Chapter 6

Lee Seoho menatap horor teman-teman sekelasnya. Ia memejamkan matanya sejenak dan menghela napas kasar. Membuang rasa muaknya. Sejak kedatangannya di kampus, ia sudah menjadi bahan pembicaraan. Bahkan ketika ia berjalan menuju Lobby A gedung FE tadi pagi. Apa lagi kalau bukan berita teraktual tentang dirinya dan cowok bajingan bernama Kim Youngjo? Dasar mahasiswa-mahasiswi kurang kerjaan!

Seoho sampai mengklaim dirinya sebagai manusia tersial. Jelas saja ini semua disebabkan oleh kelakuan norak Kim Youngjo. Sekarang ia menjadi sorotan seantero Fakultas Ekonomi Kampus RBW.

Kalimat-kalimat yang dilontarkan itu terus terdengar dan membuat gendang telinga Seoho terasa panas. Walau hanya berupa bisikan, namun tentu saja ia dapat mendengarnya dengan jelas. Rasanya bibir Seoho gatal. Ia ingin sekali memaki orang-orang orang yang membicarakan tentang dirinya. Sudah cukup menjadi bahan gosip. Pada akhirnya Lee Seoho lebih memilih untuk diam.

Seraya menyoretkan pensil 2B ke buku catatannya dengan asal, Seoho teringat kejadian beberapa hari lalu, saat Kim Youngjo memberikannya tag akun pribadi Instagram dengan caption yang super duper norak. Ditambah lagi dengan foto Kim Youngjo yang sangat…ehem! Hot as hell. Jika seandainya Seoho bertemu cowok berengsek itu lagi, dapat dipastikan ia akan menaruh muka cowok bajingan itu ke got ataupun jamban sekalipun.

“Sekian kuliah hari ini. Tolong kumpulkan makalah kalian di sini.” Dosen wanita dengan rambut berjambul khatulistiwa itu mengakhiri mata kuliah Manajemen Bank.

Seoho kembali ke bangkunya usai mengumpulkan tugasnya. Ah, jangan lupa dengan tatapan yang lagi-lagi tertuju padanya. Seoho hanya bisa menghela napas dan mengabaikannya.

“Ke Sekret, yuk?” ajak Seoho pada Kanghyun.

Kanghyun yang sibuk memasukan buku-bukunya ke dalam tas menjawab, “Gue nggak bisa, Ho.”

Seoho mengernyit heran, “Tumben?”

Kanghyun nyengir, “Gue ada janji,”

“Janji? Sama Siapa? Dongju?”

Kanghyun justru tertawa mendengar pertanyaan sahabatnya ini. Ia menggeleng kepalanya cepat. “Bukan,” jawabnya.

“Terus?”

“Pacar dong…”

Seoho membulatkan matanya terkejut. “Lo punya pacar? Siapa? Anak mana? Kok gue nggak tau?”

“Kapan-kapan gue kenalin deh.”

“Wah, wah. Emang nyebelin banget ya lo.”

Kanghyun tertawa lagi, “Ya udah, gue duluan ya.”

“Iya, hati-hati.”

Dan beginilah Lee Seoho, jalan sendiri keluar kelas. Dengan langkah lunglai ia mengarahkan kakinya keluar dari gedung FE menuju Kesekretariatan UKM Seni. Jangan lupakan tatapan para penghuni kampus yang lalu-lalang padanya.

Sesampainya di ruang Kesekretariatan UKM Seni, Seoho melepas alas kaki dan masuk ke dalam ruangan dengan semangat yang minggat entah kemana.

“Eh, Seoho!” sapa seseorang.

Seoho kenal sekali dengan suara ini. Son Dongju. Seoho hanya melirik teman satu UKM-nya dengan malas.

Mendapat tanggapan seperti itu, Dongju tertawa dengan nada mengejek. “Duh, yang jadi femes….ciye…. Lo lagi jadi hot topic banget sampai Fakultas Hukum! Anak-anak sampai interogasi gue. Berasa jadi saksi kasus apa gimana gitu gue, hahaha!”

“Femes pala lo pentung!” sungut Seoho seraya mengambil bantal kecil di salah satu lemari. Bantal yang sengaja ia tinggal di sana untuk dirinya jika sedang mengantuk ataupun malas.

“Muka lo kenapa murung gitu? Tapi serius deh, lo beneran pacaran sama Kim Youngjo UKM Mapala itu?” tanya Dongju kepo.

Seoho mengibas-ngibaskan tangannya dan berkata, “Berisik! Gue mau bobo.”

