Chapter 8

Notes: fotonya suka eror, klik linknya aja ya. Happy reading:)

“Ho, kita mau ngomong sama lo.”

Suara berat dan serak milik Ju Harin membuat Seoho mengalihkan pandangannya dari gelas berisi jus melon. Raut wajah dan nada bicaranya agak serius. Sepertinya Seoho sudah mengerti topik pembicaraan apa yang akan Harin arahkan.

Seoho memutar bola matanya malas. “Soal Youngjo?” tanyanya sambil berdecak.

Demi Tuhan Seoho sangat malas menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara dua temannya itu dan Youngjo kemarin. Tadi malam, setelah ia sampai di kost dan men-charger ponselnya. Mulai pesan singkat, chat, hingga aplikasi sosial media lainnya. Dan pemberitahuan terbanyak dimenangkan oleh mereka berdua.

Kedua temannya memaksa mengajaknya bertemu di tempat lain. Dan di sinilah Seoho, Harin dan Dongju. Sebuah restoran yang tak jauh dari tempat kostnya berada. Lumayan, hitung-hitung ia juga mengirit uang transportasi.

“Iya, siapa lagi kalo bukan cowok bajingan itu!” sahut Dongju tak sabaran.

Seoho menghentikan adukan sedotan pada jus miliknya. ”Dia nggak bajingan, Dongju, kalian salah paham,” bela Seoho.

Mendengar pembelaan itu, Harin menghela napas berat. “Ho, kita itu nggak mau lo kenapa-kenapa. Gue tau sendiri lo dilecehin sama dia, dan kemarin dia ngulangin hal yang sama.”

“Rin, udah gue bilang ini semua salah paham. Youngjo cuman nolongin gue yang kekunci di ruang sekret!” sahutnya.

Nada suaranya sedikit tinggi dari biasanya. Seoho memijat dahinya. “Nggak tau deh gimana jadinya kalo Youngjo nggak nolongin gue waktu itu. Bisa-bisa gue loncat dari jendela.”

Dongju berdeham. “Ehem! Soal pintu sekret yang dikunci itu, gue sama Harin sengaja ngunci pintunya, Ho.”

Seoho syok sejenak sebelum ia meledak. “Sialan lo berdua! Gue hampir gila di dalam sekret!”

Harin dan Dongju meringis bersamaan setelah menerima serangan dadakan berupa jambakan pada rambut mereka. Seoho dengan gemas menjambak kedua temannya itu.

“Sumpah kalian berdua nyebelin banget! Asu!!!” maki Seoho tak henti-hentinya.

Dongju menyisir rambutnya ke belakang setelah Seoho melepas cengkraman tangan pada rambutnya. “Habis lo kebo banget. Kita nggak enak bangunin lo, jadi kita kunciin aja sekretnya daripada lo kenapa-kenapa pas kita tinggal buat beli makan.” jelasnya.

“Lo nya juga nggak nelpon kita sih.” timpal Harin.

“Hape gue baterainya habis, cuk. Nggak bawa charger.” sahut Seoho seraya menghela napas.

Mereka diam sejenak. Tak ada yang berbicara. Seoho kembali meminum jus melonnya yang tersisa setengah gelas. Harin bersandar pada kursinya. Dan Dongju terlihat sedang berpikir. Keningnya mengerut. Ia membenarkan duduknya lebih tegap.

“Ho,” panggilnya.

“Apa?” sahut Seoho.

Dongju berhenti mengetukkan jemarinya ke permukaan meja dan berkata, “Mending lo jauhin Kim Youngjo deh. Kita nggak mau lo kenapa-kenapa. Kita tau bener gimana anak Mapala, apalagi si Youngjo itu.”

Mendengar apa yang dituturkan Dongju, Seoho mengembuskan seluruh udara yang tersimpan dalam dadanya. Apakah mereka akan terus membahas tentang Kim Youngjo?

“Dongju, udah lah…”

“Dengerin kita dulu, Ho. Lo harus tau!” sambar Harin.

“Sebagai teman yang baik, kita pasti pengen yang terbaik juga buat lo. Kita bertiga di sini, ditambah Kanghyun udah tau kalo Kim Youngjo pernah kurang ajar sama lo. Jangan lupa, lo udah dimacem-macemin sama dia. Asal lo tau, Kim Youngjo itu playboy-nya RBW.”

“Ho, kita sebagai teman lo jelas nggak mau lo dimacem-macemin,” tambah Dongju.

Semua itu memang benar. Apa yang dikatakan Harin itu adalah fakta. Bahwa Kim Youngjo adalah cowok yang berbahaya. Seoho tahu itu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa kemarin ia merasakan sesuatu yang membuatnya merasa nyaman bersama cowok itu.

Akan tetapi, dibalik rasa aman itu terdapat keraguan yang membuat Seoho bimbang. Entah, Seoho pun bingung dengan perasaannya sendiri.

“Kalo menurut saran gue nih, mending lo jalan sama Bang Geonhak. Dia lebih bisa dipercaya dibanding Youngjo.” timpal Dongju.

