Their past
Sejak lima belas menit lalu kamu dan Konoha sampai di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya, kalian sudah membicarakan banyak hal yang kebanyakan adalah hal acak yang tidak terlalu penting.
Entah mengapa, suasana hari Sabtu sore selalu memberimu kenyamanan tersendiri. Tempat yang Konoha pilih juga tidak terlalu ramai, unik, serta memberi kesan hangat. Secara keseluruhan, kamu sangat menyukainya.
Lalu tiba-tiba terpikirkan olehmu bagaimana rasanya jika yang berada disini denganmu bukanlah Konoha melainkan Suna. Meski kamu tahu bahwa diantara kalian sudah tak ada lagi urusan, namun presensinya dalam pikiran maupun perasaanmu belum terkikis sepenuhnya.
“Nah kalo senggang terus lagi niat, gue suka fotografi juga. Waktu itu gue pernah-”
Konoha sadar bahwa sedari tadi kamu tak mendengarkan, ia hanya terus berbicara demi meramaikan suasana yang ternyata hanya berjalan sepihak. Ia tak tahu apa yang kamu pikirkan, yang ia tahu pasti bahwa pikiran dan perasaanmu tak sepenuhnya ada disini. Berkelana di tempat yang jauh, di tempat yang tak pernah dapat ia raih.
“Halo? lo dengerin gue?”
Kamu terkesiap kala Konoha memanggil. “Eh? iya gimana? sorry barusan gue agak ngelamun.”
Konoha mengulas senyum tipis. “Yang namanya ngobrol tuh dua arah, kalau cuma searah doang namanya cerita.”
“Sorry... barusan lo lagi ngobrolin apa? sorry banget ayo ulang, gue dengerin.”
“Gak usah, gak terlalu penting kok. Gue yakin lo juga gak terlalu tertarik. Gue cerita aja deh ya.”
Belum sempat kamu menyahut, Konoha sudah kembali bersuara, membuatmu seketika mengurungkan niat.
“Dulu gue sama Suna tetanggaan, Kaori sepupu gue yang sering main di rumah gue, terus kita bertiga jadi temenan dari kecil. Di sekitaran rumah kita tuh ada kayak sungai gitu yang sering dipake main sama anak-anak,”
“Bentar-bentar lo mau ceritain soal apa? gue gak tertarik sama ceritanya Suna atau Kaori.”
Konoha terkekeh, “dengerin dulu aja, gue tau lo aslinya penasaran.”
“Oke gue lanjut ya. One day, cuacanya tuh lagi mendung banget jadi kita gak main disana, tapi Suna waktu itu ngeyel banget pengen main di sungai sampe dia pergi sendirian. Taunya, arus sungainya besar. Dan ya, dia hampir tenggelam kalo gak ada Kaori yang nyelamatin dia walaupun dua-duanya nyaris tenggelam. Dari situ, kayaknya Suna jadi ngerasa utang nyawa ke Kaori. Ditambah, kondisi keluarga Kaori waktu itu emang kurang baik. Ayahnya abusive. Jadi Suna punya perasaan yang kuat buat ngelindungin Kaori,”
Konoha memberi jeda sejenak barangkali kamu ingin menangagapi, namun melihatmu bergeming, ia melanjutkan. “Semenjak itu Suna jadi selalu ngikutin semua yang Kaori mau, pokoknya apapun yang Kaori bilang, Suna pasti nurutin. He can't refuse. Dulu gue deket sama Kaori, bahkan cemburu waktu Kaori jadi lebih deket sama Suna, and i used to hate him because of that. Cuma makin sini gue jadi benci dua-duanya.”
“Karena lo terlupakan?”
Pertanyaanmu mengundang sebuah tawa yang lolos dari belah bibir yang bersurai kehijauan. “Bukan, bukan. Suna terlalu nurut sama Kaori, dan Kaori manfaatin itu. Dari sd, pokoknya Kaori kayak ngegunain Suna buat kepentingan dia. Gue benci sama kelakuan mereka yang itu. Suna terlalu bodoh buat nolak Kaori, bahkan sampe sekarang. Dan Kaori terlalu jahat buat manfaatin kebodohan Suna.”
“Kalo lo ngira Kaori ganggu hubungan lo sama Suna karena dia suka sama Suna, lo salah besar. Dia gak pernah ada perasaan sama Suna tapi cuma mau Suna jadi milik dia satu-satunya, egois kan?”
Kamu terkejut dengan fakta yang baru saja dibeberkan Konoha. Kamu kira Kaori menyukai Suna, makanya ia melakukan semua ini. Bukankah terlalu jahat untuk melakukan semua hal itu pada orang yang bahkan tak bisa menolak permintaanmu?
“Gak ada yang ngasih tau Suna?” tanyamu.
Konoha mengedikan bahu. “Gue sama temen-temennya yang lain sampe capek ngasih tau dia buat gak terlalu bodoh, tapi anaknya keras kepala. Tau kenapa gue berantem sama dia kemarin?” kamu menggeleng.
“Gue bilang sama dia kalo Kaori yang bikin hubungan lo sama dia jadi kacau bahkan sebelum kalian resmi. Sebelumnya gue pernah ngasih tau dia kalau dia harus hati-hati sama Kaori dan jangan sampe nyakitin lo atau gue bakal rebut lo dari dia. Terus dia gak terima, langsung mukul gue. Katanya gak mungkin Kaori lakuin semua ini, jujur gue capek ngasih taunya.”
