Deluna

CHAPTER 2.

Nggak kerasa hampir tiga bulan sudah berlalu semenjak Luna pindah kerja di kantor pusat. Pekerjaan Luna sebagai tax auditor membuatnya harus berurusan dengan banyak klien—ditambah dengan posisinya kini yang telah naik, Luna yang tadinya hanya menangani klien level individual atau perorangan kini jadi menangani klien level perusahaan, dan bukan perusahaan main-main para kliennya ini.

Tapi memang dasarnya Luna doyan kerja, semakin sibuk dia semakin merasa puas akan hidupnya. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 7 malam tapi Luna masih anteng di ruangannya mengerjakan laporan hasil wawancara terakhir dengan kliennya sore tadi, sebelum hari Senin nanti harus diserahkan ke bosnya.

Tok tok!

Pintu kaca ruangan Luna yang terbuka diketuk pelan oleh seseorang. Luna mendongak untuk melihat siapa yang menghampiri ruangannya.

Ternyata Younghoon, diikuti pacarnya, Nara, masuk ke ruangan Luna.

“Loh, masih di sini ternyata kalian? Gue kira udah cabut dari tadi,” tanya Luna heran.

“Nungguin lo tadinya, tapi ternyata lama amat nggak kelar-kelar lo-nya. Ahelah, buruan napa sih, Na. Kita laper,” jawab Younghoon. Sebelah tangannya bersandar di meja kerja Luna, tangan satunya merangkul pinggang Nara.

“Yang laen udah pada cabut, tinggal kita bertiga. Yuk, Na. Jangan bikin kita ninggalin lo,” Nara menimpali. “Hari Jumat gini orang-orang pada ngacir pengen pulang cepet, lo malah lembur. Doyan amat kerja sih, Naaa…”

Luna menatap layar laptop yang berisikan laporan buatannya yang sebetulnya sedikit lagi bisa selesai. “Tanggung, Nara… Sebentar lagi beres ini. Gue beresin dulu ya? Kalian duluan aja, gue nyusul pake taksi gampang.”

“Pake taksi apaan, kagak ada!” dengus Nara kesal. “Yang ada lo malah tambah anteng kita tinggalin, akhirnya bubar jalan nggak jadi ikutan dinner bareng.”

“Ayolah, nggak enak sama yang lain kalau kita telat. Udah dua kali loh acara dinner bareng anak-anak gagal mulu karena pada sibuk. Akhirnya sekarang pada bisa jangan sampe kitanya telat,” kata Younghoon lagi. “Lo nggak liat si Juyeon sama Eric udah dari siang melototin jam mulu, saking pengen cepetan ngumpul malem ini.”

Luna terkekeh.

“Yaudah deh, kalian duluan gih ke parkiran. Sambil kalian ambil mobil di basement, gue beresin meja dulu. Tunggu di depan lobby ya!”

***

Kedatangan Luna, Younghoon dan Nara di restauran hampir sejam kemudian, disambut riuh oleh teman-temannya yang sudah lebih dulu tiba di sana. Beberapa makanan sudah mulai tersaji di atas meja—Luna, Younghoon dan Nara memang sengaja meminta teman-temannya untuk langsung memesan makanan tanpa menunggu kedatangan mereka.

Luna menarik kursi kosong berhadapan dengan Juyeon, sambil membenarkan helai rambutnya yang tertiup angin. Udaranya tidak terlalu dingin tapi anginnya agak terasa karena anak-anak memilih tempat di rooftop untuk acara makan-makan mereka malam ini.

Yang hadir di acara makan malam hari ini dari kantor Luna ada Younghoon dan Nara, Juyeon, Eric, Jake, Yeonjun dan Sarah. Mereka bertujuh dan Luna duduk di meja yang sama. Di meja sebelahnya, ada grup dari kantor lain berisikan 4 orang yaitu Sangyeon, Sunwoo, Jacob dan Kevin—empat orang ini sahabatnya Eric si social butterfly yang ranah pertemanannya dimana-mana. Akibat kenal Eric, mereka berempat juga jadi kenal dengan anak-anak lain di kantor Luna dan sesekali suka sengaja janjian main bareng di saat kantor libur.

Kalau kantor Luna bergerak di bidang finansial, kantor empat temannya Eric ini bergerak di bidang arsitektur dan design.

