night, cracker, and citylights.


Suna mengulas senyum tipis ketika kamu berdiri di depan gerbang dimana ia berada bersama motornya.

Kamu menaikan alis, bingung kenapa Suna tersenyum padahal jelas-jelas wajahmu sudah dibuat sejutek mungkin sejak keluar rumah tadi.

“Gue belum selesai ya ngomelin lo, jangan harap lo bisa lolos cuma karena lo ada disini.”

“Iya gue juga gak berharap gitu kok. Ayo naik, ngomelinnya langsung aja, gue dengerin.”

“Mau kemana sih emang?”

Suna memakai helmnya kemudian menyalakan motornya, “liat aja ntar sendiri. Bawa jaket dulu sana, cepetan biar ga terlalu malem.”

Kamu berdecak sebal tapi tetap mengikuti ucapannya untuk mengambil jaket, tak lupa meminta izin kemudian pergi bersama Suna.

Karena tak tahu harus membuka topik seperti apa, kamu memilih diam selama perjalanan. Suna melirik melalui kaca spion kemudian berujar, “katanya mau ngomel, kok malah diem? Gue dengerin kok.”

“Nanti omelan gue cuma lo anggap angin lalu gegara ga kedengeran jelas.”

Terdengar tawa Suna mengudara, sedikit teredam suara kendaraan lain. “Yaudah ngobrol aja dulu, ngomelnya ditunda, keberatan?”

Kamu menggeleng meski tahu Suna tak melihat. Setelahnya Suna membuka topik pembicaraan yang kemudian pembicaraan itu mengalir sampai kalian sampai di tempat tujuan.

Kamu memperhatikan sekeliling tepat setelah turun dari motor. Sebuah bukit kecil yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kota namun menyuguhkan ketenangan dan pemandangan yang luar biasa.

Suna mengambil tanganmu untuk digenggam. “Yuk naik, pemandangan diatas lebih bagus lagi.”

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke puncak. Matamu langsung disuguhkan pemandangan kelap-kelip lampu kota yang berpadu dengan hamparan luas langit malam dan bintang yang tak mau kalah memancarkan kelipnya.

Kamu menatap Suna, bermaksud bertanya apa tujuannya membawamu ke tempat ini secara tiba-tiba.

“Tadinya gue mau ajak lo ke tempat jajanan, tapi karena lo mau ngomel, gue bawa lo kesini biar leluasa ngomelnya.”

Kamu bingung harus merasa senang atau bagaimana karena sekali lagi, terkadang Suna Rintarou itu bisa menjadi sangat aneh dan tak terduga.

Suna mengeluarkan dua bungkus kecil cracker dari saku hoodie nya. “Bawa dari rumah, biar bisa ngemil.”

“Gimana gue bisa ngomelin lo, Suna, kalo lo nya lucu gini.” Ujarmu tak sadar.

Suna mengerjapkan matanya kemudian tersenyum menyebalkan. “Cie gue dibilang lucu, makasih loh.”

“NGGA MAKSUDNYA BUKAN GITU.”

“Gimana dong?” Suna menaikan alisnya, senyumnya masih belum luntur. “Gimanaa? Kok malah diem sih?”

“Ih tau ah. Gue omelin lo ya sekarang!”

“Heem, ngomel aja gue dengerin, gue emang salah kok.”

Kamu menghela nafas. “Lo tuh ya ngeselin banget tau gak? Udah nyuruh Kunimi jangan balik bareng gue biar gue balik bareng lo, terus katanya mau nungguin walaupun gue ekskul dulu, sampe jam berapapun katanya mau nungguin.”

“Tapi pas gue beres ekskul, lo gak ada Suna, GAK. ADA. Gue keliling-keliling sekolah nyariin lo, orang lain dah pada pulang, tapi bener-bener gue gak bisa nemuin lo dimanapun. Gue tuh bingung, hp lowbat, di sekolah udah sepi banget bahkan satpam aja gak tau kemana. Mau naik ojek mesti jalan dulu jauh, mau nebeng gak tau nebeng siapa. Gue hampir nangis tau!”

Sedari tadi kamu sibuk mengomel, Suna duduk disebelahmu seraya memperhatikan dan mendengarkanmu dengan seksama. Menerima semua omelanmu mengenai kesalahannya yang tiba-tiba menghilang padahal sudah berjanji untuk pulang bersama.

“Udah?”

“Udah!” Kamu menoleh ke arah Suna dengan sebal, namun kemudian sedikit terkejut karena melihat Suna yang justru tersenyum. “Gue abis ngomelin lo Suna Rintarou, bukan muji-muji lo, ngapain lo seneng?!”

Suna terkekeh. “Sorry tapi lo ngomelnya gemes banget gue gak bisa nahan senyum.”

“Gak usah ngalus!” Kamu melemparkan cracker yang diberi Suna barusan ke arahnya.

“Iya iya sorry. Gue bener-bener minta maaf karena gak nepatin janji mau pulang bareng, bahkan gak ngechat apa-apa, tapi gue gak maksud ninggalin lo sumpah. Temen gue barusan tiba-tiba minta nebeng, gue udah nolak tapi katanya dia buru-buru karena bunda nya sakit terus temennya yang lain gak ada yang bisa ditebengin. Gue gak mungkin nolak dong kalo emang kondisinya urgent?”

“Sumpah sorry banget gue bikin lo bingung pas mau balik. Tadinya gue mau balik lagi ke sekolah jemput lo, tapi gue mesti bantuin temen gue itu ngurusin bundanya. Terus tau-tau dah kesorean dan sekolah dah kosong.”

Kamu terdiam mendengar penjelasan Suna, tak tahu mesti menjawab apa.

“Dimaafin gak?”

Tak ada jawaban.

“Gapapa kalo lo mau ngambek dulu, atau mau ngomel lagi, bebas deh. Asal jangan kapok balik bareng gue buat ke depannya, ya? Please?”

Kamu menghela nafas, ya mau bagaimana lagi kalau memang Suna harus membantu temannya, toh hal itu bukan disengaja juga.

“Yaudah gue maafin.”

Suna mengembangkan senyummya, tak lupa dengan matanya yang ikut berbinar. “Gak akan kapok juga kan balik bareng gue?”

“Ngga. Ngapain juga kapok.”

Kamu mengernyit bingung karena Suna menyodorkan crackernya. “Buat lo aja sebagai permintaan maaf.”

“Murah amat cracker sebiji doang.”

“Itu isinya tiga!”

“Tetep aja murah!”

“Yaudah buat hari ini aja. Besok gue kasih sama pabriknya.”

“Suna lebay Rintarou.”

“HAHAHAHAHAA THANKS.”

“BUKAN PUJIAN!”