narrative writings of thesunmetmoon

14.

#wonshuaonesidedau

Seungcheol ada di dalam kamarnya. Pas Wonwoo sampai rumah (dan membawa kecap titipan ibu mereka), abangnya itu membuka pintu dan mengajak Wonwoo masuk. Wonwoo ragu-ragu karena ia tidak ingin mengganggu Seungcheol dengan siapapun yang ada di dalam kamarnya saat itu. Ia bahkan tidak mau mengetahui siapa. Mungkin Soyoung yang namanya sesekali keluar di pembicaraan antara Seungcheol dengan Joshua dulu, sebelum ia berangkat ke Amerika setahun lalu. Mungkin gadis lain. Entahlah.

Tapi, ah, Wonwoo masihlah bocah kelas 3 SMP yang lemah akan sorotan mata memelas abangnya. Seungcheol terlalu jago dalam memanfaatkan kelebihannya itu.

Akhirnya, menapak masuk lah ia.

Lelaki yang ia layangkan pandangan menatapnya balik. Tinggi dan kulitnya berpigmen sawo matang yang sehat. Setelah beberapa kerjapan mata, lelaki itu pun tersenyum ramah pada Wonwoo, yang dibalas anak itu dengan kernyitan di kening.

Siapa?

“Haiiii! Lo adeknya Bang Cheol ya??” Wonwoo menyadari kalau ada taring yang mencuat kentara ketika lelaki itu tersenyum lebar. Tangan yang diulurkan padanya besar.

Wonwoo menatap tangan itu sejenak.

...Masih besaran tangan Joshua.

Setengah hati, anak berkacamata itu menyambut uluran tersebut. Bagai anak anjing mendapat sambutan, lelaki itu kemudian menggoyangkan tangan Wonwoo ke atas dan ke bawah beberapa kali. Excited tanpa ditutup-tutupi.

“Kenalin, kenalin!” serunya. “Gue Mingyu!”

“Oh.”

Oh doang.

“Siapa nama lo???”

”...Abang nggak kasitau?”

“Gyu, gimana sih lo? Kan gue udah kasitau!” terkekeh, Seungcheol menendang sisi kaki lelaki itu. “Itu Wonu. Wonu. Inget baek-baek dong.”

Wonwoo menelengkan kepala. Buat apa temen baru abangnya itu inget namanya?

...

Apa mungkin....

”...Bang, ini...sahabat baru lo gantiin Joshua?” ditunjuknya lelaki itu.

“Oh?? Lo kenal Kak Shua?”

Wonwoo berkedip. Tidak menyangka lelaki asing itu mengetahui perihal Joshua.

“Kenal lah,” Seungcheol merespon dengan tersenyum simpul. “Nggak mungkin nggak kenal. Dia sering ke sini, maen sama gue.”

Wonwoo jadi terdiam. Kesibukan dan kurangnya komunikasi selama setahun belakangan membuatnya tidak sering mengingat sahabat abangnya itu, namun memori akan hari perpisahan mereka meluap mendadak di otaknya. Diam-diam, Wonwoo tersenyum.

“Hmph,” 😤

”...Apa lagi, Gyu?” Seungcheol menghela napas.

“Maen game doang kan? Nggak aneh-aneh?” 😠

“Aneh-aneh apa sih, Wonu juga kamarnya sebelah banget kamar gue??” ketawa.

....🤨❓

Lagi, Wonwoo menelengkan kepala.

“Wonu! Gue titip Bang Cheol ya!” mendadak saja lelaki itu menoleh ke arahnya. Wonwoo kaget, apalagi ketika ada tangan menepuk-nepuk bahunya. “Pokoknya kalo dia bandel, wa gue!”

“Bentar deh, kenapa mendadak ada aliansi gini dah??” protes Seungcheol. “Ngalahin emak gue aja lu!”

“Gue nggak percaya anak kuliah baru masuk kayak lo nggak bandel, Bang. Anggep aja ini tindakan preventif gue, soalnya gue nggak bisa ngawasin lo kayak pas kita masih sekolah dulu!” 😠

“Ya nggak usah diawasin??” 🙄 “Lo nggak percaya sama gue??”

“Lo laki, Bang. Punya titit. Gue tau seberapa fragile titit laki itu. Apalagi cewek di kampus pasti cakep-cakep!” 😠

“Emm, kayaknya kalo liat siapa yang gue pacarin sekarang, cewek is the least of your concern deh, Gyu...” 🙄

“Nggak usah pake gombalan manis lo ke gue, nggak mempan!” 😠 “Wonu! Pokoknya titip Bang Cheol ya! Awasin dia demi gue!”

Wonwoo makin bingung lah.

“Janji???” 😠

“Eh? Eh?” 🤨❓❓❓

“JANJI YA???” 😠😠

“Eh? Uh...o-oke...?” 🤨💦❓❓❓

Seungcheol cuma bisa menghela napas sambil mengusap wajahnya akan perkembangan tidak terduga ini.