Tawuran


“HAH? TAWURAN?!”

Kamu memekik terkejut mendengar penuturan orang yang tengah meringis setelah kamu refleks memukul lengannya–tepat pada lukanya yang baru diobati.

“Sakit anjir.” Pekiknya.

“Sorry sorry gue kaget. Kok bisa sih? Gimana ceritanya?”


[ FLASHBACK: PULANG SEKOLAH ]

“Ngapain sih kerkom di sekolah, kek gak ada tempat lain aja lu pada.” Ujar Iwaizumi seraya bergabung dengan teman-temannya yang sudah duduk melingkar sejak tadi.

“Yee biar kerasa vibes kerkomnya, biar gak banyak jajan juga, jadi cepet beres kerjaannya.”

Iwaizumi pura-pura tak mendengar, mendapat satu pukulan ringan di lengannya dari teman yang barusan menjawab. “Yeuh si monyet tadi nanya, dah dijawab malah pura-pura budeg.”

Kerja kelompok berjalan lancar sampai selesai. Setelah jajan-jajan terlebih dahulu, mereka semua memutuskan untuk meninggalkan area sekolah.

Namun baru beberapa ratus meter dari sekolah, terdengar suara keributan. Fyi, di daerah ini ada dua sekolah yang berdekatan, sekolahnya Iwaizumi dan satu sekolah lagi yang jaraknya hanya terpaut  ± 500 meter.

Dan seketika Iwaizumi menyesali keputusannya lewat jalan ini karena ia harus menyaksikan tawuran antar sekolah yang dekat dengan sekolahnya dan salah satu SMA swasta yang cukup jauh dari daerah sini.

Lemparan-lemparan batu hampir mengenai Iwaizumi, bodohnya ia tak langsung pergi melainkan diam karena mendadak bingung harus melakukan apa.

Kesialan menimpanya, ia dipaksa turun dari motornya dan diseret untuk bergabung kedalam tawuran karena mereka sangka Iwaizumi murid sekolah yang sama dan ikut terlibat.

“Cepet anjing lawan, jangan diem aja di motor.” Begitu katanya.

Iwaizumi tiba-tiba tersulut ketika sebuah batu berukuran kecil menuju sedang menghantam pelipisnya hingga berdarah. Maka habislah ia memukuli dan dipukuli, menghindar, dilempari, dan lain sebagainya yang membuat tubuhnya dipenuhi luka dan memar.

Sampai akhirnya tawuran dibubarkan oleh polisi yang dihubungi oleh salah satu warga daerah situ, mereka semua ditangkap untuk diminta penjelasan, termasuk Iwaizumi.


“Si tolol pake kesulut emosi segala.” Komentar Oikawa setelah mendengar cerita Iwaizumi.

“Iya anjing kalo kata gue lo langsung puter balik terus pergi jauh-jauh, ini malah join, anak pinter.” Timpal Atsumu.

Iwaizumi mengedikan bahunya pasrah. “Yah udah kejadian juga sih, itung-itung pengalaman- AW ANJING NGAPA DITEKEN LUKANYA.”

Sengaja, kamu sebal sekali mendengar Iwaizumi berkata seenteng itu sementara orang-orang di sekitarnya khawatir–apalagi orang tuanya yang sampai harus kerepotan berurusan dengan polisi.

“Pengalaman nyusahin orang?!”

“Ya namanya juga anak muda- BANGSAAATTT JANGAN DITEKEN TERUS. IYA IYA NGGA PENGALAMAN, MAAF.”

Kamu mendelik, mengundang cekikikan dari Oikawa dan Atsumu yang menyaksikan betapa bucinnya seorang Iwaizumi Hajime.

“Dimarahin pacar baru aja iyi iyi miip, halah.”

“Dih jomblo sewot.”

“Minta maaf sana sama ayah bunda.” Ujarmu.

“Iya nanti minta maaf kok, ke kamu juga perlu gak?”

Oikawa dan Atsumu yang merasa menjadi nyamuk langsung membuat gestur 'ingin muntah'.

“Gak perlu, aku gak marah-marah amat, cuma khawatir aja pas kamu ngilang.”

Mendengar jawabanmu, Iwaizumi menarik senyum simpul seraya menepuk puncak kepalamu dengan lembut. “Makasih udah khawatir.”

Mau tak mau, kamu membalas senyumannya. “Iya sama-sama.”

“By the way Tsum, LO KOK LEBAY BANGET ANJING BILANG HAJIME MASUK RS PADAHAL CUMA MASUK KLINIK DOANG.”

Atsumu tertawa. “Sengaja biar gak terlalu flat, jadi ada sensasi kagetnya kan?” Kamu mendelik sebal, Atsumu jahil, seperti biasa.