naskahjingga

@naskahjingga on twitter.

#

image

Matahari berada persis di atas kepala sang tuan yang sedang memikirkan sebuah raga yang jauh disana. Pikiran nya menerawang jauh disertai penyesalan dari lubuk hatinya. Rindu? sudah pasti. Mereka bertemu terakhir kali satu tahun yang lalu saat sang puan menjalani Seminar Proposal Skripsi.

“Lang.”

Lamunan Elang buyar ketika teman nya, Jupiter memanggil namanya sembari menyodorkan sebotol minuman dingin yang ia beli di supermarket. Ternyata, mobil mereka sudah berhenti di depan supermarket sedari tadi.

“Ngelamun aja lo, bentar lagi sampe. Siapin diri lo buat cerita yang sebenarnya sama Tea.”

“Gue takut dia ninggalin gue, jup”, ujar Elang sembari menggeleng pelan.

Jupiter terdiam lalu menghembuskan nafas pelan, “Gimanapun sikap Tea nanti, itu yang terbaik buat lo. Yang terpenting, lo udah berusaha cerita dan jujur sama dia.”

“Gue belum siap kehilangan dia..”

“Jangan pikiran lo ditinggalin terus, lo juga harus berfikir posit—”

“Siapa yang mau punya hubungan sama anak haram kaya gue, jup?”, potong Elang cepat.

“Gue. Gue gak peduli lo anak haram ataupun halal yang terpenting lo adalah Elang. Elang Orion Kale yang gue kenal. Anak haram bukan kesalahan lo. Itu salah nyokap bejat lo. Jangan suka nyalahin diri sendiri karena kesalahan yang bukan ulah lo sendiri. Lo tetap teman terbaik gue.”

Elang menunduk sembari memikirkan perkataan Jupiter tadi. Melihat itu tanpa bicara lebih panjang lagi, Jupiter kembali melajukan mobil nya menuju Bandung. Hening kembali menyelimuti mereka, hanya terdengar suara deru mesin yang sedang bekerja.

“Percaya sama cewe lo, dia bukan orang yang kaya gitu.”


Di saat seluruh penghuni bumi terlelap menikmati mimpi mereka masing masing, aku justru terbangun karena bunyi televisi yang sengaja tidak aku matikan sebelumnya. Bukan apa apa, aku hanya takut akan keheningan malam. Apalagi saat ini aku sendirian di rumah yang bagiku sangat besar ukurannya.

Aku menunggu kedatangan kedua orang tuaku dari bali. Bunda bilang padaku bahwa aku harus duduk manis saat mereka datang. Sedangkan kata ayah aku harus siap di ruang tamu saat mereka memasuki rumah. Katanya, itu merupakan sedikit bagian dari tata krama kesopanan kepada orang tua.

Aku sangat berusaha menahan kantuk ku. Secara jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sedikit lagi berganti hari.

Remote televisi di atas mejaku raih, lalu menekan tombol yang ada dengan perasaan malas. Rasanya malas sekali dan sepersekian detik terbesit di benakku bahwa aku lebih baik melanggar norma kesopanan yang di buat kedua orang tuaku. Tapi aku ingat, bagaimana kerasnya ayah dan bunda kepada anak semata wayang nya ini.

Sial, mataku berat sekali.

“Berita dini hari, sebuah pesawat airlines B-71 dikabarkan hilang kontak pada pukul 23:49 malam. Sebanyak 230 penumpang dinyatakan hilang usai kepolisian mendapat kabar tersebut. Saat ini, pihak kepolisian sedang berusaha menyelidiki dan mencari keberadaan pesawat yang terbang dari Bali menuju Jakarta itu. Polisi berharap kepada anggota keluarga penumpang untuk tetap tenang dan berdoa agar para penumpang bisa ditemukan dalam keadaan selamat dan—”

image

”BUNDAA, Bunda tau gak? Aku sayaaaaaaanggg bgt sama bunda! Apalagi saat bunda bikinin aku permen coklat!”

Raga kecil itu merengkuh tubuh ramping sang bunda, mencium pipi sang bunda lalu ia merasa bahwa ia adalah anak terbahagia saat ini.

”Kamu ini, jangan keseringan makan coklat ya nanti gigi kamu bolong bolong kayak ayah, hihi.”

Raga kecil itu mendongak ke atas lalu menangkap sosok kekar yang berdiri di belakang sang bunda. Sosok itu adalah ayahnya yang katanya sangat kaku.

