resiko jatuh cinta
semi x reader oneshot au
tw // harshword , mention of death , depression , bullying , violence , toxic relationship.
Entah sudah berapa banyak syukur yang kamu ucap karena memiliki seseorang seperti Semi Eita dalam hidupmu.
Semi Eita yang katanya idaman semua orang. Bukan hanya menang tampang, tapi segala aspek dalam dirinya memang patut untuk dikagumi.
Eita itu tidak tergapai bagi sebagian orang. Termasuk kamu, dulu. Pikiran mengenai memangnya orang sekelas Semi Eita mau sama gembel kayak gue sirna begitu saja ketika Eita justru meraihmu terlebih dahulu.
Melalui sebuah pertemuan singkat dimana Eita mengeluarkan semua permen yang dibawanya untuk kemudian ia perkenalkan satu persatu rasanya kepadamu, tanpa konteks dan tiba-tiba. Berakhir pada acara pulang bersama dalam rangka trial pertemanan dan saling tukar nomor telepon lalu menjadi yang paling dekat seperti sekarang.
Eita itu idaman, fansnya ada dimana-mana. Orang yang mencintainya mungkin ratusan, atau bahkan ribuan. Lalu satu orang diantaranya beruntung, orang yang selama belasan tahun bertanya-tanya apa artinya sebuah cinta, bagaimana bentuknya, bagaimana rasanya lah yang mendapatkan raga maupun hati sang idaman kaum hawa.
Bukan hanya itu, ia bahkan sampai paham betul apa itu cinta yang ia pertanyakan sebelumnya.
Semi Eita adalah cinta itu sendiri. Bersama Eita kamu merasa akhirnya ada yang mendengarkan setiap cerita remeh darimu, ada yang ikut mendengarkan lagu yang kamu dengarkan, ada yang bersedia dibuat repot jam berapapun itu, ada yang hampir selalu terlibat di setiap momen yang kamu alami, dan banyak lagi.
Akhirnya kamu paham bagaimana rasanya mencintai itu, mencintai sosok Semi Eita yang buatmu bahagia. Bagaimana rasanya dicintai itu, dicintai sosok Eita yang sempurna.
Kamu paham, jika bersamanya kamu merasa kamu adalah orang yang paling bahagia di muka bumi, dan jika dia meninggalkan untuk waktu dan alasan tertentu, ada yang hadir bernama rindu.
Benar-benar Eita itu definisi sempurna untuk sebuah cinta. Yang selalu bisa membuatmu bersemu dan seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu. Cinta yang indah.
Tapi,
Terlalu terlena dengan semua itu, membuat kamu lupa bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu berdampingan. Kekurangan dan kelebihan, bahagia dan derita.
Lama kelamaan tampak derita itu, sedikit demi sedikit menyakiti, tak meninggalkan luka besar sekaligus melainkan luka kecil yang berangsur menghancurkan.
Apa cinta yang indah itu? Tak pernah lagi ada. Kenapa kini hanya pedihnya derita yang didapat? Bukan diberikan langsung oleh si cinta, tapi melalui mereka yang mencintanya, yang dibutakan oleh tak terbalas, membalaskan pada seseorang yang dicintai oleh orang yang mereka cintai.
Memangnya hal seperti ini adil? Tidak kan? Mereka yang jatuh cinta kenapa orang lain harus menjadi korban?
Lengah, sejak awal harusnya sadar kalau cinta bukan cuma tentang indah dan bahagia tapi juga luka. Luka yang menghancurkan segalanya.
Benar apa kata orang, mencintai seseorang itu indah namun beresiko.
Tubuh yang terlanjur lemas itu sekali lagi didorong sampai menghantam keramik dingin di belakangnya, menimbulkan sakit di area punggung.
“Mau sampai kapan sih lo gangguin Eita? Cewek gatau diri”
“Emang anjing nih cewek, dah diperingatin berkali-kali tetep aja ngeyel”
Kata-kata makian, lama kelamaan terasa seperti makananan harian, yang meskipun kamu enggan tetap harus kamu telan.
“Padahal gue yakin, bukan kita doang kan yang ngelakuin ini ke lo?”
Surai yang kerap kali diusak lembut oleh sang kekasih, kini ditarik kuat menghasilkan rintihan perih yang dibalas tamparan kuat tanpa rasa kasihan.
“Baru diginiin doang dah ngeluh”
Salah satunya berjongkok, mencengkram rahang yang terduduk tak berdaya, memberikan tatapan tajamnya yang menghunus dalam. “Saran gue, mending lo jauhin Eita secepatnya. Ga capek apa lo diperlakuin gini terus sama fans-fansnya dia? Kalo lo ga menjauh terus, lama-lama lo mati”
Setelah itu mereka pergi, lagi dan lagi meninggalkanmu dengan luka dan trauma, dengan Eita sebagai alasannya. Mereka yang mencintai Eita, mereka yang cintanya tak dibalas Eita, tapi kamu yang harus menerima semua lukanya, benar-benar tidak adil.
