epilogue
Pintu terbuka membunyikan lonceng kecil diatasnya. Langkahnya dibawa semakin dalam, mendekat pada sepasang insan yang dikenalnya baik karena sebuah kisah di masa lalu.
Masker diturunkan, senyum disunggingkan. “Kalian apa kabar?” basa-basi dilontarkan.
Keduanya melukis senyum yang sama lebar. “Baik, lo sendiri gimana?” tanya salah satunya.
“Baik banget” timpalnya sebelum mengambil duduk dihadapan mereka.
Sembari menunggu pesanan sampai, mereka berbincang mengenai banyak hal terutama hal-hal yang terlewatkan ketika mereka memutuskan untuk fokus pada kehidupan masing-masing.
Perasaan asing menyeruak, sedikit sesak namun senyum tetap dipaksa tampak. Ternyata sudah sejauh ini mereka saling memisahkan.
“Jadi sejak kapan kalian jadian? Eh udah jadian kan?” Semi bertanya tepat setelah pesanan mereka sampai beberapa saat lalu.
Keduanya bertatapan sebentar kemudian mengangguk, membuat Semi mau tak mau meloloskan senyum tipisnya.
“Congrats!”
“Thank you Sem. Kalo lo gimana? Jadi sama manager lo?” Kini Kuroo balik bertanya.
Semi sedikit membulatkan matanya karena tak menyangka akan ditanyai pertanyaan seperti ini dimana kisahnya bersama Mai, tak pernah sekalipun ia beritahukan kepada orang-orang kecuali updatean biasa di twitter, itupun seperti teman pada umumnya.
Namun tetap akhirnya Semi memberikan sebuah jawaban yang sudah ditunggu lawan bicaranya. “Ngga kok. Gue sama dia pure sebatas manager sama sahabat aja. Ga pernah lebih”
“Loh? Gue kira lo sama manager lo jadian?” Alisa yang sedari tadi memilih diam menyimak akhirnya buka suara.
Semi mengibaskan tangannya, menyangkal. “Ngga. Iya sih emang kita sempet pdkt lagi. Tapi dia nya gamau pas gue ajak komitmen, katanya ga bisa balik sama masa lalu, berasa baca buku yang sama, meski udah dicoba dan berharap dapet sesuatu yang baru, tetep ga bisa”
Alisa dan Kuroo membulatkan mulutnya bergumam oh panjang sebagai respon spontan. “Terus sekarang lo berdua fokus aja sama karir dan diri masing-masing gitu?”
“Iya, kita terutama gue sih, akhirnya memutuskan buat fokus sama karir band dulu dan mengenyampingkan apapun yang bagi gue ngga terlalu penting”
Diam-diam Alisa masih menyimpan kagum yang sama besarnya seperti dulu kepada lelaki yang merupakan mantan kekasihnya itu. Ternyata dia masih seambisius dan seserius itu kalau menyangkut urusan mimpinya.
Yang kini, sepertinya sudah mulai terwujud mengingat nama band Semi sudah dikenal dimana-mana bahkan kerap muncul di stasiun televisi besar.
“Wah keren banget bro, pantesan sekarang dah jadi artis. Duh gue merasa bangga nih bisa makan semeja terus ngobrol gini bareng artis” ujar Kuroo sedikit melebih-lebihkan.
Ketiganya tertawa membuat suasana meja semakin hangat. Mereka pernah berada di satu kisah masa lalu yang sama, dengan dua diantaranya ditakdirkan bersama dan satu sisanya menemukan jalannya sendiri.
Dan kini ketiganya malah terlihat seperti teman lama yang tak memiliki masalah berarti selain pertikaian kecil khas teman yang justru dapat membuat semakin akrab.
Mereka benar-benar berdamai dengan baik, meski hati tak bisa berbohong bahwa tetap ada rasa sakit yang sekelebat terasa ketika sadar bahwa sebenarnya mereka tak lebih dari sebatas teman 'tahu kabar' satu sama lain.
“Oh terus katanya ada hal penting yang mau kalian omongin, mau ngomongin apa?” Semi menaruh kembali cangkirnya keatas meja seraya bertanya.