”Gigi ayah sudah bagus ya jangan sembarangan kalau ngomong. Udah di timpa sama No Drop supaya gak bolong lagi.”

”Kamu nge lucu sayang? haha.”

”Ayah Bunda jahat..”

—-

Sebuah dering telepon terdengar diantara heningnya kamar pasien bernama Sekar. Disana hanya ada seorang laki laki dan seorang pasien wanita yang belum kunjung membuka matanya.

Dia adalah Hijau dan Sekar.

Bian menitipkan adiknya kepada Hijau karena ia harus pergi bekerja. Sebelumnya, ia mengambil cuti selama menemani adiknya dirumah sakit yaitu sekitar 6 hari. Orang tuanya? Sebenarnya mereka mendapat tugas dinas ke luar negeri di hari pertama Sekar dirawat. Dan entah kenapa sampai sekarang belum pulang juga.

“woy jau, kamarnya no berapa?” ujar seseorang dari ujung sambungan telepon.

“lu pada ramean?”

“iya, komplit nih berenam”

“Jangan berisik ya jing, kalau berisik gue usir lo semua”

“iya sat, cepet no brp”


tok tok

“halo bestie”

“loh katanya udah sadar”

“pucet bgt mukanya”

Itulah berbagai macam gumaman 'calon sarana' circle. Hijau yang awalnya duduk di samping brankar Sekar berdiri menyambut teman temannya.

“Ka Bian mana?” ujar Ayres sembari menaruh sebotol minuman kopi yang sepertinya americano.

“Kerja”

“oh, yaudah nih americano”

Hijau menatap Ayres lalu tersenyum kecil sambil meminum americano nya “tau aja yg gue pengen”

“yoi bray”

“lo dari tadi malem disini jau?” itu yang bersuara adalah Ruvin, ia sedang duduk di sofa tamu sembari menyilangkan kakinya santai.

Hijau hanya mengangguk lalu kembali menyedot americano nya.

“berarti lo belom makan dari pagi, jau?” kali ini yang bersuara adalah Ira.

Hijau mengangguk kembali setelahnya ia menaruh gelas americanonya ke atas nakas.

Suasana hening, mereka semua asyik dengan dunia mereka masing masing.

“terus lo pada ngapain disini?” -Hijau “nongkrong, ya jenguk lah bego” -Kiano ” jenguk apa an pada asyik sendiri gini” -Hijau “ya terus ngapain? Nonton conjuring?” -Kiano “udah udah, mending ikut gue nyari makan yuk. Kalian belum makan siang kan??” -Ira “ojekin aja kan bisa” -Ayres “kalo mager mah bilang aja” -Ira “Alice ikuuutt” -Alice “Kiano, Ruvin? Yuk!” -Ira “Yuk, Ayres diajakin mabar gamau, males” -Kiano “lo noob sih” -Ayres “Dih, apaan bangsat” -Kiano

“udah.. Ingat, ini rumah sakit. Yuk, pake mobil gue aja nih kuncinya vin” Ira berjalan sembari melempar kunci mobil ke arah Ruvin dan berhasil ia tangkap.

“gue nyetir??”

“iyalah, masa Kiano.. Belah empat nanti mobil gue”

“Dih”

Alice, Ruvin dan Kiano mengikuti Ira yang sudah jalan duluan. Sebelum menutup pintu, Alice berpamitan dengan Hijau, Ayres dan Gavin yang masih setia di ruangan itu.

“Pamit ya”

Sebuah dering telepon terdengar diantara heningnya kamar pasien bernama Sekar. Disana hanya ada seorang laki laki dan seorang pasien wanita yang belum kunjung membuka matanya.

Dia adalah Hijau dan Sekar.

Bian menitipkan adiknya kepada Hijau karena ia harus pergi bekerja. Sebelumnya, ia mengambil cuti selama menemani adiknya dirumah sakit yaitu sekitar 6 hari. Orang tuanya? Sebenarnya mereka mendapat tugas dinas ke luar negeri di hari pertama Sekar dirawat. Dan entah kenapa sampai sekarang belum pulang juga.

“woy jau, kamarnya no berapa?” ujar seseorang dari ujung sambungan telepon.

“lu pada ramean?”

“iya, komplit nih berenam”

“Jangan berisik ya jing, kalau berisik gue usir lo semua”

“iya sat, cepet no brp”


tok tok

“halo bestie”

“loh katanya udah sadar”

“pucet bgt mukanya”

Itulah berbagai macam gumaman 'calon sarana' circle. Hijau yang awalnya duduk di samping brankar Sekar berdiri menyambut teman temannya.