-cccCCCccc-

Lee Seoho menggerakan badannya ke kanan dan kiri. Tulang-tulangnya seperti diremukan ketika ia merenggangkan tubuhnya. Terbangun dari tidurnya, bukannya merasa lebih fresh, Seoho malah merasa tubuhnya remuk. Tentu saja, tidur di ubin tanpa alas membuat tubuhnya sakit. Entah sudah berapa jam ia tertidur di lantai seperti itu.

Seoho mengerjapkan matanya dan mengelus perutnya yang keroncongan. Sudah berkali-kali cacing di dalam perut Seoho berdemo dan mendobrak minta diberi asupan.

Lee Seoho duduk dari posisinya, membenarkan helaian rambutnya yang berantakan setelah ia tertidur. Merapikannya dengan jemari. Merasa lehernya sedikit keringatan, Seoho berjalan menuju kipas angin lalu menyalakannya.

Tiga detik memejamkan mata dan merasakan deburan angin yang menerpa tubuhnya, Seoho tersadar, ruang Kesekretariatan UKM Seni benar-benar sepi. Dan benar saja, tidak ada satu orang pun yang ada di ruangan itu selain dirinya.

“Harin sama Dongju kemana sih?” tanyanya pada diri sendiri.

Lee Seoho mematut dirinya dalam kaca berukuran empat puluh kali lima puluh centimeter yang berada di sudut ruangan. Wajahnya masih kusut setelah tertidur tadi. Apakah sebegitu nyamannya ia tertidur hingga saat teman-temannya bergerak keluar dari ruang sekret saja ia tak menyadarinya sama sekali.

Sudah menjelang malam. Kesepian ruangan itu membuat Seoho merasakan degupan jantungnya menjadi lebih keras. Jujur saja, ia merasa takut. Sebelum berjalan ke arah pintu, Seoho meraih tas dan bantalnya untuk dikembalikan ke lemari, kemudian menghampiri pintu dan memutar kenopnya.

Cklek.

“Loh kok nggak bisa dibuka?”

Kaget setengah mati, Lee Seoho mencobanya sekali lagi. Seoho kembali memutar kenop pintu ke bawah, tapi nihil. Ia terus mengulang-ulangnya, mencoba terus hingga Seoho sendiri frustasi.

“Demi apa? Kok nggak bisa sih!”

Seoho bingung bukan main. Tangannya terus mencoba memutar kenop pintu yang tak berdosa dengan tidak sabar. Berharap akan ada keajaiban.

Lelah dengan upayanya, Seoho mondar-mandir dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya. Rasa takut itu menggerogoti batinnya.

“Mati gue…” keluhnya masih mondar-mandir sambil menggigit kuku jarinya.

Seoho mengambil ponsel dari dalam tas ranselnya. Ia harus segera menghubungi Harin atau temannya yang lain. Namun, ponsel yang jarang ia sentuh itu mati. Ia mencoba menyalakan lagi ponselnya, namun tetap saja mati. Ah, sial! Seoho juga lupa membawa charger ponselnya.

“Ini gimana?! Yang lain pada kemana sih?! Ya Tuhan, masa gue kekunci di Sekret! Gila! Ini siapa yang jahil ngunciin pintu sih?! Sumpah kalo dateng gue sembur beneran deh!” gerutu Seoho hampir gila.

Terkunci di dalam ruangan kesekretariatan adalah mimpi buruk, apalagi dengan kondisi kelaparan seperti yang dialaminya.

Lee Seoho berjalan menuju ke arah jendela belakang. Membuka lebar jendela itu sambil celingukan. Siapa tahu ia dapat meminta tolong pada seseorang yang masih berada di kampus pada jam segini.

Mata Lee Seoho menelisik setajam elang. Ia mendapati objek yang sedang berjalan di bawah sana. Seorang cowok dengan membawa tas ransel besar di halaman depan gedung UKM RBW.

“Lee Seoho! Kamu ngapain di situ?!”

MAMPUS!!

SHIT! SHIT SHIIITTT!!!

Seoho merasa detak jantungnya terhenti saat itu juga. Seseorang yang berada di bawah sana adalah… Tidak! Lee Seoho tidak mau melihat batang hidung manusia itu lagi.

Secepat kilat ia menutup jendela. Lebih baik ia membusuk di dalam sini daripada bertemu dengan cowok bajingan itu lagi.

-cccCCCccc-

“Jo, gue duluan ya. Sorry banget nih,” kata Hwanwoong tak enak hati. “Lo balikin tools sendiri nggak apa-apa, kan?”

