138.
“Lama.”
Soonyoung nyengir. Dia menyelip duduk di samping Jihoon yang tengah menyantap steak untuk makan malam, tentunya dengan dua mangkuk nasi sebagai pengganti kentang. Diremasnya tangan Jihoon di atas meja sebagai gestur memohon ampun.
“Sori ya, macet tadi,” senyumnya manis. Wajah Jihoon, sayangnya, tetap sekeras karang. Dia mendelik tak suka ke arah tangannya di bawah tangan Soonyoung. Berlagak tolol, Soonyoung mengabaikan tatapan itu, tidak mengangkatnya sama sekali dari sana.
“Lo abis ketemu sama siapa?” dengan decakan, Jihoon menarik paksa tangannya dan kembali memotong daging steak. “Klien?” Bukan hal baru bagi Soonyoung untuk bekerja di hari libur.
“Bukan,” dia mencomot daging yang baru saja dipotong Jihoon, mengundang kernyit kesal muncul di raut wajah kekasihnya. “Sama orang yang kamu juga kenal.”
“Oh?” dipotongnya lagi daging.
Trak, trak.
“Sama Alpha-nya Wonu.”
Trrakk!
Garpu dan pisaunya meleset dari daging, beradu keras di piring keramik. Jihoon memandanginya seolah Kwon Soonyoung sudah gila. Menilik dari seringai yang lelaki itu berikan, mungkin memang begitulah faktanya.
“You fucking what...?”
“I met him, Hoonie. Alpha-nya Won. Kim Mingyu,” santai ia menjawab dengan dagu ditopang di sebelah kepalan tangan. Tatapnya superior, seolah ia berjalan satu langkah lebih jauh dari kekasihnya. Seolah ia bisa membaca ke mana Jihoon akan menaruh bidaknya berikutnya. “Aku ceritain ke dia. Semua. Soal kita, berbagi Wonu selama dia heat. Soal pertengkaran kita. Soal aku yang sendirian bantuin heat Won kemarin, karena kamu ngambeg nggak mau. Soal kamu yang cinta sama Won dan sama sekali nggak ada perasaan ke aku...”
Telisik mata Soonyoung seakan menelanjanginya bulat-bulat. Jihoon otomatis mengalihkan pandangan. Jakunnya bergerak saat ia meneguk ludah.
“Lihat sini, Jihoonie,” tak peduli, Soonyoung menggamit dagu Jihoon, memaksanya untuk menatap balik. “Aku bilang ke dia, ke Alpha itu, kalo Won punya trauma masa lalu,” Soonyoung meringis lebar, campuran senang serta kejam. “Dan kubilang ke dia kalo dia perlu nemuin Won sekarang juga kalo memang dia peduli sama Won.
Dan kamu tau, Hoon?”
Soonyoung mendekat hingga ia bisa berbisik ke bibir kekasihnya yang diam-diam bergetar akibat menahan kesal.
“Dia langsung pergi. Ke tempat Won.”
Tersenyum.
“Wonu nggak butuh kita lagi, Jihoon. Yang dia butuhin itu Kim Mingyu. Bukan aku.”
Amarah Jihoon mencapai ubun-ubun.
“Bukan juga kamu.“
“SHUT THE FUCK UP!”
Darah. Mengalir di pipinya. Jihoon baru saja menyabetkan pisau pemotong steak di tangannya ke pipi Soonyoung. Pisau bergerigi yang tajam.
Sang Beta hanya melirik ke bagian pipi yang kini dialiri darah. Ketika darahnya jatuh ke bibir, ia menjilatnya santai. Asin. Pelayan bersama manajer restoran pun mulai ricuh. Dari sudut matanya, Soonyoung bisa melihat mereka tengah bergegas mendekati meja. Kemudian, ia menatap Beta-nya yang menggamit pisau kuat-kuat. Aliran tangis membasahi pipinya.
Soonyoung mengulum senyum.
Cantik.