narrative writings of thesunmetmoon

127.

#gyuhaooffice

“Sori ya, Kak, berantakan.”

Yang mana adalah kebohongan besar. Mungkin ini kost cowok terapi yang pernah Minghao masuki, tentunya selain tempat tinggalnya sendiri. Tak ada yang serapi dirinya.

“Wah gede juga ya?” kepalanya memutar menginspeksi ruangan itu, sementara Mingyu menutup pintu (kuncinya otomatis) dan melepas sepatunya. “Ada kamar satu juga rupanya? Gue kira kayak studio gitu?”

“Ada, Kak.”

“Hmm. Berapa nih sebulannya?”

Mingyu hanya tersenyum. Mengerutkan alis, Minghao menelengkan kepala. Bingung.

“Duduk gih, Kak,” ditunjuknya sebuah sofa empuk di depan set televisi. “Gue ganti baju dulu ya? Kakak sekalian pesenin aja gofoodnya.”

“Oke. Lo mau apa?”

“Apa ajalah, Kak.”

Lagi-lagi, alisnya mengerut.

“Ya nggak bisa gitu dong. Lo mau nasi apa mi? Daging, ayam, apa ikan? Pedes ato enggak? Gue kan nggak tau preferensi lo apa.”

Mingyu diam sejenak, sebelum tertawa. Tawanya lepas, keluar tanpa beban, sehingga pipi Minghao pun memerah malu. Rasanya ia sudah berbicara hal yang bodoh.

“A-apa sih?!”

“Nggak...,” tawa mereda menjadi senyuman. “Kalo gitu, gue mau daging. Steak. Wagyu rib eye, marble 8-9.”

“MAHAL BANGET?? GOPAY GUE NGGAK CUKUP??”

“Cash aja, Kak,” tawa Mingyu membahana lagi. “Sekalian aja Kakak pesen apa, ntar aku bayarin.”

“Dih, ogah. Gue bisa bayar sendiri, makasih,” decak sang senior, sambil men-tap layar handphonenya.

“Oke, Kak.”

Tidak berniat berargumen lebih lanjut, Mingyu meninggalkan Minghao sendirian di ruang tengah, berkutat dengan aplikasi ojek online.