the fool
“Permisi, ada Iris?”
Semua orang yang ada di kelas itu menoleh, lalu salah satunya memanggil orang yang tengah dicari lelaki itu.
“Ris, cowok lo”
“Eh? Gares ngapain?” Tanya Iris ketika sampai di hadapan Gares.
Gares tak mengatakan apapun namun menarik Iris menjauh dari kelasnya, entah mau kemana.
“Res mau kemana? Kan belum jam makan siang”
“Pulang”
“Ha? Kamu sehat kan?”
Alasan Iris menanyakan hal itu karena selama ini Gares tak pernah mau bolos. Baik itu bolos sampai pulang atau hanya bolos beberapa jam pelajaran saja.
Tapi sekarang tiba-tiba Gares mengajak Iris untuk bolos, kan aneh.
“Res kamu kalo kebentur tembok ke uks mendingan, jangan tiba-tiba ngajak bolos. Aku agak ngeri”
Gares melepaskan genggamannya, lalu berbalik menatap Iris datar.
“Kalau gamau yaudah, berarti kamu pulang bareng Silas. Aku sih terserah”
Mendengar nama Silas disebut, Iris mendadak bersemangat mengajak Gares cepat-cepat pulang.
“Daripada pulang sama Silas mending aku diem di sekolah sampe besok” ujar Iris ketika keduanya telah sampai di belakang sekolah.
Akses untuk bolos terbaik ya disini, walaupun harus memanjat, tapi itu bukan masalah, mereka bisa mengatasinya.
“Wah wah Iris pengaruhnya besar juga sama lo, budak cinta”
Suara dari arah belakang mereka membuat keduanya menoleh dengan ekspresi sebal.
“Nyatanya manusia sok suci kayak lo juga bakal kalah kalo udah diperbudak cinta”
Iris mengepalkan tangannya, ucapan Silas selalu sukses membuatnya seribu kali super kesal.
“Ris” tahan Gares, ia mengulas senyum tipis lalu maju–menipiskan jaraknya dengan Silas.
Silas menaikan alisnya melihat Gares yang nampak sangat marah padanya, mungkin Gares bersiap akan memukulnya.
Tapi semua itu hanya menjadi bayangan Silas, nyatanya Gares justru mengulas satu senyum licik yang demi apapun Iris baru pertama kali melihatnya setelah hampir lima tahun bersama Gares.
“Lo sirik ya gue bisa bucinin Iris, sementara lo cuma jadi bulol dari jauh? Oh koreksi, bulol yang selalu ditolak tapi terus maksa” sarkasnya.
Iris sampai melongo dibuatnya, ternyata Gares tak kalah hebat dalam memprovokasi lawan bicara.
“Sok tau lo, gue bucin dia aja ngga. Gue cuma mau mainin dia aja sih”
“Cuma mau mainin tapi ngototnya tiap hari, maksa, ngancem. Udahlah kalo bulol ya bulol aja, tapi sayang sih ga berbalas haha. Nanti gue ajarin deh caranya biar punya cewek yang bisa dibucinin”
Silas mengepalkan tangannya, bersiap memukul Gares namun Iris dengan cepat berdiri di hadapan kekasihnya membuat Silas mengurungkan niat.
“Liat aja lo besok-besok ga akan bisa pulang bareng dia lagi” ancamnya.
Iris sedikit bergidik melihat ekspresi Silas yang terlihat sangat menyeramkan, begitupun nada suaranya.
“Yeah, good luck. Fool”