semisuna: i want to be born as you

tw // harsh word , car accident , toxic relationship , mention of cheating , major character death , angst .

read at your own risk, enjoy!


Kalau ada yang bertanya pada Atsumu siapa orang paling kuat dan paling keras kepala di muka bumi, maka dengan senang hati ia akan menjawab Suna Rintarou.

Bukan dalam aspek kekerasan, namun dalam aspek perasaan. Suna Rintarou, lelaki yang sudah entah berapa kali disakiti oleh pacarnya sendiri namun tetap bertahan sampai detik ini, malah orang-orang disekitarnya yang ikut merasakan lelah sementara ia sendiri masih saja bertahan.

“Apa bagusnya si Semi Semi itu anjing?! manusia brengsek kayak gitu ga pantes lo pertahanin segininya”

“Gue sayang sama dia Tsum, lo ga akan ngerti. Gue yakin kok someday dia bakal berubah dan sadar kalo selama ini dia salah”

Selalu begitu jawabannya. Atsumu tidak tahu sebenarnya hati Rintarou itu terbuat dari apa, ia sudah diselingkuhi, diabaikan, dijadikan pelampiasan, bahkan dicaci maki, masih saja bisa berpikir positif begitu.

“Ada Rintarou?” Kepala yang menyembul dibalik pintu kelas yang setengah tertutup membuat yang punya nama menoleh lalu menyunggingkan senyumnya seraya beranjak menuju luar kelas.

“Hari ini mau jalan?”

“Sumpah? Lo ga salah ngajak gue jalan?” Tanya Rintarou terkejut, kapan lagi Eita mengajaknya jalan, biasanya ia diabaikan begitu saja.

“Iya, sekalian gue mau ngomong sesuatu. Sorry semingguan ini gue ngilang”

Rintarou menggeleng, wajahnya cerah berseri, senyumnya bahkan menjadi lebih lebar dari sebelumnya. “No prob. Pulang sekolah ya?”

Eita mengangguk, ia tersenyum simpul seraya menyodorkan jari kelingkingnya. “Kali ini janji kok”

“Janji ya!”


Rasanya Rintarou ingin berteriak pada dunia, bahwa hari ini adalah hari terindah dalam hidupnya, yang sampai ia mati pun ia tak akan lupa.

Katakanlah Rintarou berlebihan, tapi memang rasa bahagianya sebegitu besar bahkan membuat luka yang sejak lama ditorehkan Eita kepadanya serasa hilang entah kemana, yang ada hanya bahagia.

“Rin senyumnya lebar banget, seneng?” Eita terkekeh melihat kekasihnya itu.

“Banget. Thank you Eita, udah ngajak gue jalan-jalan hari ini”

No no harusnya gue yang makasih. Makasih ya selama ini udah bertahan? Gue tau gue brengsek, banget malah, gue tau gue salah, salah banget udah nyakitin lo selama ini. Belakangan ini gue mikirin tentang semua kesalahan gue ke lo. And yes, gue nyesel”

Eita menatap Rintarou lembut, tatapan yang terakhir kali Rintarou dapatkan ketika mereka baru saja resmi berpacaran dulu. Tak ada tatapan dingin ataupun tatapan tajam yang menusuk, yang ada hanya kehangatan.

“Tapi gue ga mau nyerah. Izinin gue buat berjuang kali ini, kasih gue maaf sekali lagi, biarin gue perbaikin semuanya. I will make you happy Rin, i will love you with all my life and my heart, i realized that you're the only one i love, you're the only home that i have. Let's start all over again, from the very very first, let me show you the best version of me who deserves you

Seiring dengan kalimat yang terucap dari belah bibir sang kekasih, air matanya mengalir membasahi pipi. Akhirnya, setelah sekian lama bertahan, setelah penantian yang teramat panjang. Kini, Eita nya akan benar-benar berubah.

“Would you accept me again?”

“I would”

Maka dihapusnya air mata si surai coklat sebelum Eita menarik Rintarou ke dalam pelukan hangat yang selama ini tak pernah ia berikan padanya.

“Oke sekarang tinggal rencana terakhir”

“Apaan?”

Eita melebarkan senyumnya seraya mengangkat kunci mobilnya. “Night drive

Ditembusnya jalanan dibawah hamparan luas langit malam bertaburkan bintang. Angin berhembus kencang menusuk tulang membuat bergidik mereka yang tengah melawannya dengan si kuda besi.

Alunan lagu tak hentinya terdengar sejak mobil dilajukan beberapa saat lalu. Tawa turut mengiringi, begitupun obrolan-obrolan ringan yang sebelumnya tak pernah mereka perbincangkan.

Situasi sederhana yang membuat keduanya merasa menjadi manusia paling bahagia di muka bumi. Situasi sederhana yang untuk mendapatkannya harus melalui berbagai kondisi rumit.

Malam ini akan menjadi akhir dan awal dari segalanya. Akhir dari luka-luka lalu, awal dari mereka yang baru.

Setidaknya begitu sebelum sebuah truk oleng menghantam mobil mereka, membuatnya terlempar jauh lalu jatuh dalam kondisi terbalik.

Semua berlalu begitu cepat, terjadi dalam kurun waktu sepersekian detik, dari yang tadinya baik-baik saja menjadi hancur berkeping-keping.

Rintarou merasakan sekujur tubuhnya sakit. Kepalanya berat, kaki tangannya tak dapat ia gerakan, bibirnya sakit, matanya sulit untuk sekedar dibuka barang sebentar saja, nafasnya bahkan sudah tak beraturan.

