Bagian 151.

“Ibu, coklatnya kurang, nggak?”

“Ibu, hati-hati itu panas!”

“Ibu, cobain deh udah enak belum?”

Force hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis ketika melihat Book yang sudah lengket dengan ibunya, padahal lelaki itu gugup setengah mati satu jam yang lalu.

Sedikit kesal karena sekarang sang ibu melupakan eksistensi Force, seolah-olah seorang Book Kasidet adalah anak kandungnya. Namun, tak masalah. Temannya itu tampak sangat bahagia saat ini.

“Ibu, istirahat dulu aja. Biar Book yang beresin sisanya!” Book tersenyum manis, disambut dengan tepukan lembut di punggung tangannya.

Oh ya. Force baru saja menyadari sesuatu. Book menyebut namanya sendiri ketika sedang berbicara dengan sang ibu. Hal itu membuat Force tersenyum sejak tadi, entah mengapa. Ia teringat jika dulu, dirinya juga menyebut nama sendiri ketika berbicara dengan ibu.

“Oke, kalau gitu ibu ke kamar dulu, ya. Nanti kalau sudah matang panggil ibu. Terus kita makan siang bareng.” Wanita itu mencuci tangannya sebelum melempar pandangan ke arah anak semata wayangnya yang sejak tadi hanya menyaksikan adegan memasak di dapur. “Force, bantuin temannya dong jangan bengong!”

Yang diserukan namanya itu hanya melengkungkan bibirnya sebelum beranjak, berjalan dengan gontai ke arah dapur. “Tadi nggak boleh bantuin katanya bikin berantakan.”

Ibunya memutar bola mata sebelum memberikan satu cubitan pelan di lengan atas anaknya. “Kamu malah mainan tepung dari tadi bikin kotor. Iseng banget lagi muka temannya dikasih tepung.”

Force masih memajukan bibirnya, merajuk ceritanya. Namun, tetap saja mengisi gelas dengan air dingin dari dispenser untuk ibunya tanpa diminta.

“Ibu kok merasa familiar ya sama Book?” Wanita itu berucap dengan pelan seraya melirik ke arah dapur. Book masih sibuk dengan sisa adonan di atas countertop. “Kamu sebelumnya pernah ajak dia main ke sini belum?”

“Belum, Ibu. Ini baru pertama kali.” Ucap Force seraya sedikit mengingat-ingat mengapa ibunya bisa merasa familiar dengan temannya itu. “Mungkin, ibu pernah papasan sama dia waktu keluar? Mungkin, pas di gramedia ibu sempat lihat dia?”

Ibunya mengangguk setuju dengan perkiraan Force, kemudian meneguk air dari gelas. “Dia tuh seriusan teman kamu?”

“Iya lah, Ibu. Nggak percaya banget anaknya punya teman.” Force menggerutu dan menyenggol bahu ibunya dengan pelan, mengundang tawa dari wanita itu.

“Bukan gitu,” sang ibu kembali melirik ke arah Book sebelum berdeham dan melanjutkan perkataannya. “Harusnya jadi pacar aja nggak, sih? Idaman ibu banget soalnya.”

“Ibu?!”

Seruan Force kembali mengundang tawa ibunya yang kini berjalan ke arah kamar sementara sosok yang sedari tadi sibuk di dapur hanya memperhatikan mereka penuh tanya, penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan.

Force masih terlihat menggerutu, tetapi Book dapat melihat jika wajah lelaki itu sedikit memerah. Mungkin, sang ibu habis menggodanya tentang sesuatu. Book hanya terkekeh kecil sebelum menghela nafas panjang dan menunduk.

It must be so happy to have a mother beside you. Your life indeed so perfect, Force.