Chapter 3

Notes: fotonya suka error, diklik aja linknya yaa, happy reading:)

Rasa ngilu di selangkangannya sudah mulai pudar, namun Kim Youngjo hanya mampu bersandar pasrah pada mobil SUV putih yang menjadi salah satu saksi pelecehan yang ia lakukan tadi.

Bagaimana bisa seorang Kim Youngjo bisa kehilangan kendali? Seorang Kim Youngjo tidak pernah tersesat oleh hasrat sedahsyat itu, apalagi sepihak. Kim Youngjo selalu mampu mengendalikan gairahnya. Bahkan saat mantan-mantan kekasihnya ataupun cewek-cewek yang pernah berkencan dengannya melakukan striptease di hadapannya dan mengemis untuk disentuh. He always sober-minded, selalu bisa mengontrol dirinya sendiri bahkan saat keadaan dia sedang tipsy.

Kim Youngjo mengacak rambutnya kasar. Benci sekaligus jijik dengan dirinya sendiri. Apakah mungkin hasrat itu datang karena ia sudah lama tidak making out dengan salah satu dari sekian banyak cewek yang selalu menghubunginya? Tolol, tentu saja tidak. Akhir-akhir ini Youngjo selalu menyibukkan dirinya dengan memadatkan jadwal tracking-nya di akhir pekan dan terkadang rock climb bersama Jin Yonghoon dan Lee Keonhee.

Terenyuh, Youngjo mengedarkan pandangan matanya di keremangan lokasi parkir gedung UKM RBW. Dari taburan bintang yang juga telah menjadi saksi dosa yang ia perbuat hingga tanah yang ia pijak. Fokus matanya terhenti ketika ia mendapati sebuah ponsel iPhone 7 berwarna putih yang mati. Terdapat sedikit goresan tipis pada layarnya. Jelas ini adalah ponsel milik sosok tadi yang telah menjadi korban pelecehan sang playboy RBW.

Youngjo membersihkan pasir yang menempel di sana. Menyapu permukaan layar dengan telapak tangannya yang kasar. Ketika ia akan menyalakan kembali ponsel itu, ia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.

“Jo, udah?”

Ternyata Lee Keonhee. Rupanya ia sudah menuntaskan panggilan alamnya.

Youngjo mengangkat bahunya ragu. “Mungkin udah, tapi kayaknya gue gagal.”

Dahi Keonhee mengerut. “Maksud lo?”

“Soalnya tadi—”

Sorry, misi tadi lihat ada orang di sini nggak?”

Kalimat Youngjo terpotong saat mendengar pertanyaan itu. Ia dan Keonhee serentak menoleh ke sumber suara. Berdiri seorang cowok bertubuh tinggi dan berbahu lebar. Apakah mungkin ini pacar dari sosok yang baru saja Youngjo gerayangi? Sial!

“Nggak, kita nggak lihat siapa-siapa di sini.” Sergah Youngjo kilat.

Ekspresi kecewa dari wajah cowok itu tak terlewatkan oleh mata Youngjo. Mampuslah dia. Sebagai antisipasi, Youngjo segera merangkul Keonhee dan beranjak tanpa berbicara sepatah kata pun sambil memasukkan ponsel sosok tadi ke dalam saku celananya.

Saat sudah berjalan agak jauh dari tempat, Youngjo diam-diam menoleh ke arah belakang. Penasaran dengan cowok yang ternyata adalah pemilik mobil putih itu. Sambil terus melangkah, Youngjo menyaksikan bagaimana frustasi dan bingungnya cowok berbahu lebar itu. Ia terus mencoba menghubungi sosok itu dengan gairah yang membludak. Tak lama ia masuk ke dalam mobil, lalu membanting pintu kemudian menyetir mobilnya, menjauh dari parkiran.

“Lo apaan sih?!”

Keonhee menggedikkan bahunya. Memaksa Youngjo melepas rangkulannya. Setelah mobil itu menjauh dari tempat parkir, Youngjo kemudian melepas rangkulannya dan menghela napas lega. Seakan ia baru saja sukses mengeluarkan feses yang menumpuk pada anusnya. Benar-benar lega.

“Gimana?! Mana hasil dare-nya?!” Tagih Hwanwoong saat Youngjo berdiri kaku di sampingnya.