Dipaksakan tangannya untuk bergerak, mencari-cari sesuatu yang entah apa. Dirasakannya tangan yang lain, disusul rintihan lirih kesakitan. Matanya menemukan meski tak nampak jelas, keadaannya sama parah.

“Ta..”

I'm he-here Rin..”

Kini bukan hanya tubuhnya saja yang terasa remuk, namun juga hatinya. Rintarou merasa dadanya seperti diremas kuat ketika melihat Eita memaksakan senyumnya seraya menatap matanya dengan susah payah.

There's something that i haven't said to you. May you give me a chance, tapi Tuhan ngga. Rin aku tau aku ga akan bisa liat kamu lagi setelah ini, aku ga bisa perbaiki semuanya, i'm so sorry” ujarnya susah payah.

Rintarou mengeratkan genggamannnya, air mata perlahan-lahan membasahi pipinya, sama seperti sore tadi, hanya saja situasinya berbeda jauh.

And something that i want to say is, if i born again, i want to be born as you and give lots of love to me, to Suna Rintarou. Karena selama ini kamu biarin diri kamu menderita karena aku. Rin bertahan ya? Eita tau Rin kuat, Rin ngga boleh ikut Eita”

“Ngga ta, gamau. Kamu ga akan pergi kemana-mana, begitupun aku. Kamu ga perlu jadi aku di kehidupan selanjutnya, ga ada kehidupan selanjutnya untuk kita, kita bakal bertahan sama-sama di kehidupan ini. Ya? Eita jangan nyerah”

Eita menggeleng. “Jaga diri” lirihnya. And all Rintarou can see after that's just Eita's smile before he stops breathing.

Ramai suara diluar sana memasuki memekikan telinga, membuat kepalanya semakin sakit dan jantungnya berdenyut tak karuan. Rintarou tak ingin bertahan, tidak setelah ia melihat pemilik hatinya pergi meninggalkannya begitu saja.

“Angkat-angkat!”

He's alive! Tolong segera ditangani”

Hanya itu yang dapat Rintarou dengar sebelum ia merasakan sakitnya di sekujur tubuhnya semakin menjadi, dan matanya mulai tak kuasa terbuka.


Sembilan tahun sudah berlalu semenjak hari itu, hari dimana Rintarou menyaksikan seluruh dunianya hancur menyisakan hampa.

Kalau ditanya apa bekas luka yang selama ini sibuk Rintarou tutupi sudah sembuh, jawabannya belum sama sekali. Jangankan sembuh, mengering pun rasanya masih belum.

Rintarou gagal. Melupakannya, menyembuhkannya, menggantikannya. Semua itu gagal ia lakukan. Selama sembilan tahun hanya menjadi orang bodoh yang terikat masa lalu tanpa tahu dimana tempat untuk bergerak.

I wonder how heaven looks like. is it beautiful?” Rintarou menengadah, membiarkan wajahnya tersorot sinar mentari yang hangat. “Dia bahagia ga ya di atas sana Tsum?”

Atsumu menghela nafasnya, “Dia ga akan bahagia kalo liat lo terus-terusan kayak gini, you've promised to stop, but you never do that. Forget him or you will make yourself tired

I already tired Tsum, so there's no difference in between. Both are tiring

Rintarou beranjak, “gue mau beli minum, mau nitip?” dibalas anggukan disertai helaan nafas dari Atsumu. Selalu saja begini, menghindar.

Area lapangan tempat biasa dipakai orang-orang berolahraga nampak ramai sore ini. Cuacanya sedang bagus, tidak panas tidak mendung juga, pantas saja jumlah yang berolahraga lebih banyak dari biasanya.

“Mas, air putih dua ya”

“Air putih dua”

Ketika suara lain masuk bertabrakan dengan suaranya, Rintarou refleks menolehkan kepala demi melihat orang di sebelahnya.

Di detik berikutnya, kedua matanya terkunci, isi pikirannya tiba-tiba hilang entah kemana, lidahnya kelu, namun hatinya bergemuruh merasakan sesuatu yang telah lama sekali tak ia rasakan.

Ia melihat hidupnya kembali.

“Eita?”

Lelaki di sebelahnya tersentak, menolehkan kepalanya ke berbagai arah, memastikan panggilan tadi ditujukan untuknya.

“Iya kamu”

“Huh? Oh saya... Saya bukan Ei.. Ta? Iya bukan, nama saya bukan Eita. Ada perlu apa?”

Rintarou yang semula membeku mulai kembali pada kesadaran penuhnya. Ia menggeleng sopan, “Ngga mas, cuma saya kira mas temen saya. Mirip soalnya. Maaf ya”

Lelaki itu tersenyum. “Ga masalah kok”

Rintarou memijat pelipisnya, bisa-bisanya ia mengira orang asing tadi sebagai Eita yang telah terlahir kembali. Ini baru sembilan tahun berlalu, Eita tak mungkin kembali secepat itu. Rintarou saja yang terlalu berlarut-larut pada masa lalu.

Lagipula kalau Eita terlahir kembali pun, bukannya ia mengatakan bahwa ia ingin menjadi Rintarou? Agar bisa mencintai dirinya sendiri sebanyak mungkin karena
Eita belum bisa memberi seluruh cintanya pada sang pemilik netra rubah.

Kalau saja Eita tahu, Rintarou kehilangan kemampuannya untuk merasakan apa itu cinta, bahkan dari dirinya sendiri. Kalau saja Eita tahu, Rintarou kini adalah versi terburuk dari seorang Suna Rintarou yang pernah ada. Kalau saja Eita tahu, kalau Rintarou kini hanyalah Rintarou yang masih dan terus terjebak di masa lalu.

Rintarou yang kini hanyalah hampa yang menunggu Eita-nya kembali meski tahu itu tak mungkin.