narrative writings of thesunmetmoon

1.7

#minwonabosequel

Chamomile. Hirupan satu kali sanggup menentramkan hati. Hangat mengalir melalui tenggorokannya, melepaskan penat Wonwoo seharian akan kerjaan dan masalah rumah tangga. Mingyu memotongkan kue madu buatan sendiri dan ditaruhnya di piring kecil cantik terbuat dari keramik untuk disajikannya bersama teh. Ia selalu memastikan ketersediaan kue-kue di rumah mereka karena tahu bahwa Wonwoo sangat menyukai makanan manis sejak pertama mereka bertemu.

Berubah, tapi tidak berubah.

Sungguh aneh, bertambah tua bersama seseorang itu. Dua raga dalam satu jiwa.

“Mingyu, maaf ya,” di antara kepulan uap hangat dan Alpha yang meneguk perlahan tehnya, suara Wonwoo menembus sela-sela. Dalam lembut, Omega-nya menyesali diri. “Maafin saya udah marah sama Mingyu kayak tadi siang...”

Kalau ini Mingyu sepuluh tahun lalu, Mingyu yang tertawa mengejek saat Seungkwan memberitahu mereka ada Omega menjual rumah gratis dirinya, mungkin ia sudah akan memperbesar masalah remeh itu. Namun, menikah, menjalin ikatan permanen melalui mating mark bersama seseorang, artinya membagi separuh dirimu dan membiarkan bagian yang kosong diisi oleh orang tersebut. Dan Wonwoo mengisi separuh dirinya dengan kelembutan dan kesederhanaannya.

“Maafin aku juga ya, Sayang,” ucapnya, selembut pandangannya. “Sumpah aku nggak tau maksud kamu gitu. Lain kali, kamu WA aku dulu ya, biar aku juga paham.”

“Iya...”

“Kuenya enak?”

Wonwoo mengangguk, lalu melahap satu lagi potongan kecil. Ada remah menempel di dagunya, membuat Mingyu tertawa sebelum tangan mengulur untuk mengambil remah itu dan menyuapkannya ke Wonwoo. Pipi Wonwoo merona malu, karena, meski semakin bertambah usianya dan memiliki anak sudah dua, Mingyu masih suka memanjakannya seperti saat mereka muda dulu.

Wonwoo diam sesaat untuk memandangi suaminya. Terduduk di sana, satu kaki menumpang di kaki lainnya. Santai, pembawaan dan tawanya ringan. Mata yang mulai menunjukkan sedikit kerut saat tertawa. Garis wajah yang menegas. Taring kecil menggemaskan yang takkan pernah berubah.

Di antara kepulan hangat teh dan denting garpu kecil, terduduk seorang Alpha yang indah. Alpha satu-satunya.

“Oh ya, tadi aku tanya ke Gyul, Yang, kenapa dia maen terus ke rumah Dohyun,” mata Mingyu berbinar terang sambil tubuhnya ia majukan. Lamunan Wonwoo pun buyar. Sekarang, Alpha-nya seperti seekor serigala kecil yang tak sabar ingin membagi suatu rahasia padanya.

“Kenapa?”

“Jadii, aku kan tanya gitu. 'Kak, kenapa sih, kamu maen ke rumah Dohyun tiap hari sampe bikin Mama cemas?'” lanjut sang Alpha. “Terus tebak dong, Gyul jawab apa ke aku?”

Wonwoo menelengkan kepala. “Apa?” kerutan alis pun nampak. Mingyu meringis jahil.

“Katanya, 'soalnya Dohyun baunya manis, Pah.'”

Sang Omega mengerjapkan mata beberapa kali. Ketika pemahaman akhirnya muncul, mulut Wonwoo refleks membuka. “Eh?? Tapi kan mereka masih kecil, belum ketahuan second gendernya apa?” bola matanya ikut membulat.

Ringisan Mingyu melebar, “Setauku sih mungkin aja. Apalagi, darah Gyul kan lumayan kentel dari kita berdua. Nggak jarang kok Alpha-Omega bisa tau secara instingtif walo belum ketahuan.”

“Ya ampun, jadi gegara itu toh...”

Mingyu memerhatikan Wonwoo yang mengelus pipinya, masih kaget akan kemungkinan tersebut.

“Tapi aku jadi paham sih,” Mingyu meraih perlahan tangan Wonwoo yang di atas meja untuk digenggamnya erat. “Aku juga pas nyium bau kamu, maunya nempel kamu terus...”

”...Ih, Mingyu gombal.” 😐

“Gombal boleh, yang penting jujur.” 😘

Wonwoo cuma memutar bola mata 🙄 lalu mendekatkan kursinya ke kursi suaminya, “Biar nggak gombal melulu, saya diemin ya?”

Oh? And how do you do that, Mr. Jeon?” 😏

Tawa kecil Wonwoo membuat hati Mingyu terasa hangat sebelum bibir yang manis itu menyentuh bibirnya dengan lembut.