A nest of my self-indulgent writings.

tw: infidelity

Ada getar halus dalam hati yang dirasa saat kulit tangan tak sengaja bersentuhan. Telinganya merah pertanda malu. Pipimu pun terasa panas, mungkin akan berwarna serupa jika tidak tertutup perona pipi yang sedang dipakai. Dari sudut mata, bisa dilihat gerak-geriknya yang canggung setelah kontak fisik denganmu barusan.

Ini bukan kali pertama.

Kamu dan dia sering bertukar pandang secara diam-diam. Saling melempar senyum saat tak ada yang melihat. Saling mengucap nama masing-masing dalam hati saja. Tak berani beraksi, tak punya nyali untuk bergerak maju.

“Sayang?”

“Ya?”

“Tolong susul Chan, dong. Kayaknya dia nggak bisa beli semuanya sendirian.”

Permintaan pacarmu menjadi awal mula tangan yang saling mendekap, bibir yang bersentuhan, dan deru napas berat yang hanya bisa didengar dua sosok manusia dalam mobil yang saling mencumbu.

“Chan…”

“Kali ini aja, please.” Pintanya, dengan kedua mata berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan semua emosi yang ia miliki. “Biarin aku kasih liat seberapa besar aku sayang sama kamu.”

Selanjutnya ada tangan yang bergerilya di balik kemejamu, rambutnya yang berantakan karena jari-jarimu, dan airmata sebagai bentuk nyata rasa bersalah serta ingin yang melebur jadi satu.

Pajangan anjing di dashboard mobil menjadi saksi bisu. Karena saat sudah kembali nanti, kamu bukan lagi miliknya dan dia bukan lagi punyamu.