Keonhee duduk di samping Hwanwoong dan mengambil kaleng bir yang masih tersisa sedikit. “Namanya Kim Youngjo, jelas dia dapet lah, ya nggak, Jo?”

Youngjo bergeming. Ia diam membatu berdiri di samping Yonghoon.

Hwanwoong mengulurkan tangannya dan menagih, “Mana kertasnya coba gue lihat.”

Si playboy masih terdiam. Otaknya yang sudah mulai bekerja tidak normal, terus menerus membuatnya teringat akan lekuk indah tubuh dan betapa manisnya bibir sosok tadi yang dua puluh menit lalu ia zalimi.

“Woy, Jo!”

Youngjo tersentak kaget. Semua mata tertuju padanya. Para tetua Mapala itu menatapnya dengan tatapan menyelidik. Youngjo gelagapan. Ia segera merogoh saku celananya dan mengambil secarik kertas kosong beserta pulpennya.

“Apaan nih?!”

“Jo, lo gagal?”

“Lah, bukannya jelas-jelas tadi lo samperin?”

“Bang Yonghoon, gimana nih?”

Semua mata kaum musyrik itu kini tertuju pada Ketum Mapala yang senyam-senyum seru sambil mengetik sesuatu pada layar ponselnya. Tanpa mengalihkan fokusnya, Jin Yonghoon menyahut dengan logat mabuknya yang makin berat, “Ikat!”

Giwook segera melepaskan gitarnya, Hwanwoong menghempas kartu domino yang ada di tangannya, lalu mengambil tali Kernmantle dan menggantungnya di bahu. Mereka bersiap menyeret Youngjo ke Ficus benjamina.

“Bentar! Bang, Bang, bentar dulu! Gue emang nggak dapet nomer hape sama kiss mark nya, tapi gue dapet hapenya!” Cegat Youngjo.

Yonghoon terbahak. Akhirnya ia mengalihkan fokusnya pada ponsel dan berkata, “Jo, gue bilang kan minta nomor hape sama kiss mark, bukan nyolong hape itu orang. Udah, ikat dia!”

“Siap, laksanakan!”

Giwook dan Hwanwoong berseru bersamaan seraya memberi hormat pada Yonghoon. Mereka menyeret Youngjo seakan cowok itu adalah pelaku curanmor. Salah, seharusnya pelaku pelecehan seksual karena ia memaksanya untuk make out.

“Bang, paling nggak kasih kompensasi lah! Gue kan bawa bukti kalo gue ketemu itu orang di kampus dan sempet ngobrol sama dia!” Seru Youngjo membela diri.

Tanpa pikir panjang Yonghoon memutuskan, “Oke, lo diikat dua jam.”

Youngjo dengan pasrah mengikuti antek-antek perkumpulan pemuja pohon besar. Ketika Giwook menyuruhnya bersandar pada pohon itu, Youngjo meminta, “Jangan ikat tangan gue. Kaki sama badan aja cukup. Gue nggak bisa angkat telepon atau balas chat kalo tangan diiket.”

“Iyeee…”

Hwanwoong mulai menurunkan tali Kernmantle pada bahunya dan mengelilingi batang pohon berdiameter lebih dari satu meter itu.

Seusai mengikat Youngjo, mereka kembali ke tempat masing-masing. Membiarkan cowok itu menjadi santapan nyamuk dan calon korban kunti. Sial, rasa pening akibat mabuk di kepala Youngjo berubah menjadi fase kantuk. Biasanya setelah menenggak alkohol dan bernyanyi semalaman suntuk di atas puncak, Kim Youngjo selalu tertidur dengan sangat pulas.

Ah, Youngjo tiba-tiba teringat akan ponsel yang ada di genggaman tangannya sedari tadi. Ia menyalakan ponsel itu dan disambut oleh foto yang ternyata lumayan…manis dan super cute. Puluhan chat dari berbagai aplikasi, bahkan missed call menyeruak masuk memenuhi notifikasi. Untunglah ponsel itu tidak menggunakan password atau semacamnya. Dengan segala rasa ingin tahu, Youngjo mulai membuka seluruh aplikasi yang ada di ponsel yang ternyata bernama Lee Seoho.

