156.
“Ah...jadi, kita bakal adain konsep yang lain sekarang. Kita mau kalian satu-satu foto sama model ini,” pengarah gaya merujuk pada Seungcheol yang mulai tidak terlalu tegang setelah sesi foto sebelumnya. Lelaki itu khusyuk mendengarkan. “Terus setelah itu foto kalian ber-empat dan selesai. Oke?”
Mereka semua mengangguk.
Wonwoo mendapat giliran terakhir karena ia harus berganti baju dulu. Pertama, Jihoon berfoto dengan Seungcheol. Jihoon duduk di sebuah kursi dengan kaki kanan menumpang kaki kiri. Seungcheol berdiri di belakangnya dengan punggung menghadap kamera. Satu tangannya di belakang punggung dan Jihoon meraihnya, menautkan tangan mereka.
Hmm, konsep close contact rupanya. Tubuh sebagai objek. Nggak jelek. Dengan backrop minimalis dan permainan warna pakaian, kesan yang ditimbulkan lebih kuat dan dalam.
Kedua, Minghao. Lelaki itu difoto close up. Idenya adalah kedua tangan Seungcheol menutup mata Minghao yang terpejam, sementara tangan Minghao seolah mencoba melepaskannya dari sana. Bibir Minghao yang merah oleh lipstik terbuka. Ujung jari manis Seungcheol menyentuh sedikit bibir bagian bawah.
........Wonwoo mulai resah padahal ia masih didandani.
Joshua. Joshua lebih vulgar dari yang lain. Kali ini Seungcheol yang duduk di kursi, dengan Joshua di pangkuannya. Wajahnya tertutup oleh lengan Joshua yang sengaja memeluk bagian kepala, terutama matanya. Mulut Seungcheol terlalu dekat dengan sisi leher lelaki itu yang terbuka kerahnya. Joshua tersenyum manis. Inosen.
Rasanya Wonwoo ingin mencakar mereka semua dan merampas Seungcheol, membawanya kabur jauh-jauh.
“Wonwoo, udah?” gilirannya pun tiba. Seluruh iri dengki mendadak sirna, tergantikan degup jantung yang mulai cepat dan tegukan ludah. Seungcheol menatapnya dengan lembut. Rasanya kaki Wonwoo mendadak menjadi jeli.
“Hmm, oke, Wonwoo. Kamu duduk di sini. Seungcheol duduk di sini,” dua kursi dijejer bersandingan, Seungcheol di kanan dan Wonwoo di kiri. Mereka pun langsung bergerak. “Oke. Good. Nah, taroh kepala kamu ke bahu Seungcheol.”
...hah.
Jantungnya makin menderu. Ia melirik Seungcheol, sedikit panik. Lelaki itu menangkap kepanikan dan menyuarakan pertimbangannya. “Emm, maaf, nanti muka saya....keliatan dong?” sahut Seungcheol.
“Oh. Nggak kok. Kamu nunduk begini,” sang penata gaya menundukkan kepala Seungcheol sedikit. “Terus poni kamu saya turunin....nah beres. Ayo, Won, cepet taroh kepala kamu. Di sini.” Ditepuk-tepuknya pundak Seungcheol.
Ragu-ragu, Wonwoo menaruh kepalanya. Rasanya...aneh. Bukan, lebih tepatnya...hangat?
Nyaman.
Ya. Ya, itu dia kata yang benar. Tanpa sadar, Wonwoo memejamkan mata dan menghela napas.
“Wonwoo, jangan ditutup matanya. Ayo, liat sini.”
Perlahan, kelopak mata itu membuka.
Ceklik!
Setelah beberapa kali foto, penata gaya pun merubah settingan mereka. Wonwoo dan Seungcheol lihat-lihatan. Bingung. Sebab, ketiga member lain hanya satu kali foto dan selesai.
“Mmm....maaf, bukannya udah kelar?” tanya Seungcheol.
“Oh, ada rikues buat foto kalian berdua satu kali lagi. Ayo sini. Berdiri di sini,” penata gaya mendekatkan Seungcheol dan Wonwoo. Terlalu dekat.
Dari jauh, suara kikikan terdengar. Wonwoo kenal suara itu.
Joshua.
Jadi ini maksud dia.
“Terus, pelok Seungcheol.”
Sirkuit otak Wonwoo langsung ngadat.
“Kalian senyum ya. Senyum yang paliinggg bahagia, kayak lagi pelokan sama pacar yaaa,” kameramen menyela. “Siap? Satu—”
—ADHDLDHDLDDJLSKD JOSHUAAAA SIALAAANNNN!!
“Won...,” ia tersadar saat Seungcheol diam-diam berbisik padanya. “...anggep aja kita pacaran beneran saat ini.”
.......................
......Ya Tuhan.
”—dua—”
Ceklik!