Youngjo terus memasukkan boulder tools-nya ke dalam sebuah tas tanpa menghiraukan Hwanwoong yang sudah tidak sabar untuk cabut dari kawasan gedung UKM RBW.

“Nih, kuncinya. Gue cabut ya, Jo!” pamit Hwanwoong seraya menepuk bahu Youngjo.

“Yo!” sahut Youngjo dengan asal.

Ah, sial. Hari sudah mulai gelap dan tinggalah ia satu-satunya manusia yang masih berada di depan boulder board. Sesungguhnya mereka sudah lama selesai latihan, namun Youngjo dan Hwanwoong tidak segera membubarkan diri. Mereka terlalu asyik membahas event dari kampus seberang yang akan mengadakan kompetisi rock climb hingga lupa waktu. Mendengar itu, Kim Youngjo yang merupakan salah satu pemanjat terbaik RBW makin keranjingan.

Selesai memasukan tools, Youngjo segera membawa tas yang beratnya sekitar tiga puluh kilogram itu. Ia sudah terbiasa dengan tas-tas besar nan berat ketika mendaki gunung.

Youngjo meninggalkan papan panjat dan mengarungi jalan menuju tangga gedung UKM. Dalam keadaan sepi dan sendiri seperti ini, rasa akan kegalauan, penyesalan dan kerinduan itu muncul lagi. Youngjo selalu teringat akan bayang-bayang tidak lain tidak bukan adalah Lee Seoho. Ia mendongakkan kepalanya dan menghela napas.

Youngjo memejamkan matanya. Mencoba menghapus bayangan Lee Seoho yang jauh dari tingkatan level menawan bagi seorang Kim Youngjo. Tentu saja! Mantan-mantan yang pernah berkencan dengannya jauh lebih menarik dibandingkan Lee Seoho.

Youngjo menghela napas pelan dan membuka kembali matanya. Taburan bintang mulai terlihat di langit yang gelap. Tetapi perut Youngjo sudah mulai keroncongan. Jadi ia harus segera keluar dari lingkungan kampus dan mencari makan.

Ketika Youngjo ingin melangkahkan kaki, tak sengaja ia melihat seseorang disalah satu jendela lantai dua gedung UKM. Sosok itu sangat menyerupai dengan yang baru saja terbesit di benaknya.

Langkah Youngjo terhenti. Tak salah lagi. Itu adalah Lee Seoho. Kim Youngjo sangat yakin itu adalah Lee Seoho. terbukti oleh tatapan mata mereka yang menyatu dan terkoneksi.

“Seoho?” gumamnya.

Benar! Youngjo sangat mengenali wajah itu. Melihat ekspresi lucu Lee Seoho yang kikuk, Youngjo tertawa.

“Lee Seoho! Kamu ngapain di situ?!” tanya Youngjo setengah berteriak.

Youngjo tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya. Sosok itu tiba-tiba saja menutup jendela dan menjauh. Entahlah, Youngjo merasa sangat senang melihat keberadaan Lee Seoho setelah beberapa hari tidak pernah bertemu.

Tanpa menghiraukan carrier berisi alat-alat panjat yang pastinya berat itu, ia menggerakan kakinya yang terbungkus sepatu boot mahal nan modisnya itu dengan cepat. Ia berlari seperti kesetanan memasuki gedung UKM. Menaiki tangga tanpa menyadari betapa beratnya beban yang ia bawa dan berhenti di depan pintu bertuliskan UKM Seni RBW.

Tanpa menurunkan carrier-nya, Youngjo mengetuk pintu ruang UKM Seni dengan napas sedikit terhengal. Tak ada jawaban. Aneh, Youngjo sangat yakin ia melihat Seoho dengan jelas di jendela.

“Ho… Lee Seoho…”

Masih tak ada jawaban.

“Ho?! Kamu di dalam, kan?!”

Mendengar suara Kim Youngjo yang terus memanggil namanya, Lee Seoho makin gugup dan bingung. Dari seluruh manusia yang masih berkeliaran di kampus, mengapa harus Kim Youngjo?!

“Seoho?!“

Seoho makin tak karuan. Ia mondar-mandir berpikir apa yang harus ia lakukan. Ini adalah kesempatan untuk meminta bantuan, namun di sisi lain mengapa harus Kim Youngjo yang menjadi pahlawan kemalangannya? Bukan! Kim Youngjo tak pantas disebut pahlawan, lebih tepatnya pelaku pelecehan!

Dari celah pintu, Youngjo dapat melihat bayangan seseorang yang sedang hilir-mudik. Tak salah lagi, sudah pasti itu Lee Seoho. Tak sabar dan mulai penasaran, Youngjo mencoba membuka pintunya, dan terkunci.

