gatal. Merasa bersalah. Tentu saja ia hampir mencelakakan Kim Youngjo karena keteledorannya yang tidak fokus bertugas menjadi belayer untuk menahan dan meredam laju tali kernmantle.

“Ya udah yuk, udah ditunggu anak-anak.” Youngjo merangkul sahabatnya.

“Terus ini siapa yang beresin?”

Youngjo menjawab dengan santai seraya menggiring Hwanwoong berjalan meninggalkan lokasi. “Minta anak baru yang beresin. Buru, entar Bang Yonghoon ngamuk.”

Setelah memanggil junior yang tidak jauh dari papan boulder dan meminta mereka untuk membereskan semua peralatan panjat tebing mereka, Youngjo dan Hwanwoong berjalan menuju parkiran gedung UKM Universitas RainbowBridgeWorld, atau lebih singkatnya RBW.

Hari ini adalah hari terakhir event yang diselenggarakan Mapala RBW dalam rangka ulang tahun organisasi mereka. Setelah event yang dilaksanakan selesai dan tuntas, mereka mempunyai ritual khusus yang selalu diadakan di parkiran gedung UKM.

Ritual apakah itu?

Ritual pemujaan pohon besar yang berada di parkiran gedung UKM dengan menenggak minuman yang dapat membuat isi kepala melayang. Ritual yang hanya dilakukan oleh para senior saja. Kegiatan itu selalu dilakukan setelah event mereka selesai pada sore menjelang senja, ketika kampus benar-benar sepi.

Youngjo dan Hwanwoong memasuki area parkiran yang luas. Terparkir kurang dari sepuluh mobil dan belasan motor, beberapa memang milik anak Mapala. Mereka berbelok ke kiri menuju parkiran paling belakang dan mendapati segerombolan senior Mapala yang sudah duduk di atas tanah dengan matras yang menjadi alas. Ada api kecil di tengah mereka sebagai anti nyamuk.

Youngjo dan Hwanwoong menghampiri mereka. Youngjo duduk di sebelah cowok berkulit putih pucat dan berkata, “Bagi sebat dong. Punya gue habis.”

Cowok di sampingnya menyodorkan kotak Marlboro merah beserta pemantiknya. Youngjo mencomot satu batang rokok dan mengapit benda mengandung nikotin itu di antara bibirnya. Bibir yang digilai oleh seluruh mahasiswi RBW. Youngjo menyalakan pemantik kemudian menyulut ujung rokoknya. Youngjo menghisap puntung yang terasa manis itu, membuat asap pada ujung batang rokok menyala.

Cowok bermarga Kim itu mengembuskan asap hasil pembakaran ke udara. Ia mengembalikan kotak rokok serta pemantiknya pada pemilik seraya bergumam, “Makasih, Bang.”

Yonghoon yang baru saja membagikan rokoknya mengambil sesuatu dari carrier berukuran tiga puluh liternya. Sebotol whiskey bermerk Jack Daniel’s No. 7 dengan kadar alkohol tinggi yaitu sebesar empat puluh persen.

“Widih, sesajennya nongol!”

“Bang Yonghoon, ini oleh-oleh dari Chicago?”

Cowok berkulit putih pucat itu menggeleng, “Nggak, kemaren gue balik ke rumah, nyolong satu punya bokap,” sahut Yonghoon yang merupakan Ketua Umum Mapala RBW.

Yonghoon menyerahkan botol whiskey-nya pada Youngjo. Youngjo berlutut seketika. Bagaikan menerima sebuah benda pusaka yang sangat keramat. Hwanwoong yang duduk di seberang Youngjo mulai komat-kamit baca mantra. Entah apa yang Hwanwoong ucapkan dan anehnya para tetua organisasi itu mengamininya.

Cowok bernama Giwook mengambil gitarnya dan memainkannya. Kemudian ia mulai menyembah pohon besar yang ada di hadapan mereka sebanyak tiga kali lalu kembali duduk di atas matras mengelilingi api unggun kecil.

Ritual pun dimulai. Youngjo membuka tutup botol dengan hikmad, yang lain menahan napas.

Krek!!

Youngjo menyerahkan kembali botol itu pada Yonghoon dan berkata, “Ketua dipersilahkan untuk menenggaknya terlebih dahulu.”

“Sangar!!!” seru mereka bersamaan saat Yonghoon menyambut botolnya. Ia memulai minum whiskey itu sebanyak tiga tegukan.

Semua meneguk saliva masing-masing. Tergiur. Apalagi ketika Yonghoon mendesah puas.

“Putar!” perintah Yonghoon.

Giliran Youngjo, Hwanwoong, Keonhee dan Giwook, dan lainnya hingga botol itu kembali pada Yonghoon lagi. Mereka mulai merasakan efek alkohol. Gitar yang dimainkan Giwook makin tidak karuan. Nyanyian mereka mulai ambigu. Keonhee muntah-muntah di tempat lain.

“Lo minum berapa teguk, Hee, jadi sampe muntah gitu?” tanya Giwook sambil terus memetik gitarnya.

“Bocah diem!” seru Keonhee sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

Hwanwoong mengambil botol Jack Daniel’s yang sudah kosong dari tangan Yonghoon dan berkata, “Main game aja gimana?”

Game apa?”

“Domino?”

“Catur?”

“Enggrang?”

Hwanwoong menggeleng, “ToD. Truth or Dare. Gimana?”

Truth?! Udah kayak cewek rempong aja pake jujur-jujuran. Dare aja woy!” protes Keonhee. Ia sudah selesai memuntahkan isi perutnya dan berjalan sempoyongan mendekati Hwanwoong.

Semua setuju.

Rules udah pada tau, kan? Tentuin dare nya.”

Semua mengangguk mengerti.

Dare pertama simpel aja. Minta nomor hape orang,” cetus Yonghoon.

“Elah, Bang, gampil bener!” protes Keonhee.

Yonghoon terkekeh, “Gampang? Kampus udah gelap gini mana ada orang? Di sini tantangannya. Cari orang jam segini, nggak peduli gimana caranya dalam lima belas menit harus balik kesini bawa nama sama nomer hp itu orang.” Yonghoon mengambil pulpen dan kertas dari carrier nya, “harus ditulis langsung sama itu orang di kertas ini. Plus kiss mark. Gimana?”

Semua terkejut.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Tentu akan sangat sulit mencari manusia semacam itu di kampus ini.

Yonghoon menambahkan, “Bagi yang gagal bakal diiket di pohon keramat kita ini semaleman. Deal?”

“Bang, jangan ngadi-ngadi dong!”

“Gila sumpah!”

“Bangke, bakal jadi santapan kunti!”

Sang Ketua UKM menunggu dalam diam. Menatap puas wajah teman-temannya. Berbagai protes dan keluhan melewati gendang telinganya.

DEAL! CALL!

Yonghoon tersenyum puas. “Oke, putar botolnya.”

Hwanwoong memutar botol whiskey yang sudah kosong itu dengan semangat. Semua tegang menunggu kemana botol itu akan mengarah. Napas tertahan.

Deg!

Botol mengarah pada Youngjo. Semua mengeluh. Playboy RBW kena dare semacam ini? Bagaikan menggali upil di hidung yang sangat amat kotor. Gampil!

TBC