the boys with eita


Tadi ketika dijemput, Eita nampak murung. Ia bahkan diam sepanjang perjalanan padahal Kuroo dan yang lainnya sudah mencoba mengajaknya berbincang mengenai banyak hal, tapi bocah itu tak menanggapi sama sekali.

Namun kini ketika tahu kemana ia dibawa, kedua mata sembabnya nampak berbinar dan senyuman yang sedari tadi sembunyi kembali terbit.

Iwaizumi dan Suna mengeluarkan gitar serta bass masing-masing dari tasnya, sementara alat musik yang lain memang sudah tersedia di studio.

“Bang Aji bisa bermemainkan ini?” Tanya Eita menunjuk gitarnya Iwaizumi.

Iwaizumi mengangguk. “Bisa dong. Eita mau belajar?”

Eita mengangguk antusias, pandangannya kemudian beralih ke Suna. “Cuna juga bisa bermemainkan itu?”

“Jago gue mah Ta” ujarnya kemudian duduk di kursi dan mulai memainkan bass-nya.

“Itu namananya apha?” tunjuk Eita.

“Yang dipegang Rin itu bass namanya”

Eita membulatkan mulutnya lucu, “bukan gitar?” tanyanya dibalas gelengan oleh Suna.

“Kalau itu?” kini jarinya menunjuk keyboard yang akan dimainkan oleh Atsumu.

“Ini namanya keyboard”

Lagi, Eita membulatkan mulutnya. “Kribort?”

Atsumu pecah dalam tawanya. “Keyboard ta bukam kribort”

“Eta ndak bisa membilang seperti Cumu, susah. Eta bisa kribort sajah” katanya lalu tersenyum lebar.

“Kalo ini namanya drum” ujar Kuroo sebelum Eita bertanya.

Merasa ada yang kurang, Eita menunjuk satu persatu alat musik beserta orang yang memainkannya. “Bang Aji gitar, Cuna bass, Cumu kribort, Tetcu dram, Oi bermemainkan apha?” Tanya pada si surai coklat.

Oikawa menunjukkan microfonnya dengan bangga. “Gue yang nyanyi dong”

“Oi jago menyanyi nyah?”

“Mending lo dengerin aja sendiri Ta abis ini”

Eita menggangguk, “Eta mau mendengarkan Oi bernyanyi!”

Iwaizumi meminta Eita untuk berdiri di pinggir, dekat dengannya. “Eita gapapa kan nemenin kita latihan?”

“Ndak papah! Eta senang melihat bermain gitar, bermain kribort, bermain bass, bermain dram, dan mendengarkan bernyanyi!”

Melihat senyuman lebar Eita, membuat Iwaizumi mau tak mau ikut menyunggingkan senyumnya. Ia mengusak surai ash blonde bocah itu lembut. “Eita pinter”

Mereka akhirnya memulai latihan dengan Eita yang duduk tenang menonton mereka, sesekali menepukan tangannya ketika dirasa apa yang dilihatnya luar biasa.

Matanya berbinar kagum melihat bagaimana Iwaizumi memetik senar gitarnya dengan lihai, begitupun Suna dengan bass-nya, dan Kuroo yang sebenarnya hanya menggantikan posisi Bokuto namun terlihat mahir menggerakan stik drum, Atsumu dengan perasaannya yang dituangkan melalui jarinya diatas tuts, dan Oikawa yang suara merdunya memenuhi studio dilengkapi penjiwaannya yang patut diacungi jempol.

Dua lagu selesai mereka mainkan. Eita kembali bertepuk tangan, kali ini lebih meriah, mengundang gelak tawa dari yang lainnya. “Bang Aji, Oi, Cuna, Cumu denggan Tetcu semua semua nyah keren bagus!! Eta suka!”

“Makasihh Eitaa” Oikawa menghampiri Eita kemudian memeluk bocah itu dengan gemas.

“Nah sekarang, Eita mau coba yang mana?” Tanya Kuroo yang membuat bocah itu mengedarkan pandangan, tak sabar ingin memainkan salah satu alat musik yang ada.

“Eta mau bermemainkan itu yang Tetcu baru sajah memainkan” akhirnya Eita memilih drum, ia kagum saat melihat Kuroo memainkannya tadi.

Kuroo menyuruh Eita mendekat, kemudian Eita duduk di kursi yang barusan diduduki Kuroo. Tangan kecilnya dituntun untuk mulai memukul drum di depannya sementara kaki kecilnya tak sampai jadi pedal dibawahnya dimainkan oleh kaki Kuroo.

Setelah cukup lama diajarkan dan Eita mulai sedikit-sedikit terbiasa, Suna dan Iwaizumi berinisiatif ikut memainkan alat musik yang mereka pegang, diikuti oleh Atsumu dan Oikawa sebagai supporter.

Eita tertawa, ia sangat sangat senang diajarkan bermain drum. Selanjutnya ia memilih mencoba keyboard dengan Atsumu yang mengajarinya. Lalu bass dengan Suna yang membuat Eita sedikit kesulitan karena tangannya kecil.