“Ho, buka pintunya, Ho… Kamu nggak apa-apa kan?!”

Cowok itu sudah tahu bahwa pintunya terkunci. Seoho semakin panik. Apakah ia harus mengusir cowok itu atau justru meminta tolong padanya. Tapi di sisi lain, perutnya makin keroncongan. Lee Seoho benar-benar dilema.

“Ho, kamu beneran nggak apa-apa?!”

Masih tak ada respon, Youngjo pun berkata, “Ya udah aku pergi—”

“G-Gue kekunci!”

“Kok bisa?!”

Seoho melangkah mendekat ke pintu. Hatinya tak karuan. Ia merasa takut dan bingung.

“Nggak tahu… pokoknya gue kekunci.” sahut Seoho.

“Kamu udah coba telepon temen kamu?”

“Hape gue baterainya habis…”

Astaga! Lee Seoho benar-benar luar biasa!

“Kamu hafal nomor salah satu teman UKM kamu?” tanya Youngjo dengan nada yang mencoba menenangkan Seoho.

“Nggak ada.”

Nice!

Youngjo terdiam sejenak. Ia menurunkan carrier-nya yang sudah membuat bahunya pegal. Bodoh, untuk apa terus membawa tas besar itu jika hanya berdiri seperti orang tolol? Ia menaruh tasnya ke lantai dan kembali mendekatkan wajahnya ke celah pintu.

“Aku coba dobrak ya?!” serunya.

Tanpa menunggu jawaban Seoho, Youngjo mulai menabrakkan tubuhnya ke pintu. Dengan keras dan berulang-ulang hingga tubuhnya terasa sakit. Youngjo meringis sambil memegangi lengan dan bahunya. Upaya terakhirnya yaitu dengan menendangi pintu. Nihil, pintu masih tertutup rapat.

Dari dalam, Seoho dapat mendengar ringisan Youngjo yang sepertinya mulai kesakitan dan kelelahan karena mendobrak pintu menggunakan tubuhnya. Seoho tersadar akan sesuatu yang penting dan berkata, “Pintunya emang rada somplak, sering macet nggak jelas!”

Youngjo berdecak kesal. “Pantes…” keluh Youngjo, ia merenggangkan otot bahunya sejenak.

“Gimana dong?” gumam Seoho frustasi.

Youngjo dapat mendengar jawaban dari Seoho yang menyiratkan ketakutan. “Nggak usah takut, Ho… Ini lagi aku usahain biar kamu bisa keluar.”

Youngjo diam sejenak. Menguras otaknya. Berpikir keras untuk mencari jalan keluar.

Diam.

Hening.

Dan.. dapat!!

Munculah ide di kepala mesum Kim Youngjo. Ia segera berkata, “Ho, kamu bisa ke jendela tadi?”

Pertanyaan Youngjo membuat Seoho mengerutkan dahinya. “Jendela? Kenapa?”

“Tunggu di sana. Buka jendelanya lebar-lebar. Aku manjat.”

Kim Youngjo segera lari menuruni tangga dengan cepat menuju gudang UKM Mapala yang berada di lantai dasar. Tiba di sana, ia segera mengambil sebundel kunci-kunci yang diserahkan Hwanwoong sebelumnya.

Satu.. bukan.

Dua.. bukan.

Tiga.. Argh! Youngjo semakin kesal.

Pada kunci keempat, akhirnya ia dapat membuka gudang UKM paling cadas di RBW itu. Ia segera menyalakan lampu dengan menekan saklar yang ada di sebelah pintu. Youngjo masuk dengan tergesa-gesa dan menyambar tangga lipat yang bertengger di dekat lemari.

Ia melangkah cepat membawa tangga itu keluar dan berhenti ketika melihat Seoho berdiri di depan jendela. Youngjo membuka lipatan tangga dan mengarahkan ke jendela. Sial! Gedung UKM terlalu tinggi dan tangga ini terlalu pendek untuk mencapai jendela.

Kim Youngjo, sebagai salah satu climber terbaik Universitas RBW tentu saja tak takut hanya dengan memanjat gedung ini. Ia sudah mahir dengan segala ketinggian dan tetek bengek dalam dunia panjat memanjat.

Dengan tenang, Youngjo mulai menaiki tangga yang pendek itu satu per satu. Hingga pada pijakan terakhir, ia berpegangan pada kanopi. Youngjo sadar, tubuhnya bergetar. Dia baru ingat bahwa perutnya belum diberi asupan sejak tadi siang. Dengan sisa tenaga yang ada, Youngjo menginjakkan kakinya di kanopi yang terbuat dari semen berkerangka kawat.