“Ka Bian mana?” ujar Ayres sembari menaruh sebotol minuman kopi yang sepertinya americano.

“Kerja”

“oh, yaudah nih americano”

Hijau menatap Ayres lalu tersenyum kecil sambil meminum americano nya “tau aja yg gue pengen”

“yoi bray”

“lo dari tadi malem disini jau?” itu yang bersuara adalah Ruvin, ia sedang duduk di sofa tamu sembari menyilangkan kakinya santai.

Hijau hanya mengangguk lalu kembali menyedot americano nya.

“berarti lo belom makan dari pagi, jau?” kali ini yang bersuara adalah Ira.

Hijau mengangguk kembali setelahnya ia menaruh gelas americanonya ke atas nakas.

Suasana hening, mereka semua asyik dengan dunia mereka masing masing.

“terus lo pada ngapain disini?” -Hijau “nongkrong, ya jenguk lah bego” -Kiano ” jenguk apa an pada asyik sendiri gini” -Hijau “ya terus ngapain? Nonton conjuring?” -Kiano “udah udah, mending ikut gue nyari makan yuk. Kalian belum makan siang kan??” -Ira “ojekin aja kan bisa” -Ayres “kalo mager mah bilang aja” -Ira “Alice ikuuutt” -Alice “Kiano, Ruvin? Yuk!” -Ira “Yuk, Ayres diajakin mabar gamau, males” -Kiano “lo noob sih” -Ayres “Dih, apaan bangsat” -Kiano

“udah.. Ingat, ini rumah sakit. Yuk, pake mobil gue aja nih kuncinya vin” Ira berjalan sembari melempar kunci mobil ke arah Ruvin dan berhasil ia tangkap.

“gue nyetir??”

“iyalah, masa Kiano.. Belah empat nanti mobil gue”

“Dih”

Alice, Ruvin dan Kiano mengikuti Ira yang sudah jalan duluan. Sebelum menutup pintu, Alice berpamitan dengan Hijau, Ayres dan Gavin yang masih setia di ruangan itu.

“Pamit ya”

Sebuah dering telepon terdengar diantara heningnya kamar pasien bernama Sekar. Disana hanya ada seorang laki laki dan seorang pasien wanita yang belum kunjung membuka matanya.

Dia adalah Hijau dan Sekar.

Bian menitipkan adiknya kepada Hijau karena ia harus pergi bekerja. Sebelumnya, ia mengambil cuti selama menemani adiknya dirumah sakit yaitu sekitar 6 hari. Orang tuanya? Sebenarnya mereka mendapat tugas dinas ke luar negeri di hari pertama Sekar dirawat. Dan entah kenapa sampai sekarang belum pulang juga.

“woy jau, kamarnya no berapa?” ujar seseorang dari ujung sambungan telepon.

“lu pada ramean?

“iya, komplit nih berenam”

“Jangan berisik ya jing, kalau berisik gue usir lo semua”

“iya sat, cepet no brp”


tok tok

“halo bestie”

“loh katanya udah sadar”

“pucet bgt mukanya”

Itulah berbagai macam gumaman 'calon sarana' circle. Hijau yang awalnya duduk di samping brankar Sekar berdiri menyambut teman temannya.

“Ka Bian mana?” ujar Ayres sembari menaruh sebotol minuman kopi yang sepertinya americano.

“Kerja”

“oh, yaudah nih americano”

Hijau menatap Ayres lalu tersenyum kecil sambil meminum americano nya “tau aja yg gue pengen”

“yoi bray”

“lo dari tadi malem disini jau?” itu yang bersuara adalah Ruvin, ia sedang duduk di sofa tamu sembari menyilangkan kakinya santai.

Hijau hanya mengangguk lalu kembali menyedot americano nya.

“berarti lo belom makan dari pagi, jau?” kali ini yang bersuara adalah Ira.

Hijau mengangguk kembali setelahnya ia menaruh gelas americanonya ke atas nakas.

Suasana hening, mereka semua asyik dengan dunia mereka masing masing.

