honest confession
Semi menyapa dengan senyum kala kedua netranya menangkap kehadiran Alisa. Setelah memesan dan berbasa-basi sebentar, Alisa menyampaikan maksudnya mengajak Semi bertemu hari ini.
“Semi maaf. Maaf kalo waktu itu kesannya aku kayak lari dari masalah dengan alibi gamau berantem sama kamu walaupun ended up–ya you know lah gimana” Alisa tertawa canggung.
“Maaf juga kalo waktu itu aku kurang ngerti perasaan kamu dan malah belain Kuroo. Also, maaf baru berani ngomong sekarang karena jujur aku nungguin kamu gerak duluan kemarin-kemarin. But then i realized that i have to make a move first, aku juga perlu usaha kan ya?” Alisa menatap kearah gelasnya, tak berani menatap langsung ke arah Semi.
Menyadari tak ada respon sama sekali dari sang lawan bicara, Alisa kembali buka suara. “So? Dimaafin ga nih? Or...”
“Dimaafin tapi kamunya liat sini dulu” Alisa menurut, ia akhirnya mengangkat pandangannya menatap netra kelam milik Semi Eita.
“Aku juga minta maaf ya? Maaf kalo aku ngungkit-ngungkit masalah yang sama dan terkesan ngeraguin kamu. Maaf karena aku terlalu khawatir sama hal yang ga seharusnya aku khawatirin. Maaf kalo aku terkesan ngatur kamu ini itu” Semi mengambil tangan yang sedari tadi menganggur diatas meja, menggenggamnya dengan hangat.
Kembali melanjutkan kalimatnya yang sebenarnya belum rampung. “And last, aku mau minta maaf karena udah nyuruh kamu nunggu dan nunggu tanpa kepastian. Nyuruh kamu nunggu lama, jaga perasaan sementara akunya ga ada pergerakan. I'm really sorry for that. Alisa, aku dimaafin kan?”
Alisa hanya memberi anggukan sebagai jawaban. Jujur ia memang merasa agak kesal karena hubungannya dengan Semi tak pernah ada kepastian–bukannya ia ingin menuntut status, hanya saja ia lelah merasa sama sekali tak punya hak atas Semi meski mereka berdua nyatanya dekat untuk waktu yang cukup lama.
“Berarti baikan lagi nih?” Semi melepaskan genggamannya kemudian menyodorkan jari kelingking.
“Kayak bocah” komentar Alisa namum tetap menautkan jari kelingkingnya pada milik Semi. “Tapi iya baikan”
Kemudian obrolan keduanya mengalir. Alisa menjelaskan hubungannya dengan Kuroo dan detail perasaannya mengenai itu–ia hanya menganggap Kuroo sebagai teman dekatnya, tidak lebih.
Semi menceritakan bahwa teman-teman satu bandnya rindu akan kehadiran Alisa di sesi latihan mereka yang akhir-akhir ini kembali diperketat karena ada event di waktu mendatang.
Keduanya nampak sangat senang karena dapat kembali berbincang ringan mengenai banyak hal seperti dulu-dulu. Saling memberi tahu apa saja yang sama-sama mereka lewatkan belakangan ini. Tak seberapa lama namun rasanya banyak sekali yang telah terlewatkan.
“Aku mau jujur. Sebenernya selama ini aku bingung harus kayak gimana nembak kamu makanya selalu aku tunda. Aku gabisa jadi manis dan nembak kamu dengan super romantis, serius aku selalu bingung gimana caranya”
“Ga romantis juga ga masalah, lagian kalo terlalu berlebihan juga jatohnya bakal cringe kan?”
“Ohh jadi bakal diterima dong mau gimanapun caranya aku nembak? Kamu nungguin aku nembak ga sih selama ini?” Goda Semi.
Pipinya perlahan memerah karena malu. “Apasih Sem”
“Itu kamu tadi bilang 'ga romantis juga ga masalah' pengen cepet-cepet ditembak nih ceritanya?”
Semi semakin gencar menggoda Alisa ketika menyadari bahwa gadis itu malu.
“Ih apa, ngga tuh?”
“Serius tanya, beneran gapapa ga romantis?”
Alisa memukul pelan lengan Semi. “Semi please stop“
Semi tertawa–cukup keras sampai membuat beberapa pengunjung menoleh memperhatikan mereka.
“Ngeselin lo” ketus gadis itu.
“Oke sorry sorry. Tapi serius Sa” setelah tawanya berhenti, Semi kembali mengambil kedua tangan Alisa untuk digenggamnya erat.
“Inget ga sih awal awal aku chat kamu, kamu tuh ramah banget asli. Tapi makin sini aku caper sama kamu suka kirimin kamu vn gitaran gajelas dan bikin kamu akhirnya jadi jutek karena risih. Sedih banget jujur, niat pdkt malah dijauhin” Semi tertawa mengingat bagaimana perubahan ekspresi Alisa ketika menatapnya dulu.
“Terus aku coba lagi, coba lagi, coba lagi sampe akhirnya bisa beneran deket sama kamu. Aku suka sama kamu karena kamu orangnya baik banget terlepas dari gimana juteknya ya, ramah, pinter, lucu, senyumnya juga cantik. Ah pokoknya paket komplit deh, tipe aku banget. Makin sini makin deket sama kamu, tiap hari bareng kamu, and i found that i really love you sampe temen-temen aku bilang aku bucin”
Semi kemudian mengangkat pandangannya, menatap tepat pada manik cerah milik gadis yang sudah disukainya selama hampir dua tahun.
“Maaf kalo ini kesannya cringe dan jauh diluar ekspetasi kamu. Sa, i love you to the moon and never back. Bingung banget gimana caranya nembak yang romantis selain pake lagu. But I'll go with honest confession like this. Maaf gantungin kamu terlalu lama tanpa status, maaf kalo selama ini bikin kamu bingung karena kesannya aku ga ada pergerakan, maaf nembaknya cuma kayak gini. Alisa, kamu mau ga percayain perasaan kamu sama aku? And would you be my girlfriend?“
Tak tahu harus berkata apa, Alisa hanya dapat terdiam menggigit bibir bawahnya dengan pipi yang bersemu semakin merah dan senyuman yang tertahan.
“Dijawab dong cantik, masa aku digantungin” ujar Semi seraya terkekeh kecil.
Alisa mengangguk malu-malu. “Iya, aku mau”
Dan jawaban itu sukses membuat Semi bersorak tertahan, wajahnya nampak sangat gembira. Ia bahkan tersenyum lebar menatap pacar barunya yang tak dapat lagi menahan senyumannya.
Matanya terlihat berbinar, ia kemudian beranjak dan memeluk Alisa–tak peduli dengan fakta bahwa pengunjung lain bisa saja memperhatikan mereka.
“Makasih makasih makasih Alisa sumpah makasih udah mau nerima aku” katanya penuh kegembiraan dengan pelukan yang mengerat.
“Iya sama-sama. Aku juga makasih karena kamu udah ungkapin semuanya dan ya um tau lah”
Semi tertawa, ia kembali mengeratkan pelukannya menyalurkan kebahagiaan yang kali ini memenuhi hatinya tanpa henti. Ia benar-benar bahagia karena akhirnya bisa memiliki Alisa sebagai seorang pacar.