Lalu terakhir gitar, Iwaizumi sengaja memegang gitarnya sementara Eita berdiri di depannya kemudian memainkan senarnya asal. Eita tertawa senang ketika apa yang Iwaizumi ajarkan berhasil dilakukannya meski tak sempurna.

Sejak tadi Eita mencoba alat musik satu persatu, mereka memperhatikan dengan senyum yang tak pernah absen menyertai, ikut senang ketika Eita senang karena berhasil memainkannya, bocah itu memang mencintai musik sejak kecil.

“Nah sekarang, latihan lagi” ujar Atsumu setelah dirasa Eita selesai dengan gitar.

“Ndak akan beristirahat dulu? Tetcu, Cumu, Oi, Cuna, dan Bang Aji ndak capek?”

“Belum capek, ntar aja istirahatnya. Eita mau ikutan nyanyi di latihan yang sekarang?” Tawar Oikawa dengan senyum lebarnya.

Ia belum mengajarkan apapun pada Eita maka dari itu, sekaranglah saatnya. Eita mengangguk cepat, “Eta belum mencoba bernyanyi, Eta mau bernyanyi denggan Oi!”

Oikawa tersenyum. “AYO MULAII!” teriaknya.

Habislah siang itu dihabiskan dengan mereka mengadakan konser pribadi, hanya mereka berenam, di studio biasa mereka latihan.

Hampir semuanya ikut bernyanyi di setiap lagu, bersenang-senang seraya berteriak sementara tangan masih sibuk memainkan alat musik.

Eita turut hanyut didalamnya, beberapa kali ia mendapatkan giliran bernyanyi, mengundang sorak sorai dari yang lainnya seperti fans yang mendukung idola meskipun lirik yang dinyanyikan tidak terdengar jelas.

Studio lebih ramai dari biasanya dan itu karena adanya Eita kecil yang bergabung dalam latihan, oh tidak bisa disebut latihan karena pada dasarnya mereka hanya bersenang-senang.

“Aduh sumpah tenggorokan gue sakit teriak-teriak mulu” keluh Atsumu. Memang, suara Atsumu, Kuroo, Oikawa serta Eita lah yang paling keras terdengar daritadi.

“Jangan lupa banyak minum, terutama lo Tooru” peringat Iwaizumi.

Mereka memutuskan untuk beristirahat sejak sepuluh menit yang lalu, duduk melingkar di lantai, berbincang mengenai ini dan itu seraya meredakan lelah.

Hanya Eita yang tiduran dengan paha Oikawa sebagai bantalnya, rambut lembutnya dimainkan oleh lelaki bersurai coklat itu. Eita sesekali turut bergabung ke pembicaraan meski ia tak begitu paham.

Kebanyakan Oikawa sih yang mengajak Eita mengobrol membicarakan banyak hal, membuat bocah itu sesekali tergelak senang. Semenjak konser tadi mereka berdua jadi lebih lengket.

“Mau pulang jam berapa?” Tanya Suna.

Eita mengubah posisinya menjadi duduk dan menghadap Suna dengan ekspresi tak terima. “Eta ndak mau pulang! Eta mau disini sajah denggan Oi”

“Masa mau disini? Ntar kedinginan tau Ta” timpal Kuroo.

“Ndak papah Eta kuat!”

Oikawa terkekeh, ia mencubit pipi Eita dengan gemas. “Nginepnya di rumah gue aja yuk? Jangan disini”

Eita menatap Oikawa dengan senyum lebar khasnya, kemudian mengangguk-angguk seperti boneka di apotek. “ETA MAU MENGINAP DI RUMAHNA OI!!”

“Kalian juga sekalian nginep aja”

“Gapapa nih? Izin dulu sana sama Koushi takutnya dia ga ngizinin”

Oikawa mengacungkan jempolnya ke arah Iwaizumi kemudian mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan kepada Koushi untuk meminta izin membawa Eita menginap di rumahnya.

“Boleh katanya. Tapi Eita suka tiba-tiba kebangun tengah malem, terus takutnya repot ke kita. Udah gue bales sih gapapa, lebih ngerepotin Atsumu soalnya” cerocos Oikawa.

Atsumu melemparkan sepatunya ke lelaki itu. “GUE LAGI”

Eita tergelak melihat pertengkaran itu, begitupun yang lainnya. “Jadi Eta menginap?”

“Iya. Ntar kita beli makanan dulu sekalian pulang”

Sekali lagi latihan lalu mereka memutuskan untuk pulang setelah malam dirasa mulai merangkak naik.

Di perjalanan pulang, mereka kembali mengadakan konser. Kini dipimpin oleh Suna dan playlistnya serta Eita tentu saja. Mengambil jalan memutar agar waktu yang dihabiskan di mobil malam itu berlalu lebih lama, setelahnya barulah mereka benar-benar pulang ke rumah Oikawa.