105.
Empat hari.
Butuh empat hari untuk meredakan heat Wonwoo. Sekarang, selepas bercinta gila-gilaan dengan hanya meninggalkan kasur untuk ke toilet, mandi dan makan, Soonyoung telentang memandangi langit-langit di samping Wonwoo, memikirkan Jihoon.
Kekasihnya itu tidak bodoh. Dia pasti tahu ke mana perginya Soonyoung selama ini. Apalagi, mereka berdua sudah hafal jadwal heat Wonwoo. Soonyoung tidak mengkhawatirkan Jihoon akan cemburu atau panik. Tidak. Ia mengkhawatirkan Jihoon yang begitu keras kepala, sampai tega meninggalkan Omega yang dicintainya kesakitan tanpa terurus.
Soonyoung terus terang kaget ketika membuka chat group dan menemukan Wonwoo memohon padanya untuk membantunya. Dia memberitahu Jihoon, namun Jihoon seakan tidak peduli. Berkali-kali ia membujuk, mengingatkan Jihoon bahwa Wonwoo membutuhkan dirinya, membutuhkan mereka.
Namun Jihoon hanya mendecak, βBuat apa? Suruh aja Alpha-nya yang urus dia.β
Maka paham lah Soonyoung bahwa ucapannya sia-sia belaka.
Ia menghela napas. Kamar Wonwoo gelap dengan hanya secercah sinar merayap masuk dari celah kecil tirai, memberitahu Soonyoung kalau hari telah pagi. Seluruh sendinya berteriak. Sebagai Beta, ada batas-batas fisik tertentu yang takkan bisa dibandingkan dengan Alpha dan Omega. Misalnya, ia tak bisa langsung tergugah lagi setelah memenuhi perut Wonwoo sampai habis, tak peduli seberapa basah dan siapnya Wonwoo menerima dirinya kembali. Tentunya, ia tidak bisa memberi Wonwoo apa yang paling dibutuhkannya, yaitu knot seorang Alpha. Ia juga tidak mampu bercinta tanpa henti seperti halnya Alpha yang mabuk oleh feromon Omeganya.
Karena, terus terang, Soonyoung tidak begitu terangsang kala menghirup wangi Wonwoo. Sure, bau Wonwoo manis, menggemaskan, tapi baginya, Wonwoo tidak memabukkan.
Bau Jihoon, on the other hand...
Jika Omega berbau bunga dan gula-gula, makanan manis yang mengundang untuk dicicipi, dan Alpha berbau berat, kental, bau musk dan kayu dan segala yang membelitmu dalam kepekatan, maka Beta memiliki bau seperti alam, sesuai peran mereka sebagai penetral. Bau tanah ketika hujan mendera. Bau udara di lautan luas.
Jihoon...Jihoon berbau linen selepas dijemur di bawah terik mentari, yang membuat Soonyoung ingin membungkus dirinya dalam bau itu lalu tertidur nyenyak...
Jihoon berbau rumah...
Bibirnya mengulum senyum. Ia mengeluarkan potongan kain baju Jihoon yang sengaja ia bawa kemana-mana dari bawah bantalnya. Soonyoung menaruhnya di sana agar ia tidak tersesat dalam gelutan feromon Omega saat heat. Agar ia tetap ingat kepada siapa ia akan kembali selepas semua ini. Dihidunya kain itu, memenuhi rongga hidungnya dengan bau kekasihnya tercinta.
Jika Jihoon yang ia cintai mencintai Wonwoo, maka Soonyoung akan menjaga dan melindungi Wonwoo demi Jihoon.
Itu janjinya pada rumah tempatnya pulang setiap hari.
Namun, tiba-tiba saja, bau rumah itu terlibas oleh bau lain. Bau asam yang membuat Soonyoung mengernyit. Ia tahu bau ini. Bau Omega dalam kesedihan.
βWon-ah...,β potongan kain baju Jihoon ditaruhnya di nakas, kemudian ia beranjak ke posisi duduk. Tubuh dan wajah Wonwoo hilang ke dalam selimut, menyisakan ujung rambutnya yang mencuat berantakan. Soonyoung mengelus kepala Wonwoo sebisanya.
β...hiks...β
Tersayat, hatinya. Bagaimanapun, keinginan melindungi seorang Omega takkan bisa dielakkan. βWon....,β Soonyoung mendekat, mengecup kepala Wonwoo penuh sayang. βWon-ah, jangan nangis...it's okay...β
β...Mingyu nggak pulang...dia nggak pulang...β
Soonyoung terus mengelus-elus kepala Wonwoo. Ingin ia bilang ada empat boks kue basi di lantai bawah. Tanda bahwa sang Alpha sempat pulang, namun kemudian menghilang hingga sekarang.
β...Mingyu pasti benci saya...β
Dia terisak, lalu menangis tersedu-sedu. Soonyoung memeluknya. Mengelusnya. Mendorong baunya keluar agar Wonwoo lebih tenang. Tapi, di dalam hatinya, Soonyoung sadar. Dia bukan Alpha.
Dia bukan Mingyu.
Dan yang Wonwoo butuhkan saat ini adalah Alpha yang telah menolaknya ketika ia paling membutuhkannya.