narrative writings of thesunmetmoon

129.

#gyuhaooffice

Bunyi televisi. Setelah acara berita berlalu, program talkshow entah-apa menyambungnya. Jarum jam di dinding tepat di atas set televisi. Di luar, tetes hujan mulai membentur kaca jendela kamar kost Mingyu.

Tik-tok-tik-tok-

Jadi menurut Bung Alan, bagaimana sebuah—

Tlak-tlak-

(“Kakak tau soal Joshua sama gue udah seberapa banyak?”)

Apa sebenarnya yang Xu Minghao tahu? Hanya potongan fakta dari sana-sini, dibawakan mulut temannya. Bahwa Kim Mingyu membohonginya, mendekatinya, dengan tujuan yang ia juga tak paham apa (karena, kenapa dirinya? Minghao tidak punya apapun untuk diberikan kepada siapapun), sampai tega mengorbankan adik sepupunya, itu adalah fakta.

Bahwa Kim Mingyu kemudian berlaku normal terhadapnya setelah ia konfrontasi, senormal seorang pekerja kantor kepada rekan kerjanya, itu juga sebuah fakta.

Tapi Kim Mingyu dengan kehidupan pribadinya? Minghao tidak perlu tahu. Mereka hanya rekan kerja biasa. Senior-junior.

Bukan siapa-siapa.

Benar. Mereka bukan siapa-siapa...

“Kakak mau tau semuanya?”

Mata Minghao melebar sebelum, sepelan mungkin, ia menoleh, hanya untuk menemukan Mingyu sudah menatapnya sedari tadi. Satu tangan lelaki itu menopang dagu di atas lutut yang ia angkat. Terang-terangan menanti jawaban darinya.

”......”

Mau tahu? Apakah ia mau tahu semuanya? Jujur, Minghao sudah nyaman seperti ini. Hubungan yang sehat antara rekan kerja. Tidak lagi merasa terganggu. Tidak ada chat penuh godaan seperti sebelumnya. Tidak ada sentuhan tangan tanpa hak di kursi bioskop. Tidak ada yang sedang dan akan terluka...

Tidak akan ada—

”....Kak?” bisikan di telinganya.

Deg.

Tenggorokan Minghao terasa kering. Dengan gugup, ia menjilati bibirnya. “Eh, ng—” apa yang harus ia katakan? Sungguh ia tidak mau. Tidak mau tahu.

Ia tidak mau ada yang berubah.

“Mas Han bilang, kalo Joshua ngomong ke elo dan abang lo, kalo...kalo dia nggak butuh 'kalian' lagi buat ngangetin kasur dia—”

Jangan berubah.

”—does that mean that you three—”

Sick bastard.

”—fuck—”

Tangan Mingyu membekap bibirnya.