Sekali lagi, apa yang dikatakan oleh temannya itu sangat benar. Jelas bahwa Kim Geonhak jauh lebih baik daripada Kim Youngjo. Geonhak lebih dewasa dan dapat membimbing serta menjaga Seoho lebih baik. Dan sebagai nilai tambahnya, Geonhak tidak pernah melakukan hal-hal kurang ajar seperti yang Kim Youngjo lakukan padanya.

“Pikir baik-baik, Ho.”

-cccCCCccc-

Suara petikan gitas terdengar. Dari titik kunci C, ke Am lalu ke Dm dan A sebagai interlude pengakhir bagian lagu yang mengalun indah. Setelah selesai menyanyikan beberapa lagu untuk penampilan di sebuah acara besok, Lee Seoho meletakkan gitar akustik kesayangannya.

“Selebihnya kayak gitu. Buat kajun nyusul deh tentuin ketukan yang bener,” kata Seoho pada anggota band-nya yang lain.

“Siap kak!”

Latihan selesai. Anggota UKM Seni yang berada di studio itu mulai berhamburan keluar. Kanghyun berdiri dari tempat duduknya sambil mengibas pelan area lehernya.

“Ho, gue balik duluan ya,” pamit Kanghyun seraya mengambil tas ranselnya.

Seoho berbalik setelah mematikan tombol off kabel yang terhubung dengan sound system. “Hati-hati, jangan lupa besok.”

Kanghyun melambaikan tangannya dan berkata, “Iyee, bye…”

Dan tinggal ia sendiri di ruang studio musik. Anggota lain sudah membubarkan diri. Sebagian ada yang pulang, sebagian lagi yang keluar hanya untuk membeli makanan. Seoho merasa perutnya mulai keroncongan lagi. Padahal sebelum latihan ia sudah makan satu porsi bakmi.

“Seoho!”

Merasa namanya dipanggil, Seoho menoleh. Seketika kedua sudut bibirnya melengkung ke atas mengetahui siapa yang memanggilnya. Seorang cowok bertubuh jangkung melambaikan tangan setelah ia keluar dari studio musik.

Kim Geonhak segera menghampiri Seoho dan bertanya, “Udah selesai latihannya?”

Seoho mengangguk. “Baru aja. Dari mana?”

“Baru selesai konsul. Skripsiku udah ACC lho, tinggal siap-siap ujian kompre buat minggu depan,” kata Geonhak dengan senyum lebarnya.

“Wah akhirnya selesai juga. Selamat ya! Lumayan cepet juga. Berarti wisuda bulan depan dong?”

Geonhak mengangkat alisnya sebanyak dua kali. “Iya doain aja ya, biar lancar. Oh iya, udah makan?”

“Emm…udah sih, tapi…”

Geonhak tertawa. “Ya udah makan dua kali aja. Soalnya aku belum makan siang.”

Tanpa menunggu jawaban, Geonhak segera menarik tangan Seoho dan membawanya menjauh dari studio musik. Mereka berjalan beriringan menuju mobil SUV putih milik Geonhak. Merasakan genggaman tangan Geonhak membuat Seoho semakin salah tingkah.

Cowok berbahu lebar itu selalu berhasil membuat wajah Seoho selalu menghangat jika berada di dekatnya. Apalagi jika tangannya digenggam seperti sekarang.

Geonhak membukakan pintu untuk Seoho setelah ia memencet tombol alarm pada kunci mobilnya. Seperti biasa, begitulah perlakuan gentle Geonhak padanya. Selalu membuat jantung Seoho menjadi lebih dag-dig-dug serr.

Geonhak segera menyalakan mesin mobilnya dan memindahkan porsneling dari posisi P ke D. Dengan menginjak pedal gas, perlahan mobil pun beranjak meninggalkan area parkir. Geonhak menyalakan radio sebagai pengusir kecanggungan di antara mereka.

Tak perlu memakan waktu lama, akhirnya mobil berbelok dan menepi di depan sebuah rumah makan cepat saji. Dengan ayam goreng berbumbu super-duper pedas sebagai menu andalannya.

Seoho terkekeh saat mobil sudah terparkir dengan rapi. Ia melepas sabuk pengamannya dan bertanya, “Jadi menu sore ini yang pedas-pedas ya?”

Geonhak tertawa. “Kita lihat siapa yang paling tahan makan yang pedas-pedas.” sahut Geonhak.

Mereka pun masuk secara beriringan menuju konter kasir untuk memesan dan membayar langsung. Setelah selesai, Geonhak membawakan satu nampan berisi setumpuk ayam goreng dengan bumbu cabai merah di atasnya, lalu meletakkannya di atas meja.

“Makan yang banyak ya.” kata Geonhak seraya menyodorkan satu gelas besar cola dingin pada Seoho.

“Iya…” sahut Seoho. Ia membelah sumpitnya menjadi dua.

Kompetisi makan ayam pun dimulai. Mereka mengisi perut dengan hikmad. Tak ada yang bicara. Satu sama lain mendesis bergantian karena kepedasan. Kadang mereka tertawa. Bibir sudah merah. Jontor seperti habis disengat lebah.