“terus lo pada ngapain disini?” -Hijau “nongkrong, ya jenguk lah bego” -Kiano ” jenguk apa an pada asyik sendiri gini” -Hijau “ya terus ngapain? Nonton conjuring?” -Kiano “udah udah, mending ikut gue nyari makan yuk. Kalian belum makan siang kan??” -Ira “ojekin aja kan bisa” -Ayres “kalo mager mah bilang aja” -Ira “Alice ikuuutt” -Alice *“Kiano, Ruvin? Yuk!” -Ira “Yuk, Ayres diajakin mabar gamau, males” -Kiano “lo noob sih” -Ayres “Dih, apaan bangsat” -Kiano

“udah.. Ingat, ini rumah sakit. Yuk, pake mobil gue aja nih kuncinya vin” Ira berjalan sembari melempar kunci mobil ke arah Ruvin dan berhasil ia tangkap.

“gue nyetir??”

“iyalah, masa Kiano.. Belah empat nanti mobil gue”

“Dih”

Alice, Ruvin dan Kiano mengikuti Ira yang sudah jalan duluan. Sebelum menutup pintu, Alice berpamitan dengan Hijau, Ayres dan Gavin yang masih setia di ruangan itu.

“Pamit ya”

“What?? L-lo?? Ini ka bian kar, Abian Birdetta Pradipta”

Raut wajah Sekar masih bingung “Kar? Nama gue Daun bukan kar kar apalah itu”

Bian panik lalu segera menekan tombol darurat dari samping ranjang Sekar berjiwa Daun itu.

“udah ah gajelas, gue mau pulang aja.. nanti ayah marah biaya rumah sakitnya bengkak kalo lama lama”

“DOKTER!! CEPAT KESINI!!”

“Heh apa an cepu bgt manggil manggil dokter, ssstt”

” Dek, pliss jangan gini.. Kakak tau kamu benci kakak t-tapi jangan pura pura ga kenal kakak gini.. Sakit dek” suara lelaki yang bernama Bian itu bergetar.

Sekar semakin terheran, siapa sih laki laki ini? Kenapa ia menangis dengan begitu mudah karenanya?

“l-lo fans gue ya??”

ceklek

“Dok, tolong adik saya..”

“Sebentar, biar saya periksa dulu”

Sekar yang posisinya sudah berdiri dan bersiap melepaskan infus nya, lantas berjalan mundur ketika Dokter dan Suster didepannya menghampirinya.

“HEH APA AN!! GUE UDAH BAIK BAIK AJA GA USAH DIPERIKSA PERIKSA LAGI!”

Tidak ada yang mendengarkannya.

“MUNDUR GUE BILANG! SERASA DI RUMAH SAKIT JIWA GUE DIKEPUNG BEGINI”

Karena geram tidak ada yang mendengarkan omongannya, Sekar melepaskan infus ditangannya secara paksa lalu mundur hingga mepet tembok.

Tangannya berasa nyeri sekali karena infus yang dilepas paksa lalu tetes demi tetes darah mengalir dan mendarat di lantai.

Untung, Sekar masih bisa menahan rasa sakit itu.

Sementara Bian? Ia merogoh ponsel yang terletak di atas nakas sembarang lalu berusaha menenangkan dirinya dengan menarik nafas perlahan.

Ternyata ia mengambil ponsel milik Sekar yang kebetulan tidak pernah Sekar beri kode atau sandi pengaman untuk ponselnya. Lalu ia tak sengaja membuka notifikasi chat dari Hijau, padahal ia ingin menelpon orang tua mereka.

“LEPAS!!”

“Nona Sekar, tenang dulu” ujar salah satu suster disitu.

“UDAH GUE BILANG, NAMA GUE DAUN BUKAN SEKAR!! MAKSA BGT SIH PENGEN GANTI NAMA GUE!! YANG ADA SELAMETAN DUA KAMBING KALO LO PADA GANTI NAMA GUE”

Sang Dokter dan suster tersebut masih berusaha menahan lengan Sekar kuat dan Sekar akui, ia kelelahan saat memberontak minta dilepaskan.

Karena tak kunjung menyerah, sang Dokter mengisyaratkan sebuah gerakan tangan kepada salah satu suster disitu lalu ia berjalan pergi dengan langkah yang cepat.

“Kesempatan nih”

Dug srak

Sekar menepis sangat kuat dua orang di depannya lalu berlari kencang ke arah pintu kamar.

ceklek

Bukan, bukan Sekar yang membuka pintunya melainkan Hijau.

“Sekar??” herannya dan tetap berdiri memblokir pintu.

“MINGGIR!!”

