Pak ketua
Iwaizumi Hajime x reader oneshot au. 900+ words.
Genre: school, romance, slice of life.
Dulu, menjadi bagian dari pengurus OSIS adalah keinginan terbesarmu setelah mencapai bangku sekolah menengah atas.
Lalu keinginanmu terwujud, kamu senang tentu saja. Melewati berbagai rangkaian kegiatan, suka dan duka, dari masih menjadi “calon” hingga benar-benar menjabat sebagai sekretaris dari kepengurusan OSIS angkatanmu.
Tapi untuk sekarang, bukannya kamu tidak senang, rasanya seperti kurang bersyukur saja jika mengatakan itu mengingat bagaimana kerasnya kamu berdoa dan berusaha agar bisa sampai di titik ini sejak dulu.
Kamu hanya.... lelah. Lelah karena rasanya banyak sekali pekerjaan yang ditimpakan kepadamu. Dalang dibalik semua ini? Tidak lain adalah Iwaizumi Hajime si ketua OSIS.
“Laporan keuangan OSIS tiga bulan terakhir jangan lupa di setor ke saya.”
“Pak ketua, saya ini sekretaris bukan bendahara.” Kamu mengajukan protes.
Alis si “Pak ketua” menukik, tidak terima dengan protesanmu meski kamu merasa ucapanmu benar seribu persen.
“Kenapa? Kamu gak terima? Yaudah saya aja yang kerjain.”
“Yaudah pak kerjain aja.”
“Oke kalo gitu. Event empat bulan yang akan datang kamu yang bikin proposal sama laporan akhirnya sendiri.”
Kamu menghela nafas lelah. “Iya iya saya tanyain ke bendahara sekalian saya BANTUIN.”
Setelahnya kamu berlalu begitu saja dari hadapan Iwaizumi. Kamu heran, kenapa banyak sekali yang mengidolakannya, katanya ganteng lah, pintar lah, berwibawa lah. Meh.
Di matamu Iwaizumi Hajime hanyalah si ketua kaku diktator yang selalu memaksa untuk mengerjakan ini dan itu bahkan hal tak masuk akal sekalipun.
Hari demi hari berlalu, tugas demi tugas tak pernah lalu. Kamu memijat pangkal hidung, merasa lelah dan pening.
“Kok malah diem? Saya kan tadi minta kamu tolong tanyain ke seksi peralatan udah dapet semua belum izin untuk pinjem peralatan nanti.”
“Iya bentar.” Kamu berujar lemas.
“Sekarang. Saya udah suruh kamu dari lima belas menit lalu.” Iwaizumi melirik jam tangannya. “Dua puluh menit malah.”
Mendengar ocehannya, kamu langsung menggebrak meja karena kesal. “BENTAR DONG PAK. SITU GA LIAT SAYA LAGI ISTIRAHAT? KENAPA GAK TANYA SENDIRI? SAYA INI SEKRETARIS OSIS BUKAN SEKRETARIS PRIBADI ANDA.”
Iwaizumi nampak terkejut karena teriakanmu. Ia sampai mundur beberapa langkah menjaga jarak. Kamu sadar bahwa tak seharusnya kamu berucap sekeras itu karena bagaimanapun itu tak sopan.
“Saya minta maaf, tadi kelepasan. Ini sekarang saya tanyain ke seksi peralatan.” Kamu berjalan lemas seraya menundukan kepala.
Namun saat melewati lelaki bersurai kelam yang baru saja kamu teriaki, tanganmu ditahan oleh tangan besarnya, membuatmu mau tak mau menukikkan alis bingung.
“Tadi lo yang nyuruh gue buat nyamperin seksi peralatan, kenapa sekarang malah ditahan?”
“Coba kamu duduk dulu disana, saya mau ngobrol sebentar.”
“Yaelah pak, saya gak punya tenaga buat ngobrol sama pak ketua, nanti yang ada saya emosi.”
Tanpa menggubris penolakanmu, Iwaizumi menarik tanganmu untuk duduk kembali di kursi yang semula kamu tempati. Kemudian ia menarik satu kursi lainnya agar duduk berhadapan denganmu, hanya terpisahkan meja.
Kedua netra tajamnya menatapmu lurus, membuatmu sedikit gugup. “Kenapa pak?”