-cccCCccc-

Tak bisa dipungkiri lagi, ketakutan itu terus menggerogoti batin Seoho. Itulah yang dirasakan Lee Seoho saat ini. Setelah kejadian buruk beberapa saat lalu, Seoho memutuskan untuk pergi dari kampus tanpa menunggu Geonhak. Justru ia menyesali keputusannya untuk menunggu Geonhak di parkiran yang sepi dan gelap. Ia pulang menggunakan grab untuk pulang ke kosnya. Sepanjang jalan pikirannya benar-benar kosong.

Kini Lee Seoho meringkuk di balik selimut, mengusap bibirnya dengan kasar. Seolah ada racun yang menempel di bibirnya. Pikirannya terus bergelayut tentang kejadian di kampus tadi, bagaimana cowok itu menyentuh kulit bagian dalamnya yang selalu tertutup pakaian yang tak pernah terekspos.

“Kenapa harus gue yang diperlakuin kayak gini?!” Seoho bergumam tak terima seraya terus mengusap bibirnya yang telah dicumbu kasar oleh cowok yang tidak ia kenal.

Memang benar bagi Lee Seoho ini bukanlah ciuman pertamanya, namun ia tidak pernah menyangka akan merasakan ciuman sekasar itu. Apalagi bersama orang yang bahkan tidak pernah ia temui. Bukan hanya mencium, melumat, dan menggigit bibirnya, namun cowok itu benar-benar menginvasi tiap sudut mulut dan lidahnya. Ia merasa sungguh ternodai. Kotor. Lebih kotor dan menjijikkan daripada tercebur di got ataupun jamban sekalipun.

Bayangan kejadian itu terus berputar. Bentuk pelecehan yang dapat membuatnya mengalami trauma hebat seumur hidupnya. Terlebih lagi, Lee Seoho hanya tinggal sendiri di sini. Ia tidak mungkin menceritakan pada orang tuanya, bisa-bisa ia akan diseret pulang dan kuliahnya terhenti.

Seoho menggigit bibirnya hingga terasa sakit. Yang telah terjadi biarkan berlalu. Lebih baik Lee Seoho menjadikan peristiwa itu sebagai sebuah pelajaran agar ia lebih hati-hati.

Lee Seoho beranjak dari ranjangnya menuju ke kamar mandi. Membersihkan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bersamaan dengan air yang membasahi tubuhnya, ia teringat bagaimana bibir lembut cowok yang sesungguhnya sangat seksi itu mengecupnya. Terlalu panas, terlalu kasar. Jika saja cowok yang menyerangnya itu tidak mabuk dan ya—minimal kenal dengannya, mungkin Seoho akan membalas ciuman itu. Aroma alkohol bercampur rokok dari mulut pria itu masih melekat di otaknya. Mengingat sesungguhnya cowok yang entah siapa namanya—itu mempunyai perawakan yang gagah, seksi dan wajah yang tampan. Mungkin saja—Seoho akan menyukainya.

Fakta berkata lain. Di balik itu semua, Seoho tetap mengutuk cowok itu beserta perbuatannya, pelecehannya, dan ciuman kasar-dahsyatnya itu.

-cccCCccc-

Kanghyun tak mampu memfokuskan mata dan otaknya untuk penjelasan yang diterangkan oleh Pak Dosen berkepala botak di depan. Ia terus melirik Lee Seoho yang duduk tepat di sebelahnya. Biasanya disaat mata kuliah dimulai, Lee Seoho selalu membuat lelucon dan memperolok Pak Dosen botak galak ini. Namun entahlah, hari ini teman satunya itu terlihat murung dan tak banyak bicara. Bahkan Kanghyun yakin diamnya Lee Seoho bukan karena tengah fokus pada materi yang diterangkan oleh Dosen Ekonomi mikro itu.

Kanghyun merasa bibirnya gatal ingin menanyakan penyebab murungnya temannya itu. Hal ini benar-benar mengganggu konsentrasinya. Ditambah dengan beberapa hal yang sungguh membuatnya seperti telah mati penasaran.

“Baik, minggu depan kumpulkan tugas resume dari lima jurnal mengenai fungsi demand.” Pak Dosen botak itu menutup laptopnya seraya mencabut kabel yang terhubung pada proyektor. “Sekian kuliah hari ini. Selamat siang.”