Nuna, ayo kenalan dulu sama temen-temen gue di meja sana.”

Luna menoleh saat Eric tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya ketika Luna sedang asyik memeriksa ponselnya. Eric yang usianya 3 tahun di bawah Luna, menyebutnya dengan nuna.

Luna tersenyum mengangguk dan bangkit dari duduk. Tangannya merapikan rok hitamnya yang sedikit naik di atas lutut, mengekspos kaki jenjang mulusnya. Terdengar suara ketukan pelan dari heels lima sentinya yang beradu dengan lantai keramik restauran ketika ia berjalan pelan mengikuti Eric ke arah meja sebelah.

Guys! Kenalin ini Luna, nuna gue di kantor. Baru mau tiga bulan gabung kantor sini sebelumnya di Yongsan,” Eric berujar, mengenalkan Luna ke keempat temannya.

Sunwoo yang seumuran dengan Eric langsung berdiri cepat dan membungkuk ke arah Luna, “Annyeong nuna, gue Sunwoo. Eh—bisa bahasa Korea kan, ya?” tanya Sunwoo hati-hati, menyadari tipikal muka Luna yang jauh dari tipikal muka orang Korea pada umumnya.

“Bisa kok,” jawab Luna sambil tersenyum ramah. “Hai juga, gue Luna. Salam kenal semuanya ya. Nice to know you!

Sangyeon, Kevin dan Jacob bergantian bersalaman dengan Luna sambil menyebutkan nama masing-masing. Setelah berbincang sedikit, Luna pamit untuk kembali ke mejanya karena akhirnya semua makanan pesanan anak-anak sudah tersaji lengkap.

Ketika semuanya sedang asyik menikmati makanan, tiba-tiba muncul seorang laki-laki tinggi tegap dari arah tangga, berjalan terburu-buru dengan tas laptop tersampir di bahunya—menuju meja sebelah.

Saat melewati meja anak-anak kantor Luna, mata lelaki itu tidak sengaja beradu pandang dengan mata Luna selama sepersekian detik. Ia melayangkan sekilas senyum pada Luna, yang langsung dibalas anggukan dan senyum oleh Luna.

“BUSET KEMANA AJA BANG?!” Sunwoo setengah berteriak saat melihat lelaki jangkung itu akhirnya datang dan ikut duduk dengan mereka.

“Dasar Jaehyun gila, telatnya satu jam lebih. Bener kan, nggak seharusnya kita ninggalin lo tadi, harusnya diseret paksa aja biar nggak telat kayak gini,” kata Sangyeon.

Si yang bernama Jaehyun tadi terkekeh, “Maaf yaa semuanya. Udah dibilang nggak usah nungguin, kerjaan gue masih tanggung tadi.”

“Alah lo, kerja mulu. Kerja kerja kerja, tipes. Ini hari Jumat woy, nikmatin kek. Udah ah buruan yok makan dulu,” kata Kevin.

Luna yang mendengar obrolan para lelaki dari meja sebelah, tiba-tiba tersenyum simpul sambil menyuapkan potongan daging steak yang terbalut daun perilla hijau segar ke mulutnya.

“Kenapa lo senyum-senyum? Berasa liat cerminan diri lo ya?” kata Juyeon yang lagi memperhatikan Luna.

“Lo sama Jaehyun hyung emang setipe banget. Dia itu Nuna versi laki. Hobi banget kerja, susah banget diajak main kalau gue denger dari Sunwoo sih,” tambah Eric. “Padahal ganteng, tapi single mulu udah lama. Kak, nanti kenalan ya sama Jaehyun hyung.”

“Hah? Ngapain kenalan? Kan tadi udah sama temen-temen lo yang lain kenalannya.”

“Yeee, ya beda lagi. Sama Jaehyun kan belum. Kali aja kalian jodoh. Suka kasian gue tuh liat lo nuna gue sama Jaehyun hyung gue, sama-sama cantik ganteng tapi kayanya nggak ngerti cara having fun yang bener.”

“Hahaha sialan lo, Ric. Lo kira gue cupu. Gue juga suka lagi having fun. Gue suka kerja, tapi gue juga demen main kok. Nih buktinya gue di sini bareng kalian.”

