narrative writings of thesunmetmoon

23.

#wwnatsume

Oleh harum bebungaan, Jeon Wonwoo terbangun. Dengan erangan, diusapnya kedua mata. Rasanya seluruh tubuh lemas dan berat. Ia tidak tahu hari dan tanggal berapa sekarang, sense of time-nya telah kacau.

Berapa hari ia tak sadarkan diri? Entah.

Di mana dirinya?

Atas pertanyaan itu, Wonwoo memutar kepala. Semua terlihat kabur. “Ah,” kacamata. Kacamatanya tidak ada. Ia meraba-raba sekitar dan menemukan kacamata itu. Segera, ia memakainya. Saat ia memakainya, muncul dengan jelas sesosok makhluk menyerupai manusia, andaikan tidak ada sekelebat ekor lembut dan sepasang kuping lancip.

“Sudah bangun, Pengantinku?”

Barulah ia ingat kalau rubah itu telah mengambilnya ketika ia sedang berjalan menuju sekolah melalui jalan setapak di bukit. Wonwoo mengernyit. Ia menggertakkan gigi kuat-kuat. Matanya sigap melirik kesana kemari, mencari celah untuk bisa kabur dari rubah tersebut.

“Ini lembah tempat tinggalku,” ucapan si rubah memotong pemikiran Wonwoo. Sepanjang mata memandang, terhampar padang bunga. Bunga dan bunga. Tak ada gunung, tak ada danau, tak ada pohon dan semak dan ilalang. Tak ada tempat untuk bersembunyi. “Di sini beda dengan di sana. Di sini ketutup. Udah aku tutup.”

Rubah itu mengalihkan arah pandang ke gelang buatan Jeonghan di pergelangan tangan Wonwoo.

”...Temen kamu nggak akan bisa ke sini.”

“Kenapa?” tukas Wonwoo. Hampir putus asa. “Kenapa kamu ambil saya? Saya nggak ada salah apapun sama kaum kamu. Saya bahkan nggak pernah ketemu rubah lain selain kamu. Saya nggak ngapa-ngapain. Pulangin saya!”

Rubah itu menggeleng sedih ☹️ “Kamu pengantinku,” ujarnya. “Aku harus kawinin kamu di pernikahan rubah berikutnya.”

“Saya bukan pengantin kamu! Saya manusia biasa! Saya...saya laki-laki! Saya nggak bisa ngelahirin anak rubah juga! Saya mau pulang!”

Meringis lebar, sang rubah.

“Tenang aja, Jeon Wonwoo,” bulu kuduk Wonwoo berdiri saat makhluk itu menyebut nama aslinya lagi. “Itu semua bukan masalah. Kamu satu-satunya pengantinku. Semua sesuai kondisi.”

“Balikin nama saya!”

Mendadak, si rubah mengambil kedua tangannya untuk ditangkup lalu dikecup. Kecupan sekilas. Wonwoo kaget, lalu spontan menarik tangannya dari bibir si rubah, meski bibir itu hangat dan lembut.

“Cuma kamu pengantinku...”

Sang rubah tersenyum manis, membuat Wonwoo diam-diam meneguk ludah, ketakutan.