narrative writings of thesunmetmoon

198.

#minwonabo

“Aku udah bunuh dia, Won. Kalo aku nggak terlalu tolol, terlalu buta, kalo aku bisa nangkep mereka pacaran...Joshua nggak perlu meninggal...dia nggak perlu meninggal...,” kerongkongannya terasa kering. “Dan Seokmin nggak tau sampai sekarang kalo aku yang bunuh Omega-nya...”

Tetes asin air mata jatuh bercucuran dari ujung hidungnya tanpa henti. Ia membungkuk sedalam-dalamnya, kecil dan rapuh dalam pelukan Wonwoo. Pikirannya yang buruk mengejeknya, merendahkannya sampai tak ada lagi martabat Alpha yang pantas ia sandang.

Alpha macam apa? Ketika yang bisa kau lakukan hanya membunuh Omega-mu dan merusak sahabatmu...

“Mingyu...”

Wonwoo mengelus kepala yang bersandar padanya. Pipinya tenggelam dalam helai rambut. Aroma cokelat Alpha-nya semakin pahit oleh penyesalan yang menggenang di antara mereka.

Seharusnya, sewajarnya, Wonwoo marah. Tapi ia tidak bisa. Karena, dibandingkan amarah, ia lebih merasa iba pada mereka bertiga. Pada hubungan yang pecah berantakan hanya karena tidak ingin saling menyakiti satu sama lain. Dan pada akhirnya, semua orang tersakiti.

Malangnya Joshua. Malangnya Seokmin.

Dan malangnya Mingyu.

“Iya, Mingyu emang bego,” ia menghela napas. “Saya nggak akan bela Mingyu karena Mingyu salah. Salah besar. Dan Mingyu harus hidup dengan kesalahan itu.”

Tidak ada reaksi dari sang Alpha. Ia memutuskan untuk melepas pelukannya, menjauh sejenak.

“Ini.”

Wonwoo memberikan selembar amplop padanya. Amplop putih gading tanpa apapun tertera di atasnya.

“Dari Seokmin.”

Mata Mingyu membulat.