“Iye lo disini tapi kalau nggak diseret Younghoon sama Nara gue yakin sampe jam segini lo bakal masih anteng di kantor.” Sarah, si blasteran Korea-Perancis tiba-tiba menyahuti dari ujung meja.

Semuanya tertawa dan melanjutkan makan malam mereka dengan nikmat sambil masih sesekali bercanda ringan dan saling melempar obrolan dengan lima lelaki di meja sebelah.

Selesai makan, Luna melap sudut-sudut bibirnya dengan tissue. Tangannya bergerak mengambil cermin dari pouch kecil di tasnya, dan menyapukan lipgloss warna soft pink setelah memastikan bibirnya telah bersih. Setelah selesai, Luna berdiri.

“Gue mau ambil eskrim ah di bawah, ada yang mau nitip? Sarah, Nara, temenin gue yuk.”

Keduanya menggeleng kompak, “Nggak ah, kekenyangan males jalan. Titip aja ya?”

Luna mendengus tapi maklum juga. Sepertinya selain kekenyangan, Sarah dan Nara sudah mulai kehilangan tingkat kesadarannya. Ini wajar, mengingat entah sudah berapa botol soju kosong betebaran di meja ini. Hanya Younghoon dan Yeonjun yang tingkat kesadarannya masih tinggi karena mereka menyetir. Sisanya sudah mulai loyo, kombinasi dari kekenyangan, capek ngobrol dan ketawa, dan mulai mabuk soju.

Di meja sebelah kondisinya nggak jauh beda, malah lebih parah. Sepertinya hanya Sangyeon yang masih agak sadar dan Jaehyun satu-satunya yang terlihat sangat sadar. Luna melirik Jaehyun saat menyadari lelaki itu juga sedang berdiri dan bersiap meninggalkan meja.

“Yaudah, siapa lagi yang mau nitip eskrim?” Luna kembali bertanya sambil menatap temannya satu-satu.

“Gue nggak.”

“Gue juga skip. Kenyang banget anjir.”

“Gue skip, Na. Thanks.

“Oke, berarti cuma Nara sama Sarah aja ya.”

Luna berbalik mau meninggalkan meja ketika di saat yang bersamaan, Jaehyun sedang lewat di belakangnya. Tanpa sengaja, bahu mereka bersenggolan.

“Ups, sorry gue balik badan nggak lihat-lihat. Gwenchana?” Luna refleks bertanya sambil memegang bahu kirinya yang tadi bersenggolan dengan bahu kanan Jaehyun.

Jaehyun tersenyum, “Gwenchana,” jawabnya singkat. “Mau ke bawah juga?” tanya Jaehyun dengan sebelah tangan masuk ke saku celananya, tangan satunya mengajak Luna bersalaman. “Belum kenalan, gue Jaehyun.”

“Luna,” sambil menyahuti namanya, tangan Luna menyambut uluran tangan Jaehyun. “Yuk ke bawah. Gue mau ambil es krim.”

Jaehyun mengangguk sambil membantu Luna mendorong mundur kursinya agar Luna bisa berjalan keluar dengan lebih leluasa.

“Sekantor sama Eric? Kok gue nggak pernah lihat lo sebelumnya ya?” tanya Jaehyun lagi ketika mereka bersamaan menuruni tangga menuju dua lantai di bawah rooftop, tempat stand es krim berada.

“Baru tiga bulan di kantor sini, sebelumnya di Yongsan,” jawab Luna.

“Oh wow, dipindahin dari Yongsan kesini. Sama kayak Younghoon Juyeon ya.”

“Lo kenal mereka juga? Deket sama Younghoon Juyeon?”

“Hmm nggak deket gimana sih, cuma karena Eric aja jadi kenal dan akhirnya nggak canggung kalau main bareng.”

“Emang awalnya Eric bisa kenal sama anak-anak kantor lo itu gimana sih?” tanya Luna penasaran.

“Dia temenan sama Sunwoo, anak satu tim gue. Udah kenalan belum sama Sunwoo dan yang lain?”

Luna mengangguk sambil menyelipkan helaian rambutnya di balik telinga. “Udah tadi, sebelum lo datang.”