“TANGKAP!! JANGAN KASIH KELUAR!!” teriak Bian sembari berlari ke arah Sekar dan Hijau.

“Brengsek” umpat Sekar pelan lalu menatap tajam lelaki dihadapannya.

*“OKE OKE GUE NYERAH!! DIAM DISITU JANGAN DEKET DEKET GUE!!” ucap Sekar kemudian.

“Kenapa bang?” tanya Hijau yang masih bingung dengan keadaan.

“Liat sendiri” sahut Bian sembari menatap adik nya yang sudah terpojok.

“Hei, Sekar?? Lo baru sadar kenapa udah lari larian?” Hijau mendekati Sekar yang terjongkok perlahan, lalu mengeluarkan suara lembutnya yang mampu membuat hati siapapun terguncang.

“Siapa lagi lo??” sinis Sekar sekali lagi.

Deg

“l-lo ga kenal gue??”

Hijau berbalik menatap Bian lalu disambut anggukan oleh Bian. Hatinya sakit. Sangat sakit saat mengetahui fakta bahwa Sekar tidak mengenali dirinya.

“Sekar, coba lo inget inget lagi siapa gue”

“APASIH?? MAKSA BGT, TD MAKSA GANTI NAMA GUE SEKARANG MAKSA INGAT ORANG YANG JELAS JELAS GA PERNAH GUE LIAT”

Lagi lagi, hati Hijau sakit.

“Sekar..”

“NAMA GUE DAUN!! D-A-U-N”

ceklek

“Ini suntikannya dokter” ujar suster masuk kembali sambil membawa wadah kecil berisi dua biji suntikan yang sudah ada isinya.

Sang dokter mengambil suntikan itu lalu menghampiri Sekar yang masih dalam posisi jongkok bersama Hijau.

“SUNTIKAN?? GUE GAPAPA!! GAPERLU DISUNTIK SUNTIK!!” Teriak Sekar kencang lalu segera berlari ke penjuru ruangan yang lain.

Ia tidak bisa keluar, karena Bian yang sudah stand by memblokir pintu jalan keluar dengan bahu bidangnya.

“Biar saya bantu dok”

“HEH KOK MAINNYA KEROYOKAN SIH!! GA FAIR ANJING APA APA AN” Sekar terus menghindar sampai akhirnya ia dikepung oleh suster dan Hijau.

Sekar terduduk takut sembari menutup kedua telinga dengan tangannya. Hijau terkejut karena disitu, Sekar menangis.

Seumur hidupnya ia bersumpah tidak pernah melihat Sekar menangis seperti ini.

Lagi lagi dan lagi hatinya mengernyit sakit.

Hijau segera berjongkok lalu memeluk Sekar pelan sembari mengelus pelan punggungnya. Ia dapat merasakan punggung Sekar bergetar hebat diselingi tangisan pelan yang keluar dari mulutnya.

“Tenang.. Tenang.. Gue disini..”

Setelah beberapa saat, punggung Sekar tak kunjung berhenti bergetar lalu menatap dokter yang sudah siap dengan suntikan nya.

“Harus bgt disuntik?” tanya Hijau pada sang dokter.

“Harus. Supaya nona Sekar lekas tenang dan kondisinya tidak memburuk” ujar dokter sambil tersenyum.

Sekar mengangkat kepalnya lalu kembali memancarkan aura memberontak “GAK MAU!”

Terlambat.. Hijau lebih dulu mengeratkan pelukan nya pada tubuh lemah Sekar “Lakukan sekarang dok.”

“HEH TULI YA LO SEMUA?? GUE BILANG GA MAU YA GAMAU MAKSA BGT BANGSAT”

Pelukan Hijau sangat erat, membuat Sekar tidak bisa bergerak sedikitpun.

“gue mohon, tenang.. ssshh tenang.. gue ga mau lo sakit lagi.. maafin gue, ini semua demi kebaikan lo..”

“LO SIAPA SIH HAH?!! LEPASIN GAK!!”

Lebih erat, Hijau.

“Selesai”

*“DASAR KALIAN MANUSIA BERENGSEK!! BISA BiSanya kalian MEMperLaKuKAN gUe beg—” tubuh Sekar melemah, sangat lemah.

Dari yang awalnya ia memberontak keras, energi nya seolah olah telah terhisap oleh suntikan penenang itu.

Hijau mengendur kan pelukannya lalu mengamati wajah Sekar yang mulai tertidur, lamat.

*“maafin gue, Sekar”