Kanghyun menghela napas lega setelah mata kuliah telah usai.

“Gue balik dulu ya.” Pamit Seoho tanpa menoleh pada Kanghyun. Ia merapikan buku Ekonomi Mikro beserta buku catatannya dan memasukkan ke dalam tas.

“Eh, Ho, tunggu!”

Kanghyun segera mencegah kepergian Seoho dari kelas. Seoho menoleh malas padanya. “Gue mau nanya sama lo.”

Seoho menaikkan satu alisnya dan menyedekapkan kedua tangannya sebagai pertanda bahwa ia menunggu pertanyaan dari mulut Kanghyun.

“Lo… ada hubungan apa sama anak FT?” Tanya Kanghyun membuat Seoho kebingungan.

“Hah?”

“Anak FT Arsitektur.”

“Maksud lo apa, Kanghyun?”

“Kok jadi lo yang nanya balik? Lo ada hubungan apa sama Kim Youngjo?” Kanghyun mulai tak sabar.

Kening Seoho semakin berkerut. “Kim Youngjo? Gue nggak ngerti maksud lo.”

“Jangan nyoba ngibul deh, Ho. Buktinya kemaren lo post di IG sama snapgram tentang Youngjo.” Cecar Kanghyun yang amat penasaran.

Sumpah demi apapun Lee Seoho tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Kanghyun. Pasalnya ia sendiri sangat jarang membuka berbagai macam aplikasi yang terpasang pada ponselnya itu.

“Kanghyun, serius gue nggak ngerti apa maksud lo dan gue juga nggak kenal sama anak FT yang lo sebut itu.”

“Serius, Ho?” Kanghyun terkekeh sinis, “Lo liat sendiri deh IG lo.” Kata Kanghyun sambil membukakan aplikasi yang selalu ia buka itu pada Seoho.

Mata Seoho seketika melebar ketika Kanghyun memperlihatkan salah satu foto yang terposting pada akun miliknya.

![image] (https://i.imgur.com/JGYryFd.jpg)

“Astaga! Hape! Hape gue!”

Rasa panik menyerang dirinya setelah ia menyadari bahwa sejak semalaman ia tidak menyentuh ponselnya sama sekali.

“Kenapa hape lo?”

Seoho meringis. Sial sekali, sudah mendapatkan pelecehan, ponselnya pun ikut raib. Ia yakin bahwa ponselnya pasti sudah hilang di parkiran tadi malam.

“Ho, lo nggak apa-apa, kan?” Tanya Kanghyun memastikan.

“Hape gue hilang semalem.”

“Hah? Kok bisa?”

Seoho mengangkat bahunya, malas menjawab dan menjelaskan peristiwa yang telah ia alami tadi malam. Mengingat kejadian itu sungguh membuatnya ingin menendang wajah bajingan itu. Seoho harap ia tidak akan bertemu dengannya lagi, cukup malam itu beserta traumanya yang diberikan padanya.

“Balik aja deh, yuk.” Ajak Kanghyun untuk keluar kelas.

Keadaan luar kelas masih ramai. Tentu saja karena sebentar lagi mahasiswa tingkat bawah akan menggunakan kelas ini. Lee Seoho menyusuri koridor panjang di lantai dua menuju tangga. Diekori oleh Kanghyun yang memanggilnya.

“Ho! Snapgram lo kok update?!”

Seoho syok setengah mati. Bahkan ia tidak memegang ponselnya sekalipun.

“Hah?!”

Seoho mengurungkan niatnya menuruni anak tangga. Kanghyun menampilkan layar ponselnya pada Seoho.

WTF??!!

Siapa cowok ini??!!

“Serius deh, lo ada hubungan apa sama Kim Youngjo?”

Seoho syok. Wajah cowok itu sangat familiar. Jangan bilang—

“Lee Seoho!”

Seoho mendengar seseorang memanggil namanya. Suara cowok. Suara yang benar-benar gentle dan seketika membuat mimpi buruknya semalam bangkit dari dalam benaknya. Seoho menoleh dengan tatapan mata yang tersirat penuh dengan ketakutan.

Cowok itu— Kim Youngjo.

TBC