“What?? L-lo?? Ini ka bian kar, Abian Birdetta Pradipta”

Raut wajah Sekar masih bingung “Kar? Nama gue Daun bukan kar kar apalah itu”

Bian panik lalu segera menekan tombol darurat dari samping ranjang Sekar berjiwa Daun itu.

“udah ah gajelas, gue mau pulang aja.. nanti ayah marah biaya rumah sakitnya bengkak kalo lama lama”

“DOKTER!! CEPAT KESINI!!”

“Heh apa an cepu bgt manggil manggil dokter, ssstt”

” Dek, pliss jangan gini.. Kakak tau kamu benci kakak t-tapi jangan pura pura ga kenal kakak gini.. Sakit dek” suara lelaki yang bernama Bian itu bergetar.

Sekar semakin terheran, siapa sih laki laki ini? Kenapa ia menangis dengan begitu mudah karenanya?

“l-lo fans gue ya??”

ceklek

“Dok, tolong adik saya..”

“Sebentar, biar saya periksa dulu”

Sekar yang posisinya sudah berdiri dan bersiap melepaskan infus nya, lantas berjalan mundur ketika Dokter dan Suster didepannya menghampirinya.

“HEH APA AN!! GUE UDAH BAIK BAIK AJA GA USAH DIPERIKSA PERIKSA LAGI!”

Tidak ada yang mendengarkannya.

“MUNDUR GUE BILANG! SERASA DI RUMAH SAKIT JIWA GUE DIKEPUNG BEGINI”

Karena geram tidak ada yang mendengarkan omongannya, Sekar melepaskan infus ditangannya secara paksa lalu mundur hingga mepet tembok.

Tangannya berasa nyeri sekali karena infus yang dilepas paksa lalu tetes demi tetes darah mengalir dan mendarat di lantai.

Untung, Sekar masih bisa menahan rasa sakit itu.

Sementara Bian? Ia merogoh ponsel yang terletak di atas nakas sembarang lalu berusaha menenangkan dirinya dengan menarik nafas perlahan.

Ternyata ia mengambil ponsel milik Sekar yang kebetulan tidak pernah Sekar beri kode atau sandi pengaman untuk ponselnya. Lalu ia tak sengaja membuka notifikasi chat dari Hijau, padahal ia ingin menelpon orang tua mereka.

“LEPAS!!”

“Nona Sekar, tenang dulu” ujar salah satu suster disitu.

“UDAH GUE BILANG, NAMA GUE DAUN BUKAN SEKAR!! MAKSA BGT SIH PENGEN GANTI NAMA GUE!! YANG ADA SELAMETAN DUA KAMBING KALO LO PADA GANTI NAMA GUE”

Sang Dokter dan suster tersebut masih berusaha menahan lengan Sekar kuat dan Sekar akui, ia kelelahan saat memberontak minta dilepaskan.

Karena tak kunjung menyerah, sang Dokter mengisyaratkan sebuah gerakan tangan kepada salah satu suster disitu lalu ia berjalan pergi dengan langkah yang cepat.

“Kesempatan nih”

Dug srak

Sekar menepis sangat kuat dua orang di depannya lalu berlari kencang ke arah pintu kamar.

ceklek

Bukan, bukan Sekar yang membuka pintunya melainkan Hijau.

“Sekar??” herannya dan tetap berdiri memblokir pintu.

“MINGGIR!!”

“TANGKAP!! JANGAN KASIH KELUAR!!” teriak Bian sembari berlari ke arah Sekar dan Hijau.

“Brengsek” umpat Sekar pelan lalu menatap tajam lelaki dihadapannya.

*“OKE OKE GUE NYERAH!! DIAM DISITU JANGAN DEKET DEKET GUE!!” ucap Sekar kemudian.

“Kenapa bang?” tanya Hijau yang masih bingung dengan keadaan.

“Liat sendiri” sahut Bian sembari menatap adik nya yang sudah terpojok.

