132.
“Kesian banget si bego...”
“Lo lagi ngapain sih dari tadi?” kepo, Wonwoo menyusruk ke sisi leher Joshua dari belakang. Dagunya ia taruh di pundak pacarnya itu. Di layar handphone Joshua, nampak chat room Whatsapp.
“Lagi update soal kita ke Hani, gue—”
Wonwoo mengecup santai bahu telanjang Joshua.
”—tapi dia malah misuh-misuh, kepingin juga sama Cheol katanya.”
“Lho?” alis Wonwoo merengut. “Bang Hani masih cinta toh sama Bang Cheol? Bukannya dulu udah ditolak?”
“Itulah...,” Joshua mengehela napas. Punggungnya lalu bersandar di dada Wonwoo. Kulit ketemu kulit, lembab oleh bekas keringat yang belum sempat diseka. Biasanya ia akan memarahi Wonwoo karena, baginya, tempat tidur harus selalu dalam keadaan bersih. Namun, siapa sangka kalau Joshua justru menyukainya, sebagaimana ia menyukai kamar kostnya dipenuhi oleh aroma mereka berdua. “Hani tuh cinta mati sama Cheol sih. Saklek dia ngejer Cheol...”
Ketika Wonwoo mulai menciumi sisi lehernya, Joshua mendongak, memudahkan Wonwoo menemukan titik sensitifnya di sana dan menyesapnya, menambah satu lagi tanda kepemilikannya di sana.
“Ngh...,” Joshua mengerang. “J-jadi dia nggak mau nyerah padahal udah ditolak, apalagi Cheol juga sering curhat soal Jihoon ke dia—”
“Jihoon?“
Wonwoo mendadak berhenti. Ekspresinya kaget. Joshua ikut mengangkat kepalanya dari pundak Wonwoo, menatap balik, kebingungan.
“Iya? Cheol naksir Jihoon, tapi curhatnya selalu ke Hani. Ya otomatis Hani curhatnya ke gue,” saat Wonwoo beranjak, Joshua mengernyit. “Kenapa, Won?”
“Hmmmmm wait...”
Wonwoo merogoh kasur dan bawah bantal, mencari handphonenya, yang ternyata sudah jatuh ke lantai setelah ditaruh sembarangan ke nakas, terlalu terburu-buru untuk berpikir jernih. Buru-buru dia mengetik sesuatu, membiarkan Joshua memeluk tubuhnya dari belakang, dirudung keheranan.