123.
Ada yang mengetuk pintunya.
Jari-jemari Joshua yang sedang mengetik curcolan semangat 45 pun mau nggak mau harus lepas dari layar handphonenya. Siapa tau itu tetangga, gitu, atau ada sesuatu yang penting. Setelah melempar handphone ke kursi, dengan malas-malasan dia menyeret kakinya ke pintu depan.
“Iya...?” dibukanya pintu.
“Joshua.”
Deg.
Begitu melihat siapa, refleksnyalah yang berteriak untuk menutup pintunya lagi. Namun gagal. Joshua kalah cepat, keburu Wonwoo merangsek masuk sekuat tenaga. Karena tidak menyangka akan didatangi langsung, Joshua pun limbung, terdorong paksa hingga pegangan tangannya pada pintu terlepas dan Wonwoo, memanfaatkan momen itu, langsung menyelinap masuk. Jantungnya mencelos saat bunyi kunci pintu diputar terdengar.
Joshua terjebak. Di kamarnya.
Sama Wonwoo.
“Joshua,” Wonwoo menatap Joshua yang lagi berusaha keras mengalihkan pandangan. “Kita perlu lurusin semua ini.”
“Buat apa?” dia melangkah mundur pas Wonwoo maju. “Kan udah jelas? Kita cuma pacar boongan, Won. Lo jangan lupa status kita cuma boongan. Lo sayang Soonyoung. Gue juga...mau coba sayang sama Seok. Lo nggak boleh—”
Punggung Joshua membentur dinding. Dia meneguk ludah tanpa sadar ketika Wonwoo menaruh kepalan tangannya di atas kepala Joshua. 'Anjing lah, gue dikabedon macem protag shoujo aja...,' batinnya.
”—nggak boleh egois, Won. Kita udah temenan ada kali 20 tahun. Lo harusnya bantu gue buat dapet jodoh!”
“Lo kan udah dapet,” Wonwoo mengernyit. “Di sini.” Ia menunjuk dirinya sendiri.
Bangsat. Masih aja.
“Nggak lucu.”
“Lucu kok. Kamu.”
Joshua ketawa kering. “Iya deh, emang lucu. Lucu, ada temen yang mau-mau aja diakuin pacar demi kebahagiaan mantannya. So fucking loyal, right?” dia mendecak. “Apa sih yang nggak gue lakuin buat lo, Won? Lo butuh gue, gue ada. Entah itu ngerjain PR Biologi lo, ato ngebohong buat nolongin lo kabur dari nyokap lo biar lo bisa nginep di rumah Gyu.”
Jadi mau ketawa pakai hidung kalau Joshua inget itu semua. Benar-benar tolol, dirinya.
“Hani bilang, gue nggak jelek, otak gue lumayan, dan dia juga bilang gue nggak boleh nyia-nyiain idup gue kayak begini terus.”
“Begini gimana?”
“Ya...begini! Jadi convenient friend buat orang-orang,” sengaja Joshua nggak menyebut nama secara spesifik. “Hani nyuruh gue bahagia, Won. Dia pengen gue pada akhirnya bahagia. Gue...gue juga mau, Won, gue mau bahagia. Gue capek...”
Helaan napas. Berat.
“Capek banget... Gue pengen juga punya tempat gue bisa senderan, kayak lo punya Gyu dulu. Pengen punya satu orang spesial yang gue kejer mati-matian, kayak lo sama Soonyoung sekarang. Gue juga pengen punya itu semua. Nggak mau lagi gue cuma di pinggir layar, nontonin aja...”
Nggak mau lagi cuma bisa ngeliat pas lo diambil orang lain...
Joshua sama sekali nggak sadar kalau air matanya jatuh di pipi sampai Wonwoo mengusap air mata itu dengan ibu jarinya. Dari sana, perlahan, ibu jari Wonwoo turun, terus turun hingga ke bawah dagu. Digamitnya perlahan, lalu diangkatnya wajah lelaki itu sampai Joshua, mau nggak mau, akhirnya menatap Wonwoo.
“Tapi lo punya itu semua. Di sini. Di depan lo,” nada Wonwoo lembut sekali, seperti pandangan matanya pada Joshua. “Kalo lo mau nyender, gue ada di sini. Kalo lo mau satu orang spesial, gue udah ngejer lo nggak tau berapa tahun, gue udah lost count. Kalo lo jatoh, gue siap nangkep lo kapanpun.”
Bola mata Joshua melebar.
“Joshua, lo pacar gue. Udah berapa kali gue bilang gitu ke elo?”
“K-kan pacar bohongan-”
“Gue ga peduli! Bohongan pun—”
Wonwoo menariknya ke dalam pelukan. Tiba-tiba.
Erat.
”...bohongan pun nggak apa. Yang penting akhirnya gue punya elo, Josh...”
Napas Joshua tercekat.
“Gue tau gue egois. Gue tau gue udah manfaatin semua orang selama ini. Gue pura-pura naksir Soonyoung biar lo cemburu, tapi udah setahun lo sama sekali nggak ada respon. Jujur, gue juga...udah mau nyerah. Akhirnya pas Gyu sama Hao berantem, gue...gue ngeliat itu sebagai kesempatan dan...dan sukses. Lo jadi pacar gue. Lo jadi pacar gue, Josh. Akhirnya.”
Dielusnya bagian belakang kepala Joshua di dalam pelukan.
“Gue tau gue jahat. Gue tau ini salah. Tapi gue udah nggak tau lagi harus gimana biar lo jadi milik gue, Josh...gue udah nggak tau lagi...”
Wonwoo juga menangis. Refleks, Joshua memeluk Wonwoo balik. Di pelukannya, Wonwoo bagai rapuh. Telanjang, hatinya, di depan Joshua. Didorongnya Wonwoo sampai pelukan mereka terlepas agar Joshua bisa menangkup sebelah pipinya. Pipi mereka sama-sama merah dan basah oleh tangis.
“Bego. Lo tuh bego nggak ketolongan, Jeon Wonwoo. Bego sedunia. Dasar bego.”
”...,” Wonwoo diam saja, nggak tau harus bilang apa selain mengiyakan dalam hati.
“Pake cara normal kan bisa. Lo tinggal pelok gue kayak gini dan bilang 'gue suka sama lo' gitu.”
“Tapi kalo lo tetau nggak nerima cinta gue, gimana?” tatapnya memelas.
“Yakali, Won,” Joshua ketawa kecil. Diusapnya pipi Wonwoo.
“Bego banget sih pacar gue...”
Joshua berbisik ke bibir Wonwoo.
”...untung gue sayang.“