Alisa dan Kuroo saling bertatapan, memberi kode dalam diam untuk memutuskan kiranya siapa yang akan menjelaskan mengenai tujuan utama kenapa mereka bertiga bisa duduk disini.
“Sebenernya gue mau minta band lo buat tampil”
Semi menaikan alisnya. “Dimana?”
Kini suara Alisa terdengar, memasuki gendang telinga Semi dengan lembut bersamaan senyumnya yang terbingkai di kedua netra gelap si surai ash blonde.
“Di pernikahan kita”
Jantung yang sedari tadi tenang tiba-tiba berpacu cepat, sedikit menyesakkan si pemiliknya. Harusnya Semi sudah menduga sih kalau saat-saat seperti sekarang akan datang, namun tetap saja rasanya tak siap.
Bukan, bukan karena ia masih terjebak masa lalu dan cintanya pada Alisa belum terlupakan. Hanya saja, sedikit sesak.
Ia pernah membayangkan bisa menyiapkan segala hal mengenai pernikahan yang mungkin akan melelahkan namun menyenangkan disaat yang bersamaan dengan Alisa, dulu.
Bayangan itu sudah pupus sejak lama, Semi tahu. Tapi ia memang tidak pernah bisa berbohong mengenai tempat spesial milik Alisa Haiba di sudut terdalam hatinya yang kini bergetar lagi.
Alisa kini akan menikah dengan Kuroo, bukan dengannya. Sekali lagi, mereka akan menikah dan Semi diminta tampil disana.
“Sem? gimana?”
Fokusnya kembali berkumpul meski tak sepenuhnya, ia berusaha mengontrol air mukanya agar tetap terlihat tenang. “Kapan acaranya?”
“Empat bulanan lagi lah kira-kira. Kita sengaja bilang dari sekarang soalnya takut schedule lo padet. Bisa? Ntar gue omongin soal fee nya ke manager lo”
“Bisa kok bisa, nanti gue usahain harus bisa. Gausah bayar kali yaelah santaii anggap aja ini hadiah pernikahan dari gue sama anak band buat lo berdua”
“Ga enak lah Sem, kalian kan band besar yakali tampil cuma-cuma”
“Santai astaga kita kan temen, ngapain bayar”
“Kalo gitu thanks ya Sem? Thanks banget sumpah tapi tetep ah bakal gue omongin sama manager lo dulu”
Semi menyerah, ia mengangguk. “Terserah lo kalo gitu, tapi gue bakal dateng sebagai tamu undangan ya bukan sebagai guest, boleh kan?”
Alisa terkekeh. “Boleh dong, justru lo tamu kita yang paling spesial. Ntar kita kirim undangannya secara eksklusif”
“Hahaha aduh merasa terhormat nih gue. By the way, gilaa kalian kok ga bilang-bilang sih mau nikah? gue kaget banget jujur”
“Kita sengaja diem-diem aja tau-tau sebar undangan gitu biar agak surprise” Kuroo berujar.
“Parah sih ini bukan agak lagi tapi surprise banget”
Meja itu diisi lagi dengan tawa, dari Alisa dan Kuroo yang memang sedang berbahagia karena akan menikah 4 bulan mendatang serta Semi yang berperang dengan pikirannya sendiri.
Ia yang bersama Alisa sejak SMA, menjalin kasih, dari mereka masih menjadi murid dengan ambisi tinggi layaknya anak muda pada umumnya sambil menyiapkan diri untuk melangkah ke kehidupan yang lebih keras dari sekedar puluhan tugas yang membuat waktu tidur terampas.
Lalu lulus SMA, naik ke jenjang yang lebih tinggi, masih sama saling menemani. Dengan sombongnya mereka percaya bisa terus saling mendukung untuk situasi apapun walaupun jarak jelas-jelas membentang memisahkan keduanya.
Kesibukan melanda, komunikasi merenggang, kepercayaan memudar, seperti ditertawakan takdir, mereka enggan mengakui bahwa keduanya sudah tak lagi untuk satu sama lain. Ikatan hanya sebagai status, kebohongan jalan terus.