Terus saja begitu, terulang setiap harinya bagai kaset rusak yang memutar memori samar. Berpura-pura bahagia di hadapan Eita, menjadi yang paling menderita ketika lelaki itu tak ada, menerima berbagai luka dari patah hati mereka yang bahkan bukan salahmu, menelan cacian yang membuat perutmu terasa mual.
Mereka benar, kalau begini terus kamu bisa mati, dan kamu tak mau mati karena orang yang kamu cintai.
Setelah beberapa hari disibukan dengan urusan kuliah, akhirnya Eita mendapatkan day off, makanya hari ini ia memutuskan untuk mengantarkanmu ke kampus.
“Ntar malem angkringan yuk, kangen banget makan disana bareng kamu. Maafin aku belakangan sibuk banget huhu maklum mahasiswa semester tujuh”
“Boleh kak, tapi sebelum ke angkringan night drive dulu boleh? Ada yang mau aku omongin”
Eita mengangguk-angguk. “Ngga akan diomongin sekarang aja?” dibalas gelengan ringan darimu.
Sepanjang perjalanan, Eita menggenggam tanganmu hangat dengan sebelah tangannya sementara tangan yang lainnya memegang kemudi, bibirnya sesekali menyenandungkan lagu yang terputar dari radio yang terhubung dengan ponselnya sendiri.
Dulu kamu sangat bahagia melihat hal kecil seperti ini dari Eita apalagi kalau kalian sudah lama tak bertemu. Tapi kini, perasaan itu terasa seperti menghilang. Mungkin bukan menghilang sepenuhnya tapi kamu yang sengaja menguburnya dalam, karena kini kapanpun kamu bersama dengan Eita, hanya cemaslah yang dapat kamu rasa.
“Kak, what do you think about your fans?”
“Hm? They're good, supportive, and special. Kenapa emangnya?”
Kamu menggigit bibir bawah, menyiapkan keberanian untuk mengungkapkan semua yang sudah kamu tahan terlalu lama.
“Kalau aku bilang.. aku dibully sama fans kakak, kakak percaya?”
Detik berikutnya, tawa Eita mengudara, “Ngga lah. Masa iya mereka bully kamu, selama ini juga kamu keliatannya baik-baik aja”
“Tapi mereka beneran bully aku. Kak, sejak lulus SMA mereka mulai ngincer aku. Aku ga pernah punya keberanian untuk bilang ini sama kakak, tapi sekarang aku udah ga kuat kak, aku ga bisa lagi nyembunyiin semuanya”
“Hah ngomong apa sih kamu? Kamu ga lagi ngarang cerita kan?”
Jelas-jelas ada getar dalam suaramu tadi, dan Eita malah menganggapmu mengarang cerita, tidak habis pikir.
“Kak aku ga segabut itu untuk ngarang cerita. Yang bully aku ga cuma satu dua orang, ga satu dua geng. Aku capek kak, badan aku sakit, mental aku sakit, aku gatau berapa lama lagi bisa bertahan kalau kayak gini terus”
Eita sedikit menoleh, menatapmu dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kamu aja kali yang berlebihan, fans aku ga mungkin kayak gitu, mereka baik-baik banget kok. Kan waktu itu aku udah bilang kalau ada yang hatespeech, bilang aja ke aku”
“Masalahnya mereka ga cuma hatespeech ke aku. Mereka pukul aku, injek, jambak, siram, semuanya kak, semuanya udah aku rasain selama hampir tiga tahun belakangan. Aku udah coba lawan, tapi besoknya mereka bakal sakitin aku berkali-kali lipat. Sakit kak, sakit banget”
Kamu dapat merasakan air mata yang sedari tadi tertahan mulai berdesakan meminta keluar, perlahan menuruni pipimu yang semakin hari semakin tirus karena tekanan yang kamu terima.
“Kok selama ini kamu keliatan baik-baik aja? Lagian kalau kayak gitu udah terlalu jahat, aku ga bisa percaya fans aku ngelakuin semua itu” Eita masih saja santai, menatap jalanan yang terbentang luas di depan sana.
“Mungkin karena aku terlalu jago nyembunyiin atau kakak yang terlalu acuh? Aku gatau. Dan lagi, kamu percaya fans kamu sementara kamu ga percaya pacar kamu sendiri kak?”