Kim Youngjo perlahan berdiri dan berpegangan pada pondasi gedung. Ia melepas sepatu boot mahalnya dan melempar asal ke tanah. Dengan kaki telanjang Youngjo memanjat. Tangannya mencengkram kuat rangka jendela ruang UKM Seni.

Mudah bagi Youngjo, tentu saja cowok dengan hand grip yang tak main-main itu dengan enteng menaiki jendela. Membuat Seoho takjub dengan aksi heroik cowok yang selama ini ia maki dan kutuk.

Seoho bergerak mundur saat mendengar Youngjo menggeram dan sekuat tenaga mengangkat tubuhnya agar dapat masuk ke dalam jendela.

Youngjo sudah menginjakkan kakinya di lantai ruang UKM Seni yang terkunci itu. Mendapati wajah Seoho yang masih ketakutan.

“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Youngjo hati-hati.

Rasa takut dan cemas yang Seoho alami masih terasa di relung hatinya saat menatap manik mata Kim Youngjo dari dekat.

Bagaimana jika cowok ini akan memperlakukan yang sama seperti saat berada di parkiran kampus pada beberapa hari yang lalu? Tidak! Seoho tidak mau itu terjadi lagi.

Seoho perlahan melangkah mundur menjauhi Youngjo. Tak peduli cowok itu yang menatapnya terkejut seolah bertanya ada apa dan apa yang salah pada diri Youngjo.

“Ho?”

Youngjo akan merasa benar-benar berdosa jika Seoho masih menyimpan rasa takut dan bencinya. Youngjo akan merasa sangat bersalah jika Seoho masih belum memaafkannya.

Tiba-tiba tubuh Seoho tertarik dan membeku seketika saat sebuah pelukan lembut menyatu dengan tubuhnya.

“Maafin aku, Ho…”

Cowok itu meminta maaf untuk yang kesekian kalinya. Kim Youngjo mengelus puncak kepala Seoho dengan rambut yang sedikit berantakan.

Pasrah. Seoho terlalu lelah akan rasa trauma itu. Seoho benar-benar muak dengan semua ini. Ia sendiri sudah terlalu letih untuk membenci cowok yang sudah berulang kali meminta maaf padanya.

Kepalanya yang semula menunduk ke bawah kini bersandar pada dada kokoh Kim Youngjo. Ia dapat mencium aroma tubuh yang bercampur dengan parfum yang melekat di kulit dan kaos cowok itu.

Youngjo tak pernah menyangka bahwa Seoho akan seperti ini setelah kedatangannya. Ia murni menolongnya. Sekaligus meminta maaf atas kesalahan yang ia perbuat.

Perlahan Youngjo mengeratkan pelukannya. Merengkuh Seoho hingga tubuh mereka benar-benar tertempel seperti perangko dan amplop. Youngjo menundukkan kepalanya dan membenamkan hidungnya ke puncak kepala Seoho.

“Maafin aku, Ho… Aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu…”

Tak ada tanggapan dari Seoho. Ia meremas kaos Youngjo. Membuat cowok itu merasakan cengkraman lemah Seoho.

“Kamu bisa kan maafin aku?”

Seoho masih diam. Ia memejamkan matanya dan mendengarkan tiap detak jantung Youngjo.

“Jawab, Ho.. aku nggak mau selalu merasa bersalah sama kamu. Aku juga nggak mau bikin kamu marah terus tiap kita ketemu.”

Youngjo merasa kepala Seoho bergerak. Seoho mengangguk lemah di dadanya. Youngjo tersenyum puas. Ia perlahan melonggarkan rengkuhannya dan membuat Seoho menatap matanya.

Kim Youngjo sudah dimaafkan.

“Satu hal yang harus kamu ingat, Ho. Aku nggak pernah bermaksud dan nggak akan nyakitin kamu.”

Untaian kalimat yang terdengar tulus itu sungguh membuat Seoho terenyuh. Ia tenggelam di manik mata hitam kecoklatan Kim Youngjo. Begitu pula dengan Kim Youngjo, ia tersesat dalam indahnya paras makhluk Tuhan yang berada di dekapannya.

Pandangan mereka tak lagi fokus. Perlahan Kim Youngjo menghapus jarak di antara bibir mereka. Perlahan Lee Seoho memejamkan matanya dan menunggu saat itu tiba.

Dan mereka, berciuman lagi.

TBC