Sampai akhirnya mereka harus mengalah, menyerahkan hubungan yang pada dasarnya retak sejak lama, merelakannya dan memutuskan untuk mengambil jalan ke arah yang berbeda.
Semi selalu ingin ada di setiap momen yang Alisa alami, baik itu susah maupun senang. Sebab, secara tidak langsung Alisa juga menemaninya ketika mimpinya masih seperti bercandaan khas remaja sampai akhirnya terwujud perlahan-lahan.
Namun tempatnya itu harus digantikan orang lain. Ia tak bisa menemani Alisa disaat terburuknya, disaat terlelahnya, di titik terendah dalam hidupnya. Kuroo yang mengambil peran itu.
Begitupun Alisa, yang harus berhenti menemani Semi berkembang bersama tujuan dan cita-citanya di tengah jalan. Hanya sampai titik tengah belum di titik puncak.
Tahu-tahu ketika saling melihat kembali, keduanya sudah berhasil mencapai 'puncak' yang mereka tuju. Tak punya hak untuk melakukan apapun selain ikut senang layaknya seorang teman biasa meski dalam hati rasanya ingin berteriak dan memeluk seraya meneriakan bahwa mereka sama-sama orang hebat yang berhasil berjuang dan berdiri di puncak tertinggi.
“Lo ada kepikiran nikah di umur berapa Sem? Sorry kalo pertanyaan gue sensitif lo ga perlu jawab kok” Tanya Kuroo.
Semi mengulas senyum. “Jujur gue belum kepikiran mau nikah apa ngga. Gue bener-bener mau fokus di karir aja sejauh ini, belum ada calonnya juga”
“Keren keren, tujuan tertinggi lo saat ini apa?”
“World tour sih”
Alisa dan Kuroo terkagum-kagum mendengarnya. “Wajib banget nonton ini mah kalo kesampean”
“Hahaha aamiin aamiin wajib nonton ya lu berdua. Tapi bentar gue mau tanya, kalian punya lagu yang mau di request buat dinyanyiin ntar?”
“Gue pribadi ngga sih, bebas aja terserah lo gue terima. Lo mau koploan juga gapapa Sem”
Alisa memukul lengan kekasihnya dengan wajah sebal. “Yang bener aja kamu Tet, mereka kan band”
Semi tertawa. “Okay nanti pokoknya gimana gue aja ya lagunya?”
“Iya kita serahin ke lo pokoknya”
Ponsel Semi berdering menampilkan display name Mai sang manager, setelah izin untuk mengangkatnya sebentar, Semi menghabiskan kopinya lalu bersiap pergi.
“Eh gue ada kerjaan nih, pokoknya kalo kalian ada request atau gimana kabarin gue aja di chat ya, kalo ga ada ntar gue atur pokoknya beres dah soal lagu. Good luck buat kalian berdua, semoga dilancarkan persiapannya”
Semi kemudian menjabat tangan Kuroo dan Alisa bergantian seraya berpamitan.
“Yoi thanks bro. Lo sukses terus ya sama band lo semoga bisa world tour secepatnya”
“Goodbye Sem, makasih ya udah mau ngeluangin waktu hari ini. Sukses terus buat karir lo sama band, semoga makin banyak orang yang nikmatin karya kalian”
“Aamiin aamiin makasih ya. Gue pergi dulu, bye” Semi melambaikan tangannya, berjalan menjauh sebelum menghilang dibalik pintu cafe yang tertutup.
Kuroo dan Alisa memilih menetap lebih lama untuk berbincang. Sementara Semi, dijalan pulang menemukan sesuatu di ponselnya.
“Gue masih nyimpen ternyata list lagu yang iseng gue tulis, yang pengen gue nyanyiin di nikahan gue sama Alisa, yang gue simpen dari jaman baru masuk kuliah. Sekarang lagunya gue bakal nyanyiin di nikahannya Alisa, tapi bukan sama gue melainkan sama orang lain”
Semi memaksakan senyumnya entah untuk siapa. Yah mungkin ia tak diizinkan menyanyikan itu di pernikahannya sendiri. Ia bisa mencari lagu lain untuk itu dan menggunakan list yang ini untuk Kuroo serta Alisa nanti.
“So the anon was right huh?”