never be mine

Semi Eita x reader oneshot

genre: romance, angst (maybe)

please give your feedback on the menfess! sorry for my bad english and typo, enjoy!


Amplop yang aku dapatkan sejak satu jam lalu belum sama sekali tersentuh. Aku hanya membawanya ke kamar untuk kemudian didiamkan karena jujur aku tak siap membukanya.

Setelah menghujani Rin–Suna Rintarou, temanku dengan berbagai kalimat seperti “RIN SUMPAH GUE GABISA” atau “RIN GIMANA ANJIR BUKA SEKARANG APA NTAR SBSJSK” dan meyakinkan diri lagi akhirnya aku membukanya.

Benar dugaanku, amplop ini berisi dua buah foto. Satunya foto Eita, satunya lagi foto kami berdua. Oh dan kertas kecil bertuliskan “here's my promise”

Foto ini diambil tujuh bulan lalu, saat aku dan Eita berkeliling kota Bandung untuk terakhir kalinya. Iya terakhir, karena Eita sudah memutuskan untuk pergi.

Saat itu Eita baru saja selesai manggung di event kampus, wajahnya terlihat lelah namun senyumnya entah kenapa cerah.

Aku bilang padanya untuk membatalkan janji jalan-jalan dan memakai waktunya untuk istirahat. Tapi Eita bersikeras menolaknya.

Lalu Bandung benar-benar kita jelajahi malam itu. Dengan kamera analog milik Eita, kami mengabadikan banyak hal. Pemandangan, pedagang, foto kami berdua, dan banyak lagi.

Terasa sangat menyenangkan, aku bahkan masih ingat bagaimana rasanya. Bagaimana genggaman tangan Eita, tatapan matanya, manis kata yang diucapnya. Menyenangkan, tapi dingin tanpa rasa.

Sejak awal aku sadar bahwa cerahnya senyum Eita karena dipaksa. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, dan ketakutan terbesarku terjadi.

Jalan-jalan hari ini ingin Eita jadikan kenangan terakhir dalam kisah kita. Ia mau pergi, bukan ke tempat dimana Tuhan berada, kita masih memijak bumi yang sama. Hanya saja, pemandangan yang dilihatnya tak akan lagi sama.

Bukan ramainya jalan Braga, bukan pula berdirinya Gedung Merdeka. Eita mau kita berjarak.

Aku tak akan menolak tentunya. Karena untuk apa juga menahan seseorang yang hatinya entah untuk siapa.

“Ta, aku tau hati kamu ga pernah disini. Aku ga pernah milikin itu barang sedikit. Berhenti pura-pura dan kejar apa yang kamu mau. Kalo yang kamu inginkan memang jarak, then why not?

Eita merengkuhku, entah dengan alasan apa. Kasihan? Persahabatan? Perpisahan? Yang pasti bukan kehilangan, karena itu sesuatu yang tidak mungkin.

“Bakal kangen banget sama kamu” bisikannya bahkan masih terngiang di kepalaku.

“You will miss our memories, not me, not us”

“Kamu benci ga sama aku?”

“Karena apa? Because you don't- ah i mean never love me? Kalo iya, jawabannya jelas ngga. Meski kamu gatau hati kamu untuk siapa, hati aku masih buat kamu. So there's no reason to hate you

Malam itu mendadak bisu. Yang rapuh mendadak tangguh, yang rusak semakin koyak, yang dipaksa kembali semula.

“Nanti aku cetakin ini terus kirim ke rumah kamu” adalah pesan Eita untuk terakhir kalinya.

Setelahnya banyak hal terjadi, dan tak terasa sudah tujuh bulan terlewat, foto ini baru sampai ke tanganku. Tapi Eita bahkan tak memberi cetakan fotoku sendiri.

You know that i really miss our memories and us. And you, i miss you. I put this photo because i think you'll miss me too haha

–Bandung, 19 Januari 20XX

Semi Eita (your ex lover)

Kalimat-kalimat itu Eita tulis di belakang fotonya. Sementara dibelakang foto kami berdua ada tulisan:

5 points that i want to say:
1. You were wrong when you told me that I won't miss us.
2. You were right when you said that my heart isn't yours
3. I'll save your photo as memories, is it okay? It must be okay
4. How r u? It's been 7 months. Aku udah pindah dari Bandung 4 bulan lalu. Jangan tanya alasan kenapa aku baru kasih ini ke kamu sekarang hehe.
5. If we meet again someday, let's talk a lot. About you, about me and about everything.

–last memories of us.
Bandung 19 Januari 20XX

Tak kusangka, perasaan yang kukira kuat, masih serapuh dulu. Bahkan ketika acara jalan-jalan terakhir kita, aku bisa menahan agar tak menangis.

Kukira perasaan ini sudah mati. Tapi ketika Eita mengakui bahwa his heart has never been mine hatiku berdenyut nyeri. Ternyata selama ini aku masih berharap.