“Barusan habis latihan buat acara apa, Ho?” tanya Geonhak masih agak kepedasan.

Seoho segera menelan makanan yang ia kunyah sedari tadi. “Acara kampus seberang. Ada lomba gitu, jadi tiap kampus yang partisipasi harus ngisi acara itu juga. Kayak jadi guest star gitu deh,” jelas Seoho.

“Aku nggak tau juga sih gimana jelasnya, Harin yang paling ngerti,” sambungnya.

Geonhak mengangguk mengerti. “Maaf ya, Ho. Aku jadi jarang ke sekret sekarang soalnya udah nggak ada kuliah lagi. Ke kampus jarang banget. Paling banter cuma buat konsul, selebihnya sibuk persiapan lanjut magister.”

“Wah, langsung lanjut magister? Keren!” seru Seoho senang.

Dengan asiknya Seoho dan Geonhak saling berbicara. Menceritakan kisah lucu satu sama lain. Tak hentinya juga Lee Seoho terbahak mendengar cerita-cerita konyol yang Geonhak alami bersama para senior UKM Seni lainnya. Pada dasarnya cowok bertubuh jangkung ini memang cowok yang lucu, unik dan mempunyai selera humor yang oke. Akan tetapi, jika ia berdekatan dengan Geonhak, entah mengapa ada segelintir rasa canggung menggerogotinya.

Ting!

Ting!

Ting!

Suara dering pertanda pesan masuk mengisi notifikasi ponsel Seoho. Ia tak menghiraukan dering tersebut. Lebih memilih mendengar cerita Geonhak yang mengocok perutnya.

Tak peduli bagaimana tatapan orang kepada mereka berdua. Ia hanya ingin mengikuti alur yang Geonhak arahkan. Cowok ini benar-benar mampu membuat suasana hatinya jadi lebih baik. Seoho dapat dengan mudah melupakan segala kegundahan hatinya jika sedang bersama Geonhak.

Kim Youngjo? Entahlah, Seoho tak yakin. Hanya saja, jauh dalam relung hatinya, tak dapat dipungkiri ia juga merasa nyaman bersama cowok itu. Menurutnya, Youngjo memang pribadi yang hangat dari cowok itu berbicara padanya, menatap matanya, bahkan walaupun Seoho selalu memberikan tanggapan yang kurang ramah untuknya.

Bersama Kim Youngjo, Lee Seoho dapat menjadi dirinya sendiri. Ia dapat dengan bebas mengungkapkan isi hatinya. Tak peduli bagaimana awalnya Seoho membenci cowok itu, ia tetap tak menyerah untuk meminta maaf. Bahkan sampai nekat memanjat gedung UKM hanya untuk menghampiri Lee Seoho.

Pantas saja sebagian besar mahasiswi Kampus RBW berlomba-lomba mendekati dan menggilai Kim Youngjo. Tak hanya tampan, namun kepribadian hangat dan ramahnya juga menjadi daya tarik tersendiri.

Ting!

Ting!

Dering ponsel kembali terdengar. Membuat percakapan dan tawa mereka kembali terinterupsi. Geonhak perlahan berhenti tertawa.

“Hape kamu tuh,” celetuknya.

“Oh iya, bentar,” sahut Seoho.

Seoho segera merogoh ponsel di dalam saku celananya. Ia membuka notifikasi ponselnya dan menemukan banyak pesan dari…

Kim Youngjo.

Seoho mengerutkan keningnya dengan helaan napas berat saat membaca satu persatu isi pesan itu. Ia juga menemukan beberapa panggilan tak terjawab dari cowok itu. Melihat semua itu membuat Seoho kembali gundah. Ia teringat akan saran-saran dari dua sahabatnya kemarin.

Lee Seoho mengerti apa yang dimaksud oleh Ju Harin dan Son Dongju. Ia tahu, kedua temannya itu menginginkan yang terbaik untuknya. Akan tetapi, sanggupkah ia melawan godaan untuk tak terjatuh pada perangkap yang telah Kim Youngjo buat di hatinya? Ia sudah menetapkan hatinya untuk menghindar dari Kim Youngjo sesuai dengan instruksi Harin dan Dongju. Dan ia berharap semoga keputusannya itu tepat.

Seoho mencoba menenangkan pikirannya. Ia pun memutuskan untuk membalas pesan itu. Seusai pesan terkirim, Seoho segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

Geonhak yang melihat gelagat Seoho mengernyitkan dahinya. “Dari siapa, Ho?” tanya Geonhak penasaran.

Seoho menggeleng cepat lalu menjawab, ”Oh? Nggak….cuman dari operator doang, hehehe. Lupa belum isi pulsa.” elak Seoho.

Geonhak tertawa kecil. “Dapet SMS operator udah kaya dapet SMS dari mantan kamu aja, Ho. Pake ekspresi galau segala.”

![image](https://i.imgur.com/MhHrLCd.png)