“Eric dan Sunwoo temenan deket dari kuliah walaupun beda jurusan. Gue sekampus sama mereka dan gue dulu seniornya Sunwoo di kampus. Begitu lulus, gue kerja di kantor yang sekarang ini dan pas kebetulan tim gue lagi cari orang, Sunwoo baru lulus, jadinya gue ajak kerja bareng deh. Eric sering main bareng Sunwoo jadinya anak-anak kantor gue yang lain kenal deh sama Eric dan lama-lama, jadi kenal juga sama anak-anak kantornya Eric.”

“Oh gitu ceritanya, seru juga ya bisa jadi saling kenal dan akhirnya temenan.”

“Iya, semua berawal karena Eric sih. Dia yang jadi jembatan kenalnya anak kantor gue dan kantor lo, Na.”

“Eric itu social butterfly banget ya, temen dia dimana-mana banget. Tiap lagi jalan sama Eric pasti ada aja dia ketemu temennya di jalan.”

“Iya emang SKSD banget anak itu. Tapi SKSD yang asyik sih bukan yang nyebelin, makanya gampang temenan. Gue tuh padahal setipe MBTI-nya sama Eric, ENFJ. Tapi entah kenapa gue nggak semahir dia kalau urusan kenalan dan temenan sama orang baru. Gue kaku orangnya.”

“Nggak juga ah. Ini bisa lo ngalir ngobrol sama gue. Lo juga tadi yang duluan ajak kenalan. Akhirnya gue menemukan temen sesama ekstrovert selain si Eric. Gue ESFP, by the way.”

“Oh ya? Well, nice to meet you, sesama ekstrovert.”

Luna tertawa mendengar perkataan Jaehyun. Padahal masih jauh dari sepuluh menit lamanya mereka berkenalan, tapi Luna sudah merasa nyaman dan tidak canggung lagi mengobrol dengan Jaehyun. Hanya saja ia merasa ada gelitik aneh di hatinya ketika melihat Jaehyun membenarkan helaian rambutnya dengan menyisirnya ke belakang dengan jari.

Jaehyun cakep, Luna membatin dalam hati.

Akhirnya, mereka berdua sampai di depan stand es krim yang menyuguhkan bermacam-macam jenis es krim dengan variasi warna dan rasa yang sungguh menggugah selera. Mata Luna membulat antusias, dirinya mencintai es krim lebih dari dessert jenis apapun di dunia ini.

Mint choco satu,” kata Jaehyun pada pelayan yang menghampiri dari balik etalase stand eskrim.

Luna menoleh cepat, kaget. “Ih kok sama? Gue juga doyan banget es krim mint choc tapi demi apapun nggak ada temen-temen deket gue yang doyan mint choc. Aneh nggak sih?”

“Yaa, nggak aneh juga. Semua orang punya preferensi masing-masing soal rasa,” jawab Jaehyun kalem.

Luna mendelik. “Jawabannya realistis banget sih lo.”

“Lah ya emang iya kan?”

“Iya sih… Tapi nggak asyik aja gitu gue nggak ada temen sesama mint choc lover,” kata Luna. “Mint choco satu, vanila satu, strawberry sorbet satu,” lanjutnya pada pelayan yang sudah selesai memberikan eskrim milik Jaehyun.

“Kan sekarang ada gue. Lo bisa ajak gue kalau lagi pengen ditemenin ngemil es krim mint choc,” sahutnya santai sambil menyendokkan es krim ke mulutnya.

Luna memperhatikan Jaehyun yang masih sibuk menikmati es krimnya. Yang diperhatikan sama sekali tidak memperhatikan Luna balik, tetap sibuk dengan cup es krim di tangannya.

Dia ini tipe tsundere gitu kayaknya ya? Lagi, Luna sibuk berdialog dengan dirinya sendiri.

Luna mengambil dua cup es krim dengan tangan kanannya, lalu satu cup lagi di tangannya kirinya sambil bergeser ke arah kasir yang bersebelahan dengan etalase es krim. Ketika akan membayar, Luna sadar dia kesulitan mengambil dompet yang dia kepit karena tangannya penuh.

Jaehyun yang melihat itu dan sudah membayar es krim miliknya duluan tadi, langsung berjalan menghampiri Luna dan mengeluarkan dompetnya. Menarik keluar kartu ATM dan memberikannya pada petugas kasir.

“Eeh kok? Nanti gue gantiin ya di atas. Sorry.

Jaehyun mengambil kembali kartu ATM-nya setelah transaksi selesai. Memasukkan dompetnya lagi ke saku celana dan tangannya bergerak mengambil satu cup es krim dari tangan Luna.