“Pertama, kamu bisa stop panggil saya pak? Saya berasa bos kamu, padahal kita seumuran.”
“Aduh gimana ya pak, saya kalo manggil nama doang ngerasa berdosa. Abisnya pak ketua mirip bos besar sebuah perusahaan sih.”
“Yaudah mulai sekarang gak usah merasa berdosa. Saya gak masalah kok. Kalo dipanggil pak kayak udah tua.”
“Siapa suruh situ terlalu kaku.” Gumamanmu sampai ke telinganya.
“Kalau kaku cuma sebagai bentuk profesionalitas aja. Saya gak enak kalau harus ngomong gue elo apalagi pas lagi bertugas.”
Tawamu mengudara, “bertugas kayak TNI ya pak.”
Mungkin bingung harus memberi respon yang seperti apa, makanya Iwaizumi memilih diam saja.
Kamu berdeham karena merasa tiba-tiba canggung. “Cepet pak mau ngomongin apa? Saya sibuk.”
“Perasaan kamu selama menjabat sebagai sekretaris gimana?”
“Hah perasaan? Kalo boleh jujur awalnya saya seneng pak, tapi makin sini kok makin capek. Saya tau sih emang jadi pengurus OSIS tuh resikonya capek, tapi ini capeknya kayak berkali lipat.”
“Capek karena saya?”
Kamu refleks mengangguk. “Betul banget, seratus buat pak ketua.”
“Untungnya bentar lagi lengser, tenang dah hidup gue.” Sambungmu lagi.
“Kamu gak suka bekerja bareng saya?”
“Suka pak kalau pak ketua gak membebankan banyak kerjaan yang bahkan gak penting-penting amat ke saya.”
Iwaizumi diam lagi, kali ini lebih lama. Kamu sudah mulai tak nyaman berada di satu ruangan dengan Iwaizumi dan hanya berdua.
“Saya-
“Emang pak ketua ada dendam apa sama saya? Atau dengan tujuan apa gitu pak ketua nyuruh-nyuruh saya mulu?”
“Say-
“Pak ketua kalo emang gak suka sama saya, ngomong aja pak, sekarang silahkan. Biar sama-sama enak. Jangan diem-diem doang, nanti jadi penyakit pak kalau dendamnya gak tersampaikan.”
“Alasan-
“Serius pak ketua kalo ada masalah sama saya, atau saya pernah bikin pak ketua kesel, bilang aja pak. Saya mau menghabiskan beberapa bulan terakhir di OSIS-
“Saya suka sama kamu. Itu alasannya.”
“Nah gitu dong pak, bilang- BILANG APA BARUSAN?!”
Iwaizumi memajukan kursinya, otomatis jarakmu dengannya juga semakin dekat, beruntung hanya wajahnya saja karena ada meja yang menjadi penghalang antara kalian berdua.
“Saya suka sama kamu tapi saya gak tau gimana cara deketinnya. Saya emang kaku kalau soal cewek, jadi satu-satunya cara saya bisa berinteraksi dengan kamu adalah nyuruh-nyuruh kamu ngelakuin ini dan itu. Saya minta maaf kalau selama ini malah membebani dan bikin kamu kesel.”
Setelah memberi penjelasan, Iwaizumi beranjak dari kursinya kemudian berlalu begitu saja. Saat ia baru sampai pintu, ia berhenti lagi seraya berujar. “Nanti saya cari cara lain supaya bisa deket sama kamu tanpa membebani kamu di beberapa bulan terakhir masa kepengurusan ini.”
Karena terlalu terkejut, kamu tak bisa berkata-kata sejak tadi, dan saat Iwaizumi telah menghilang dibalik pintu, barulah kamu sadar.
“WOY PAK KETUA YANG TERAKHIR TADI MAKSUDNYA APA?!” Teriakanmu mungkin cukup kencang terdengar ke beberapa meter diluar ruang OSIS. “IWAIZUMI HAJIME JAWAB.”
Buktinya Iwaizumi yang belum terlalu jauh masih bisa mendengarmu dan mengirim pesan,
Pak ketua
Saya rasa kamu cukup pintar buat mengerti apa maksud saya.
15.30 PM.