178.
Ibu jari seseorang mendadak mengusap lelehan tangis dari sudut matanya. Kaget akan keberadaan orang lain yang telat disadarinya, perlahan, dengan lemah, Joshua pun menoleh.
....
Ingin ia panggil namanya, namun tenggorokannya kering. Tak ada suara yang keluar.
Ingin ia memohon pengampunan. Ingin ia bertanya bagaimana, kenapa, segala hal yang berputar tanpa henti dalam benaknya. Bisikan-bisikan. Pemikirannya yang terlalu bising hingga ia perlu memaksa otaknya untuk diam.
Diam
Diam!
Lalu senyap.
Tapi,
tak ada kata terbentuk.
Tak ada apapun.
Selain tangis dan tangis, mengalir deras, membawa isi hatinya bersamanya. Semua, yang ia pendam jauh di dalam. Segala cinta yang ia punya pada Seungcheol. Segala rasa bersalah yang ia sembunyikan dari Mingyu. Segala kemarahan yang ia ingin lontarkan pada Jun.
Dan untaian kata maaf, kasih sayang, memelas mengiba agar orangtuanya mau menerimanya kembali. Bahwa ia adalah anak lelaki tunggal mereka terlebih dahulu, sebelum penyuka sesama jenis.
Maka Joshua menangis sejadinya. Bagai hujan yang turun deras, membasuh seluruh permukaan bumi.
Di antara dingin yang ia rasakan, hanya satu kehangatan yang ingin ia genggam, meski ia tahu,
ia tahu,
ia telah kehilangan kesempatan itu.
Telah kehilangan tangan-tangan hangat yang mengusap pipi dan matanya yang basah dari air mata itu.