“Ribet banget lihatnya. Sini gue bawain satu.”

“Hehe, thank you. Untung ada lo, dan untung juga cuma Nara sama Sarah yang titip eskrim.”

Mereka pun kembali berjalan berdampingan menuju tangga ke arah rooftop. Tapi kali ini dalam diam. Dua insan yang baru saja berkenalan itu sibuk dengan pikirannya masing-masing.

***

Jam sepuluh lewat akhirnya mereka semua sudah berada di tempat parkir, bersiap untuk berpisah setelah melewati acara makan malam bersama yang akhirnya sukses diadakan hari Jumat ini. Nggak ada yang lebih membahagiakan untuk para budak korporat ini selain melepas penat bersama teman-teman terdekat di hari Jumat malam, hari yang paling dinanti dimana mereka bisa segera mengistirahatkan tubuh menjelang akhir pekan.

Younghoon menyalakan mesin mobilnya, setelah itu keluar lagi dari mobilnya sebentar untuk menghampiri mobil Yeonjun yang diparkir sebelahan, berisikan Juyeon di kursi penumpang depan dan Eric di belakang. Mereka saling bertukar salam tinju ala lelaki sebelum berpisah pulang. Jake sudah meluncur duluan meninggalkan parkiran dengan motor besar hitamnya.

Nara duduk di kursi penumpang depan di mobil Younghoon dengan mata terpejam. Kesadaran Nara sudah nol besar padahal mobil Younghoon belum bergerak dari tempat parkir. Di deretan kedua, ada Sarah yang juga sudah dalam posisi siap tidur, dan Luna yang baru memasuki mobil Younghoon. Pintu mobil yang Luna tarik untuk ditutup tiba-tiba seakan tertahan.

“Eh, kenapa Jae?” tanya Luna ketika melihat ternyata tangan Jaehyun yang menahan pintu mobil supaya tidak tertutup. “Astaga lupa, gue belum bayar es ya? Tunggu…” Tangan Luna buru-buru merogoh tasnya mencari dompet.

“Hey, bukan itu,” sahut Jaehyun pelan sambil menyentuh tangan Luna, menghentikan kegiatan Luna mencari dompet. Tetapi karena takut Luna merasa risih, Jaehyun segera melepaskan tangannya lagi. “Udah, es krimnya nggak usah, my treat.

“Loh kok gitu? Gue nggak enak dong, mana banyak banget lagi—”

“Cuma tiga cup kok,” potong Jaehyun. “Nanti aja kapan-kapan lo gantian traktir gue mint choc, ya?”

“Eh—iya..”

“Gue mau minta nomor handphone lo Luna, boleh?”

Luna terdiam, meragu.

Jujur, Luna sungguh ingin bertukar nomor dengan Jaehyun tapi ada sebagian hati kecilnya yang meragukan keinginan itu. Dan lagi, Luna memang tidak terbiasa memberikan nomornya semudah itu ke orang yang baru dikenal, kecuali untuk urusan pekerjaan.

“Gimana, boleh nggak?” tanya Jaehyun lagi.

“Nomor lo berapa?” akhirnya Luna menyahuti sambil membuka ponsel flip-nya. Jari-jari lentiknya mengetikkan sederet nomor yang disebutkan Jaehyun, menekan tulisan “save as a new contact” di layar ponselnya, dan kemudian menutup menutup kembali ponselnya.

Thank you, udah gue save nomor lo.”

“Terus… nomor lo?”

“Nanti gue hubungin lo.”

“Ah, bohong. Lo pasti nggak akan hubungin gue.”

Luna menarik napas dan menghembuskannya pelan sebelum menjawab, “Lo bakal dapet nomor gue kalau kita ketemu lagi untuk yang ketiga kalinya, ya. Tanpa disengaja, kaya pertemuan hari ini. Considered tonight as our first meet. Two more meeting then. Fighting!” kata Luna sambil menahan tawa dan tangannya membentuk kepalan menyemangati Jaehyun yang hanya memandanginya bingung.

“Dan kalau ternyata kita nggak pernah ketemu lagi?”

“Jangan drama, jarak kantor kita nggak jauh.”