“Semuanya terlalu ga masuk akal buat aku, sayang. Kalau kamu gasuka sama fans aku, ga gini ya caranya, aku ga ngerti point kamu apa”
Kamu menghela nafas, benar-benar lelah dengan semuanya. “Poinnya adalah aku selama bertahun-tahun dibully sama fans kamu. Dipukul, diinjek, dicaci maki, disiram, diganggu, dan lain sebagainya. Aku dihancurin kak sama mereka, fisik maupun mental”
“Lebih lucunya lagi, mereka ngelakuin itu karena mereka cinta sama Kak Eita dan mau aku menjauh dari kakak. Mereka yang jatuh cinta tapi aku yang harus hancur kak, ga adil. Dalam tiga tahun belakangan, aku udah mikir buat ninggalin kakak, tapi rasanya susah, knowing that kak Eita segitu sayangnya sama aku bikin aku berusaha buat bertahan padahal aku tau pada akhirnya aku tetep harus lepasin kak Eita.
Bodoh ya kak? Emang. Kak aku sekarang semester lima, tapi kuliahku udah ga bener, hidup aku udah kacau. Hebat ya fans kakak, bisa bikin hidup aku hancur berantakan. Tiap malem cuma bisa nangis sambil nahan sakit. Kak Eita tau ga berapa banyak luka yang aku terima? Kak Eita tau ga fans kakak yang udah nyebabin semua itu?”
Entah sudah berapa banyak air mata yang keluar, belum lagi suara yang biasanya berucap ceria, kini bergetar hebat. Kamu memeluk dirimu, mencari kehangatan sendiri dari perasaan-perasaan yang kacau balau.
Nafas Eita tercekat, ia tak tahu fansnya telah melakukan hal sejahat itu kepada kekasihnya. Kepada orang yang sangat dicintai dan dijaganya. Ah, dijaga apanya, Eita bahkan sudah membuatnya hancur secara tidak langsung untuk kurang lebih tiga tahun lamanya.
“Sayang... aku gatau kamu nanggung luka sebegini berat, kenapa gapernah cerita sama aku? Kenapa kamu sembunyiin semuanya dari aku?”
“Kalo aku cerita dari dulu emangnya kakak bakal percaya? Tadi aja kakak masih belain fans kakak itu dan bilang aku ngarang cerita. Kak Eita kalau mau tahu, aku udah deket banget sama kata menyerah dan mati”
“No sayang please don't give up okay? i'll be here for you, temenin kamu untuk sembuhin semua luka kamu, aku bakal terus disini nebus semua kesalahan yang udah dilakuin fans aku ke kamu”
Kamu tersenyum, di netra kelamnya senyum itu terlihat sangat pedih, penuh luka dan rasa ingin menyerah. Eita sangat ingin merengkuhmu, membuatmu merasa aman dan nyaman.
“Ga perlu kak, luka aku udah ga bisa sembuh. So i will give up, aku nyerah sama hubungan kita”
Eita menepikan mobilnya setelah mendengar kalimat terakhirmu tadi. Ia menggelengkan kepalanya, wajahnya memelas, ia tak mau kamu menyerah pada hubungan kalian.
“Kak aku udah ga tahan. Aku ga mau mati karena orang yang aku cintai. Aku mungkin bahagia sama Kak Eita tapi ngga dengan orang diluar sana”
Kamu meraih kedua tangannya, dibawanya kedalam genggamanmu yang dingin tanpa sedikitpun kehangatan. “Aku ngga nyesel udah kenal Kak Eita. Kak Eita ga perlu minta maaf soal apapun, semuanya udah terjadi, ga ada yang bisa dimaafin dan diperbaiki lagi”
Sabuk pengaman dilepaskan, bersamaan dengan genggaman yang semakin longgar. Eita kehilangan kata-katanya, bahkan ketika kamu sudah siap keluar dari mobilnya.
“Kak Eita, kakak itu definisi sempurna dari cinta bagi aku. Tapi sayang, resiko dari mencintai Kak Eita terlalu besar, aku ga sanggup nahan lebih lama lagi. Sampai ketemu lagi ya kak? Nanti, kalau aku udah sembuh dan menemukan definisi lain dari cinta selain Semi Eita”
Dan itu kata-kata terakhirmu sebelum benar-benar keluar dari mobil, pergi meninggalkan ribuan perasaanmu di belakang sana bersama Eita yang masih saja membisu.
Bersama Eita yang tidak diberi kesempatan untuk sedikitnya menyesal dan meminta maaf lebih banyak. Eita yang tidak diberi kesempatan untuk sekedar mencium atau memeluk untuk terakhir kalinya.
Tanpa sadar, air mata jatuh di kedua pipi lelaki bersurai kelabu itu, bersamaan sesak yang memenuhi rongga dadanya. Ia tahu ia pantas akan ini semua, ia pantas menanggung kesalahan dari orang-orang yang terlalu berlebihan mencintainya, ia pantas menanggung luka yang bahkan tak sepadan dengan luka yang ditanggung mantan kekasihnya.
Semi Eita hampir membunuh cintanya, maka ia pantas ditinggalkan.