LATIBULE : BAGIAN 3

“Archen siapa, sih? Temen sekelas lo, ya?”

Nara mengangguk sebagai jawaban, tidak mengeluarkan suara karena mulutnya tengah sibuk mengunyah chicken katsu buatan papi. Saat ini, mereka tengah berada di sudut kantin, menyantap bekal makanan yang mereka bawa dari rumah.

Sementara itu, Nata masih sibuk berpikir dan mengoceh, bekalnya sama sekali belum disentuh. “Kok gue gak pernah lihat, ya?”

“Lo gak pernah naruh perhatian ke sekeliling lo, sih,” sahut Nara setelah meneguk susunya. “Dia juga satu ekskul basket sama gue. Tahun kemarin dia kapten, masa lo gak tau sama temen seangkatan sendiri.”

Nata hanya mencibir ketika mendengar perkataan sarkastik Nara. Ceritanya merajuk, tetapi Ia melanjutkan ocehannya. “Gue gak punya banyak waktu buat hafal orang satu-satu. Gue tau kok mukanya, tapi gue baru tau kalau itu Archen.”

“Lo tiba-tiba kepo banget, naksir?”

“ENGGAK!” Nata memukul meja dan sedikit berteriak sebelum Ia menundukkan kepalanya ketika merasakan beberapa orang di kantin memusatkan perhatian mereka ke arahnya. “Maksud gue enggak lah. Penasaran aja soalnya kemarin dia reply di Twitter lo.”

Nara hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh sebelum mendorong kotak bekal Nata ke arah kakaknya itu, menyuruhnya untuk lekas menyantap bekal sebelum bel selesai istirahat kedua berbunyi.

Tanpa disuruh dua kali, Nata segera melahap bekalnya dan berhenti melontarkan sejuta pertanyaan kepada adiknya.

“Hey, gue boleh duduk di sini?”

Nata nyaris tersedak karena terkejut tatkala Ia merasakan presensi seseorang di belakangnya lengkap dengan tepukan di pundak. Dengan sigap, Nara segera membukakan botol minum Nata dan menyerahkan botol itu kepada sang pemilik.

“Eh, sorry sorry!” Sosok yang berada di belakang Nata itu tampak khawatir. Ia menaruh nampan yang berisi sepiring nasi goreng dan segelas es teh di atas meja yang ditempati Nata dan Nara. “Maaf ya, gue bikin kaget. Sakit, nggak?”

Rasanya Nata ingin memarahi siapapun yang menghampiri meja mereka secara tiba-tiba dan membuatnya tersedak, tetapi semua emosinya seolah tertahan di tenggorokan ketika Ia berbalik dan mendapati sosok yang menjadi topik pembicaraannya dengan Nara sejak tadi.

“Enggak, kok. Enggak apa-apa. Duduk aja di sini.” Nata menjawab dengan suara pelan kemudian lekas menunduk dan melanjutkan makan siangnya yang sempat tertunda.

Tanpa perlu menoleh, Nata tahu jika Archen pasti tengah tersenyum. Teman sekelas Nara itu duduk di sebelahnya.

“Nata, ini nih Archen yang tadi lo tanyain.”

Nata rasanya ingin berteriak dan melemparkan kotak susu kosong ke arah Nara yang dengan santainya berbicara langsung di depan Archen, secara tidak langsung memberitahu temannya itu jika dia telah menjadi topik pembicaraan mereka sejak tadi.

Sepasang matanya melotot ke arah Nara, tetapi yang menjadi tersangka pura-pura tidak melihat. Nata kesal setengah mati, ingatkan dia untuk mengadu pada papi sepulang sekolah.

“Hai, Nata! Kakaknya Nara, kan?” Archen sedikit memutar tubuhnya ke arah samping untuk menatap Nata yang kini dengan susah payah mengunyah bekalnya.

Archan hanya mendapatkan anggukan sebagai jawaban karena Nata (sengaja) menyibukkan diri dengan melahap bekalnya. Rasanya sedikit canggung. Nata jarang sekali berinteraksi dengan orang-orang baru dan menurutnya Archen sebelas duabelas dengan adiknya alias ramah dan mudah mengakrabkan diri.

“Gue sering banget lihat lo sama Nara, pengen temenan, tapi gak sempat mulu.” Ucap Archen seraya terkekeh pelan. “Maaf ya kalau sokap.”

Detik itu, Nata merasa tidak enak karena Ia berpikir jika dirinya terlalu memberikan jarak pada orang yang hanya ingin berkenalan dan berteman dengannya. Maka, Nata buru-buru menggeleng dan menepuk pelan lengan atas Archen.

“Enggak apa-apa! Thank you for reaching me out first.” Nata berusaha seramah mungkin dan hal itu menarik perhatian Nara yang kini mengangkat sebelah alisnya, berusaha menyembunyikan senyum jahil. “Salam kenal ya, Archen!”

Teman sekelas Nara itu sontak melebarkan senyumnya ketika melihat Nata menerima ajakan pertemanannya dengan senang hati. “Salam kenal juga, kakaknya Nara.”

Nata berdeham sesaat sebelum Ia beranjak dari duduknya. “Oh iya, gue mau beli minuman dulu bentar ya sama camilan. Tunggu di sini, ya.” Setelahnya, Nata menatap Nara dan melemparkan tatapan sengit kepada adiknya itu yang lagi-lagi memasang wajah tak berdosa. “Lo jagain kotak bekal gue.”

Dengan cepat, Nata melangkah meninggalkan meja yang mereka tempati di sudut kantin untuk membeli minuman dan camilan seperti apa yang telah Ia katakan kepada Archen dan Nara.

Sementara itu, di tempat duduk tadi, Nara menopang dagunya seraya menatap Archen yang tengah menyantap nasi gorengnya. Sepasang matanya memincing dan hal itu membuat Archen menghentikan kegiatannya sejenak.

“Apa?”

“Gue udah pernah bilang belum kalau sebelum deketin kakak gue, lo harus berhadapan sama gue dulu. You won't get a permission to get closer with him if I think you're not qualified enough.” Nara tidak melepaskan pandangannya dari Archen. “Kakak gue itu kesayangan papa sama papi, don't you dare to make him cry unless you want me to punch your face.

Archen bergidik ngeri, entah pura-pura atau betulan, kemudian terkekeh pelan dan mengangguk sebagai tanda mengerti. “Ya ya ya, gue akan berusaha dengan keras supaya bisa qualified enough to get closer with your lovely brother, don't worry.”

Dari jauh, Nata mengernyitkan dahinya ketika melihat Nara dan Archen yang tampak serius membicarakan sesuatu. Nata tidak kepo, hanya penuh dengan rasa ingin tahu!