“Ya tapi—”

Omongan Jaehyun terinterupsi oleh Younghoon yang tetiba masuk mobil. “Yuk, cabut sekarang. Jae, kasian tuh Jacob Kevin pada kering nungguin di mobil lo, yang punyanya malah melipir kesini. Lagi godain sobat gue ternyata ya.”

“Apaan sih, ngobrol doang kok,” sela Luna pada Younghoon. “Yuk, Jae. Pulang dulu ya. Lo hati-hati nyetirnya, sampai ketemu lagi!”

Jaehyun refleks menarik tangannya dari pintu mobil Younghoon saat Luna menarik handle pintu dan menutupnya. Luna membuka kaca dan melambaikan tangan pada Jaehyun seiring bergeraknya mobil Younghoon meninggalkan lahan parkir restauran.

“Naksir Jaehyun lo?” tanya Younghoon ketika mobil mulai memasuki jalan besar yang masih ramai. Suasana di dalam mobil hening, hanya terdengar suara dengkur pelan Nara dan Sarah.

Luna membalas tatapan Younghoon lewat kaca spion tengah. “Nggak. Ya, well, cakep sih. Tapi nggak bikin gue naksir. Belum, at least.

“Baik banget dia anaknya. Tapi ya itu, realistis. Apa adanya, straight forward banget kalau ngomong. Lo harus tau, dia tsundere akut. Tapi asli baik banget.”

“Kata Jaehyun dia nggak ngerasa sedeket itu sama lo dan Juyeon. Kok lo bisa menilai dia sedalem itu?”

“Iya kita memang nggak sedeket itu, ketemu cuma ya sekali-kali aja kalau dia lagi hangout bareng Eric dan Eric ngajakin anak-anak kantor.”

“Terus?”

“Dulu Sarah sempet kepincut Jaehyun. Naksir banget tuh dia, at the first sight. Sempet beberapa kali jalan bareng tapi Sarahnya nggak tahan karena dia bilang Jaehyun sedingin itu,” Younghoon mulai bercerita sambil matanya tetap fokus menatap jalanan ramai di hadapannya. “Yaa dari cerita Sarah, Eric, dan pengalaman gue beberapa kali main sama Jaehyun, begitulah pendapat gue soal pribadi Jaehyun yang tadi gue bilang ke lo. By the way dia tadi ngajak ngobrol apa ke lo?”

“Nggak, dia minta nomor gue. Tapi gue nggak kasih, gue minta nomor dia dan gue bilang bakal kasih nomor gue kalau kita ketemu untuk yang ketiga kalinya nanti. Malam ini udah gue hitung sebagai first meet.”

“Buset, lo ngapain?”

“Nggak papa, lo tau sendiri gue masih berusaha nyembuhin luka gue, Hoon. Belum siap juga gue buat membuka hati.”

“Yeee, udah mau setahun juga lo putus dari Seokjin. Ya sih, alasan putusnya nyakitin banget karena nggak direstuin mamanya mantan lo itu. Tapi Na, ayolah mantan lo udah nikah, udah berbahagia. Lo masih aja mandek sendirian.”

“Ya… ini juga lagi mencoba sembuh, Hoon.”

“Barangkali Jaehyun jalannya.”

“Hahahaha apaan sih lo, random banget. Udah ah nyetir sana yang bener. Gue nggak akan tidur nemenin lo biar nggak ngantuk.”

“Heee, thank you.

Setelah obrolannya dengan Younghoon berakhir, Luna menyandarkan kepala di headrest kursi sambil membuka ponselnya lagi. Dia membuka phone book dan mendapati tiga nama Jaehyun yang kini tersimpan di ponselnya. Jung Jaehyun—teman kuliahnya di SNU dulu, lalu ada Kim Jaehyun mantan kliennya semasa di Yongsan, dan yang terakhir, Jaehyun. Hanya Jaehyun. Luna sadar dia bahkan nggak tahu marganya Jaehyun apa.

Hmm… di-save apa ya namanya dia? Kalau Jaehyun lagi takutnya nanti tiba-tiba salah kirim message ke Jaehyun yang lain, gawat, Luna sibuk membatin sendiri dalam hati.

Setelah berpikir beberapa saat, Luna tersenyum sendiri ketika sebuah ide melintas di benaknya. Buru-buru Luna menekan tulisan “edit contact” dan mengetikkan sebuah nama.

Hyunjae.

Contact saved!