narrative writings of thesunmetmoon

124.

#minwonabo

“Mmh...”

Lidah bertemu lidah. Telapak yang besar mengusap perlahan perutnya yang agak membuncit akibat knot, semalam dan barusan. Ia masih bisa merasakan esensi Jun mengalir keluar di antara kedua pahanya dan ia mengerang puas. Puas, karena merasa dimiliki. Puas, karena Alpha-nya mengabulkan apa yang ia minta, walau Jun berusaha menolaknya karena kondisi Minghao. Tapi Minghao membutuhkan ini. Ia butuh merasakan kehangatan Jun di dalamnya, menempel lekat pada tubuhnya.

Ia berbau Jun dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan ia menyukainya.

“Pagi, Xiao Hao...,” bisiknya. Suara lelaki itu serak. Senyumnya mengembang manis, membuat wajah Minghao memerah. Alpha-nya sangat tampan, terlebih lagi dengan mata mengantuk tetapi puas dan rambut berantakan hasil perbuatan tangan-tangannya.

“Jun...,” dikecupnya lagi bibir lelaki itu. “Please...”

Ketika Minghao mendongak, menelengkan lehernya, memberi akses bebas pada scent glandnya, Jun menelan ludah. Jantungnya mendadak berdebar cepat. Ia menyurukkan hidungnya di sana, menghirup dalam-dalam wangi Beta-nya, mengisi relung pernapasannya hingga penuh olehnya.

Minghao memiliki wangi yang mengagumkan. Bukan harum bunga, namun bau udara ketika kelopak bunga pertama berkembang. Jika Jun memejamkan mata, ia mampu membayangkan angin hangat, bunga ceri yang mekar dengan indah, matahari yang bersinar lembut dan gesekan sayap serangga berpindah dari satu bunga ke bunga lain untuk mengisap madunya.

Minghao berbau musim semi yang amat Junhui cintai.

“Hao, are you sure?” dia hampir menggeram. Semakin ia mabuk oleh wangi Hao, taringnya semakin gatal. Ia ingin memiliki wangi ini selamanya. Hanya dia.

“I should be the one asking,” Minghao tertawa. “Aku cuma Beta, Jun. Nggak bisa muasin kamu kayak Omega. Nggak bisa beri kamu anak. Nggak bisa kamu klaim sekali buat selamanya karena bekas gigitan kamu bakal ilang.” Ia menangkup wajah Jun. “...Are you sure?”

Jun terdiam sesaat, hanya sesaat, sebelum ia tersenyum lebar. Tatapnya pada Minghao penuh sayang. “Kita bisa adopsi kalo kamu mau anak,” ucapnya. “Kalo bekas gigitan aku ilang, aku akan gigit kamu seminggu sekali. Dan bercinta sama kamu jauh lebih baik daripada sama Omega. You are addicting, Hao, I'm fucking addicted to you...”

Pujian itu membuat Minghao melayang. Selama ini, ia menanti. Menanti dan terus menanti. Walau terlahir Beta, Minghao tahu bahwa ia hanya bisa bersama Alpha sejak awal. Ia menginginkan Alpha sebagaimana seorang Omega. Ingin diklaim dan dijadikan hak milik, dicintai dan dilindungi seorang Alpha yang kuat. Ia menaruh harapan itu pada seorang Kim Mingyu.

Pada seorang bajingan yang bahkan tak sadar kalau Minghao telah mencintainya selama bertahun-tahun dengan memberikan dirinya, keperawanannya, setiap Mingyu menyentuhnya di tempat tidur.

Tapi ia siap mengucapkan selamat tinggal pada bajingan itu, siap berpisah dengan Minghao yang bodoh, yang diam menanti penuh harap kalau, suatu hari, Mingyu akan mencintainya.

Fuck you, Kim Mingyu.

Jun menjilati scent glandnya dan itu menyadarkan Minghao dari lamunan. Setiap pori-pori kulitnya menguarkan antusiasme. Tak sabar. Ia yakin akan hal ini. Ia yakin kalau Wen Junhui lah orangnya. His one and only.

”...Xiao Hao,” kecupan di bibir. “Aku mau cerita. Hao...look at me.”

Perlahan, kelopak matanya membuka. Jun memandangnya dengan serius.

“Aku perlu cerita. Kamu perlu tau kalo aku pernah ngelakuin dosa besar di masa lalu. Kamu dengerin ceritaku. Dan...dan kamu yang mutusin, kamu masih mau aku gigit ato enggak...”

Alis Minghao berkerut bingung dan Jun mengecup kerutan itu.

“Dulu aku pernah—”