16.
“Adududuh....”
Seokmin dan Seungkwan makin cemas. “Bang, asli, lo beneran nggak pa-pa nih? Gue panggilin ambulans aja gimana? Ato gue seret Vernon buat bawa lo ke IGD??” diangkatnya sedikit kaus Soonyoung untuk melihat seberapa parah tendangan Jeon Wonwoo di perutnya. Memerah, pasti. Sebentar lagi bakal membiru.
“Eng-enggak-”
“Dah diem, Bang, gue gendong ya,” Seokmin merunduk. Ia mengambil bagian bawah lutut Soonyoung, berusaha menggendongnya seperti pengantin. Bahkan dalam kesakitan, Soonyoung meringis geli, sulit menahan tawa akan konyolnya semua ini.
“Anjing, abis ini gue bakal dicengin sekampus...damsel in distress...,” kekehnya.
“Udah diem, Bang,” Seungkwan memotong. “Nyawa lo lebih penting.”
Padahal Soonyoung yakin dia tidak apa-apa, hanya memar sedikit, tapi tak ayal ia tersenyum. Bersyukur memiliki teman-teman yang baik.
==
Saat mendengar ribut-ribut pelayan, Joshua turun dari lantai atas dimana kamar tamu berada. Ia mengintip ragu-ragu sejenak, sebelum turun terburu-buru. Soonyoung rebahan di sofa empuk ruang keluarga sambil dikerubungi pelayan dan dua orang yang ia tak kenal. Mereka semua berusaha membuat anak itu lebih nyaman.
Tidak perlu waktu lama untuk Soonyoung mengusir semua pelayan dengan sopan, mengembalikan mereka ke kamar istirahat mereka. Jujur, Soonyoung tidak suka hidup dilayani semua orang seperti ini, namun ayahnya bersikeras menjadikannya syarat apabila ia ingin tinggal seorang diri, terlepas dari rumah utama. Ia ditinggal dengan Seokmin, Seungkwan dan Joshua.
“Kenapa lu?” Joshua mengusap keringat dari kening Soonyoung.
“Dia kena tendang di perut,” Seokmin menjawab sebelum Soonyoung mampu. “Udah ke IGD tadi dan udah di USG abdomen. Organnya baik-baik aja. Kata dokter nggak apa, nggak sampai pendarahan dalam. Memar sedikit. Dia dikasih paracetamol. Terus disuruh kompres terus pake air es di perutnya.”
Joshua mengangguk-angguk sepanjang penjelasan. Ia mencubit perlahan pipi Soonyoung, membuat anak itu meringis senang.
“Hei, Hosh. Sakit?” tanya Joshua.
Soonyoung menggeleng. Kebohongan yang nyata. Joshua hanya tersenyum manis dan menyingkirkan anak rambut dari sisi wajah Soonyoung dengan lembut. Hal ini tidak luput dari pengamatan Seokmin dan Seungkwan.
“Mm...Kakak...pacar Bang Soonyoung?” dengan hati-hati, Seungkwan bertanya.
Joshua tertawa spontan mendengarnya. Ia malah menanyakan balik pada Soonyoung. “Gimana? Gue pacar lu sekarang apa gimana?” selorohnya.
Soonyoung cuma tertawa, yang membuatnya merintih kesakitan kemudian.
“Hai, gue Joshua,” ia mengangguk pada Seokmin dan Seungkwan. “Sayangnya, gue bukan pacar dia. Gue temen dari kecilnya. Baby sitternya, mungkin?”
“O-oh...,” Seungkwan langsung menunduk malu-malu. “Saya Seungkwan, Kak.”
“Seokmin.”
“Kita adek tingkatnya Bang Nyong.”
“Ga usah pake kakak kakak, panggil nama ajalah,” ucapnya. “Terus, nih bocah kenapa ya, kok pulang-pulang malah begini? Kenapa dia ditendang?”
“Jadi gini, Kak...”
“Eh, lo pada mau minum apa nih? Mumpung dia lagi kayak gini, biar gue yang pura-pura jadi yang punya rumah.”
“Eh...”
“Apa aja boleh, Kak.”
“Oke bentar ya,” kayaknya ada teh gandum dingin di kulkas Soonyoung. “Sekalian gue buatin kompres juga buat si Hoshi. Nanti gue balik, ceritain semua ke gue ya.”
Sepeninggal Joshua, Seokmin sama Seungkwan lihat-lihatan.
“Hosh?”
Soonyoung berdeham. “Ceritanya panjang,” gumamnya.