Sebelumnya kamu memang sedikit banyak tahu kalau Suna adalah orang yang keras kepala. Hanya saja, untuk masalah Kaori ini, ia terlalu keras kepala. Dan bodoh tentunya.
“Kalo lo? tujuan lo ngerecokin gue sama Suna dulu kenapa?”
“Karena gue suka sama lo.”
Kamu terdiam karena bingung dengan jawabannya yang terlalu frontal.
“Gue suka sama lo jauh sebelum Suna sama lo deket tapi gak pernah berani make a move. Setelah tau lo deket sama Suna, gue merasa gak bisa terima dan gak mau kejadian sebelum-sebelumnya terulang lagi. Terlalu banyak hal yang Suna ambil dari gue.”
“Tapi Suna pernah cerita ke gue katanya lo yang sering rebut ini itu dari dia?”
“Entah kebetulan atau apa, tapi dari dulu gue sama Suna selalu saingan buat dapetin hal yang sama. Dan hampir semuanya Suna yang dapet. Mulai dari Kaori, sampe first love gue di SMP meskipun Suna bilang gak tertarik, bahkan ortu gue aja lebih perhatian ke Suna.”
Sampai di titik ini, kamu dibuat kebingungan. Cerita yang pernah Suna katakan padamu adalah Konoha yang selalu mengganggu apa yang ia punya, meskipun akhirnya tetap ia dapatkan juga. Tapi setelah mendengar dari sisi Konoha, kamu seakan dapat merasakan bagaimana perasaan Konoha jika mengalami semua itu.
“Gue gak mau nyerah lagi, ngga buat lo. Tadinya gue mikir gitu makanya gue langsung bertindak buat ganggu hubungan kalian, mumpung belum jadian juga. Tapi setelah Kaori dateng, gue cuma mau lo baik-baik aja. Dengan atau tanpa Suna, dengan atau tanpa berhasilnya gue. Mungkin gue kesannya kayak tiba-tiba baik belakangan ini, ya karena ini alesannya.”
Satu hal lagi yang dapat kamu pahami sekarang, bahwa Konoha bukanlah orang yang sejahat itu. Malah, ia adalah orang yang begitu baik. Hanya saja, caranya yang salah.
“Pantesan Suna pernah cerita kalo di tongkrongan kalian jadi terbagi lagi dan lo gak se grup sama Suna, gue kira karena pure musuh aja,” kamu kembali berujar setelah menyesap kopimu yang sudah cukup lama dibiarkan sampai panasnya berangsur menghilang.
“Mungkin lo udah denger beberapa juga ya dari Suna, tapi ini salah satu alesan awalnya juga. Lo tau Atsumu kan? nah dia anak pindahan waktu kelas empat SD di kelas gue sama Suna. Kita bertiga deket, Atsumu deket banget sama Suna, gue sampe sering ditinggal sama mereka berdua. Terus pas beranjak SMP, Suna ketemu sama Kuroo dan lainnya. Atsumu apa ya istilahnya, terlupakan? dia juga gak diajak masuk circle Suna.”
“Jadi dia sama lo bikin circle sendiri?” sambungmu diangguki Konoha.
“Awalnya berdua, tambah lagi Daishou sama Tanaka terus Sakusa, sekarang kita beda SMA. Setelah berlima, Kuroo ngajak kita setongkrongan, kita mau tapi tetep aja gak bisa nyatu, bahkan sampe sekarang. Mungkin ini juga yang jadi faktor Atsumu terlibat sama Kaori buat jauhin Suna dari lo, karena dulu Atsumu sesayang itu sama Suna sebagai temennya makanya dia agak dendam.”
Begitu banyak fakta yang kamu dapatkan dalam waktu yang terlalu singkat. Kepalamu rasanya pening karena harus mencerna semua informasinya sekaligus. Tapi di sisi lain kamu senang karena mengetahui fakta-fakta baru yang sedikit banyak juga mengubah pandanganmu pada beberapa orang juga beberapa hal.
“Gue gak berniat jatuhin Suna, gue pure cuma pengen lo tau kebenarannya sebelum lulus dari SMA. Setidaknya lo ngga lulus tanpa tau cerita-cerita ini sama sekali.”
“Iya, paham kok. Makasih banyak ya Konoha.”
“Yoi sama-sama. Abis ini mau balik? apa masih betah?”
“Masih betah. Lo gak mau ngobrol-ngobrol lebih banyak apa sama gue? buru-buru amat.”
Konoha yang tadinya bersiap untuk beranjak, kembali pada posisinya semula. Kalian memanggil pelayan untuk memesan lagi. Setelahnya, berbagai obrolan kembali mengalir, mewarnai suasana Sabtu sore yang beberapa saat lalu sempat berubah serius dan sedikit suram.
Ketika akhirnya kalian memutuskan untuk pulang, Konoha sempat menepuk pundakmu lalu berujar “jangan benci sama Atsumu ya, dia temen terdeket gue, walaupun dia terlibat sama Kaori. Also, gue tau urusan lo sama Suna belum sepenuhnya selesai. Jadi gue harap lo berdua bisa bener-bener bikin semuanya jelas,” kemudian berjalan terlebih dahulu keluar cafe.