“Hei, Sekar?? Lo baru sadar kenapa udah lari larian?” Hijau mendekati Sekar yang terjongkok perlahan, lalu mengeluarkan suara lembutnya yang mampu membuat hati siapapun terguncang.

“Siapa lagi lo??” sinis Sekar sekali lagi.

Deg

“l-lo ga kenal gue??”

Hijau berbalik menatap Bian lalu disambut anggukan oleh Bian. Hatinya sakit. Sangat sakit saat mengetahui fakta bahwa Sekar tidak mengenali dirinya.

“Sekar, coba lo inget inget lagi siapa gue”

“APASIH?? MAKSA BGT, TD MAKSA GANTI NAMA GUE SEKARANG MAKSA INGAT ORANG YANG JELAS JELAS GA PERNAH GUE LIAT”

Lagi lagi, hati Hijau sakit.

“Sekar..”

“NAMA GUE DAUN!! D-A-U-N”

ceklek

“Ini suntikannya dokter” ujar suster masuk kembali sambil membawa wadah kecil berisi dua biji suntikan yang sudah ada isinya.

Sang dokter mengambil suntikan itu lalu menghampiri Sekar yang masih dalam posisi jongkok bersama Hijau.

“SUNTIKAN?? GUE GAPAPA!! GAPERLU DISUNTIK SUNTIK!!” Teriak Sekar kencang lalu segera berlari ke penjuru ruangan yang lain.

Ia tidak bisa keluar, karena Bian yang sudah stand by memblokir pintu jalan keluar dengan bahu bidangnya.

“Biar saya bantu dok”

“HEH KOK MAINNYA KEROYOKAN SIH!! GA FAIR ANJING APA APA AN” Sekar terus menghindar sampai akhirnya ia dikepung oleh suster dan Hijau.

Sekar terduduk takut sembari menutup kedua telinga dengan tangannya. Hijau terkejut karena disitu, Sekar menangis.

Seumur hidupnya ia bersumpah tidak pernah melihat Sekar menangis seperti ini.

Lagi lagi dan lagi hatinya mengernyit sakit.

Hijau segera berjongkok lalu memeluk Sekar pelan sembari mengelus pelan punggungnya. Ia dapat merasakan punggung Sekar bergetar hebat diselingi tangisan pelan yang keluar dari mulutnya.

“Tenang.. Tenang.. Gue disini..”

Setelah beberapa saat, punggung Sekar tak kunjung berhenti bergetar lalu menatap dokter yang sudah siap dengan suntikan nya.

“Harus bgt disuntik?” tanya Hijau pada sang dokter.

“Harus. Supaya nona Sekar lekas tenang dan kondisinya tidak memburuk” ujar dokter sambil tersenyum.

Sekar mengangkat kepalnya lalu kembali memancarkan aura memberontak “GAK MAU!”

Terlambat.. Hijau lebih dulu mengeratkan pelukan nya pada tubuh lemah Sekar “Lakukan sekarang dok.”

“HEH TULI YA LO SEMUA?? GUE BILANG GA MAU YA GAMAU MAKSA BGT BANGSAT”

Pelukan Hijau sangat erat, membuat Sekar tidak bisa bergerak sedikitpun.

“gue mohon, tenang.. ssshh tenang.. gue ga mau lo sakit lagi.. maafin gue, ini semua demi kebaikan lo..”

“LO SIAPA SIH HAH?!! LEPASIN GAK!!”

Lebih erat, Hijau.

“Selesai”

*“DASAR KALIAN MANUSIA BERENGSEK!! BISA BiSanya kalian MEMperLaKuKAN gUe beg—” tubuh Sekar melemah, sangat lemah.

Dari yang awalnya ia memberontak keras, energi nya seolah olah telah terhisap oleh suntikan penenang itu.

Hijau mengendur kan pelukannya lalu mengamati wajah Sekar yang mulai tertidur, lamat.

*“maafin gue, Sekar”