Akan lebih baik kalau Eita mengirim fotoku saja, atau membiarkan foto foto ini polos tanpa pesan singkat darinya.

Foto Eita, semakin dilihat semakin membuatku sakit. Eita benar, aku memang sangat merindukannya.

Ah Eita membuatku menangis lagi setelah sekian lama. Harusnya aku membencinya saja dulu, atau memintanya pergi tanpa jejak. Mungkin akan terasa lebih mudah.


“Gue mau ketemu sama Eita, besok”

Rin hampir menyemburkan minumannya kala aku berujar demikian. Ia terlihat sangat terkejut, bahkan mata sipitnya sampai terbuka lebar.

“Yakin lo? Tapi setelah lima tahun?”

Aku mengangguk yakin. “Gue liat di berita katanya band Eita lagi ada disini. Ada yang mau gue kasihin dari dulu, mumpung ada kesempatan”

“Udah bikin janji? I mean you know how busy he is now“ 

“Nah itu dia. Surprisingly, he answered my DM last night

Rin mengangguk paham, ia mengusak rambutku sampai berantakan lalu tersenyum jahil. “Good luck buat besok. Awas makin gagal move on”

“Apasih berisik jelek”

Tadinya Eita memintaku untuk datang ke lokasi dimana band nya manggung, namun aku menolaknya. Pasti sesak dan ramai, aku hanya ingin bertemu sebentar, menyelesaikan urusanku, dan pergi.

Jantungku masih saja memompa dua kali lebih cepat setiap kali melihatnya. Banyak hal yang tak berubah bahkan setelah lima tahun berlalu. Seperti, perasaanku dan senyumnya.

“Hai? It's been a long time, how are you?” Sapanya lalu duduk di kursi sebrang tempatku duduk.

“I'm good. Sorry, I'mma straight to the point. I want to return this to you”

Eita mengambil sebuah amplop kecil yang kusodorkan, setelah melihat isinya, ia tersenyum tipis. “So you never miss me, huh?”

“Nah. I've been missing you. But there are many reasons why I return it to you”

“Mind to tell me?”

“Should i?”

“Up to you”

Masing-masing dari kami ditemani satu cangkir kopi hangat, suasana sore yang cukup cerah, dan senyuman Eita yang tak luntur sejak ia datang, membuat perasaanku semakin tak karuan.

Harusnya jangan seperti ini. Harusnya Eita datang dan mengatakan hal-hal menyakitkan seperti ia akan menikah, atau memiliki kekasih baru yang sebentar lagi akan ia pinang, atau apapun yang bisa membuat perasaanku benar-benar hancur melebur dan tak bersisa.

Bukan kehangatan yang perlahan kembali nyaman bersemayam di dalam sana. Jangan jatuh lagi, jangan, cukup sampai disini, selesaikan semuanya.

“Sebenernya ga ada alasan khusus sih. Aku cuma pengen berhenti kangen sama kamu. I want to erase you from my life”  i lied.

“Tapi kamu bisa simpen ini sebagai kenangan? Aku juga masih simpen kok foto kamu. Ga perlu diinget-inget, cukup simpen aja. Gimana?”

I can't. Aku mau balikin ini dari dulu tapi kamu taulah gimana jarak kita. Foto kita berdua, bakal terus aku simpen. Foto aku, boleh tetep kamu simpen. Tapi foto kamu, gabisa aku simpen karena aku gamau terus jatuh Ta”

Senyumnya perlahan luntur, Eita kehilangan kata-kata. Sementara aku merapikan barangku, lalu beranjak dan bersiap untuk pergi.

Goodbye Eita, sukses terus untuk karir kamu. Oh iya, kalo suatu hari kamu ketemu aku, jangan disapa ya? Act like we're stranger

“Sebenci itu ya kamu sama aku?” Tanyanya dengan senyum getir.

“Aku cuma udah nemu alasan untuk benci kamu. It's all about time. 5 tahun yang lalu aku memang ga benci kamu. But now, everything is different

Eita berdiri lalu mengulurkan tangannya. “Aku ga ada hak untuk nolak kalau itu untuk kebaikan kamu. Sukses terus, semoga kamu dapetin someone who is better and better than me. I wish for your happiness

“Thank you, Eita”

Setelah membalas jabatan tangannya aku pamit untuk pergi. Kita sama-sama memberi senyuman terbaik yang pernah ada sebagai bentuk perpisahan.

Aku merasa sangat lega telah mengembalikan apa yang harus kukembalikan. Bukan hanya foto Eita, tapi juga perasaanku untuknya. Aku telah melepaskan diriku sendiri dari perasaan sepihak yang lama membelenggu.

Tak ada yang lebih menyenangkan dari melepaskan apa yang seharusnya sudah dilepaskan sejak lama. Sakit namun lega disaat yang bersamaan. Menganggapnya tak pernah ada dalam hidupku memang pilihan yang terbaik untuk berhenti menyakiti diri sendiri.