deal
Sudah berhari-hari Kuroo menghantui keseharian Alisa. Ada saja ulahnya demi mendekati gadis keturunan Rusia itu. Padahal Alisa sudah menolaknya, mengacuhkan, pokoknya segala macam cara ia lakukan demi membuat Kuroo menjauh.
Tapi bukan Kuroo namanya kalau tidak keras kepala. Satu kali Alisa mendorongnya mundur, tiga kali ia melangkah maju. Bahkan tak jarang ia sampai bertikai dengan Semi yang merupakan gebetan Alisa.
Kelas XII IPA 1 baru selesai melaksanakan pelajaran olahraga. Sebagian siswa ada yang kembali ke kelas, pergi ke kantin, bermain sepak bola di lapangan utama, dan menetap di lapangan indoor seperti Alisa dan Kita.
Mereka tengah mengobrol ketika tiba-tiba lapangan berubah ramai, suara teriakan dan decitan sepatu yang heboh seketika memenuhi ruangan itu.
“SERVIS BURUAN LO BANYAK GAYA”
“BENTAR GOBLOK SABAR BISMILLAH DULU”
Alisa menghela nafasnya lelah, itu Kuroo dan teman anehnya. “Kit, pergi yuk?”
“ALISA JANGAN PERGI DONG” teriak Kuroo, entahlah ia ini cenayang atau apa sampai bisa mengetahui niat Alisa.
Kita terkekeh. “Disini dulu bentar ya Sa? Gue pengen liat duo rusuh itu main kayak gimana”
Alisa pasrah, ia terpaksa menonton pertandingan dua lawan dua yang dilakukan Bokuto, Kuroo dan dua orang siswa random yang mereka pilih.
“KIRI KUR KIRI”
“KIRI KIRI LO PIKIR ANGKOT”
Permainan voli dadakan itu disaksikan cukup banyak orang, terutama anak kelas XII yang tengah ada jadwal pelajaran olahraga. Sorak sorai serta teriakan makin meramaikan suasana.
Alisa akui, kemampuan voli Kuroo memang sangat hebat. Ia pernah beberapa kali melihat Kuroo bermain, dan kemampuannya tak perlu diragukan lagi. Kuroo memang tidak main-main ketika mengatakan bahwa dirinya jago bermain voli.
“BENTAR WOY BENTAR GUE MAU NGOMONG” ruang olahraga itu mendadak hening setelah Kuroo berteriak. “Jadi gini. Gue mau bikin deal. Kalo gue menang ngelawan Bokuto setelah ini, Alisa harus mau balik bareng gue. Gimana menurut kalian?”
Para penonton berteriak setuju, sementara gadis yang baru saja diperbincangkan hanya membulatkan matanya terkejut. Ia tak terima.
“APAAN KOK GUE?” Protesnya kemudian.
“DEAL AJA DEAL UDAHH”
Kuroo tersenyum puas karena banyak yang mendukung dirinya. “90% orang disini bilang setuju, masa lo ngga? Deal ya? Oke deal”
Permainan dimulai kembali dengan cepat tanpa menunggu jawaban Alisa. Gadis itu mendengus sebal, baru saja ia memuji Kuroo lelaki itu sudah berulah lagi, memaksa pula.
“Asem banget muka lo. Udah posthink aja siapa tau Bokuto yang menang” Kita menenangkan.
“Masalahnya kalo Kuroo yang menang gimana Kit? Sia-sia penolakan gue selama ini”
Kita tertawa. “Yaudah terima aja, lagian Kuroo ga akan gigit lo kan di jalan? Lumayan lah ngerasain sensasi baru. Jangan sama Semi terus”
“KAMU GA LAGI PELAJARAN OLAHRAGA NGAPAIN DISINI?!” itu guru olahraga yang menegur, membuat permainan terhenti.
“Kelas berapa kamu?” Tanya pak guru.
“IPS 3 Pak”
“Ngapain disini? Ga ada guru? Kok ga belajar?”
Bokuto menggaruk kepalanya berusaha mencari alasan. Sementara Kuroo yang kelewat santai asal nyeletuk.
“Tadi abis ulangan kimia pak, kita beres duluan jadi boleh keluar”
Semua yang ada disana menahan tawa. “Kuroo kuroo, bok ya agak pinteran kalo nyari alasan”
“KAMU PIKIR SAYA BODOH? ANAK IPS MANA YANG ULANGAN KIMIA? SINI KALIAN BERDUA BIAR SAYA JEBLOSIN KE KOLAM IKAN”
Kuroo dan Bokuto dijewer lalu diseret keluar, sedetik kemudian ruang olahraga indoor itu dipenuhi tawa.
“Tuhan memang maha adil ya. Mereka dikasih anugrah jago main voli tapi otaknya cuma dikasih seperempat” ujar Kita.
Karena permainannya tidak selesai, otomatis taruhan di awal tadi batal. Alisa diam-diam menghela nafas lega, bersyukur karena ia tak perlu pulang bersama Kuroo karena kebodohan lelaki itu sendiri.
Setidaknya itu yang Alisa pikirkan sebelum ia dihantam kenyataan bahwa Kuroo tetap menunggunya ketika pulang sekolah–menagih janji yang dibuatnya sepihak.