230.
Joshua memandang langit malam. Tangan masih di tuts, meski lagu telah usai. Ia berusaha menetralkan emosi yang membuncah dalam dada. Tidak. Anak itu tidak menangis. Hanya dada naik turun, mengambil napas dalam-dalam.
Senyap.
Dunianya hanya berisikan dirinya dan kerlip bintang di atas sana.
Dan Seungcheol.
Bayangan wajah Seungcheol yang tertawa bersamanya, yang menatapnya lembut. Yang menangkup wajahnya dan berbisik di bibirnya. Pernah. Pernah ada masanya, dimana ia yakin Seungcheol juga mencintainya.
Cheol, Cheol...
Uluran lengan.
Cheol....kenapa........
“Joshua...”
Hangat. Dada di punggungnya. Lengan di sekeliling lehernya. Tangan yang menutup kedua matanya hingga hanya gelap yang ia lihat dan suara Jeonghan pada telinganya.
“Turun yuk?”
Entah bagaimana, Jeonghan sudah menarik lengannya menuruni panggung. Ia tidak menyadari bagaimana ibu Jeonghan tersenyum padanya, tulus dan lembut. Wanita itu bertepuk tangan, yang kemudian diiringi tepukan dari yang lain.
“Hmm,” diteguknya sampanye dingin. “Nice to meet you, Joshua.“
__
Di bawah lentera, mereka berjalan. Lengan Joshua masih digamitnya. Saat mereka mencapai sudut halaman yang lebih sepi, gamitan itu berubah menjadi genggaman tangan.
Kemudian, genggaman itu terlepas.
Yoon Jeonghan berdiri diam, memerhatikan bagaimana anak itu, yang ia kira menangis ketika menyanyikan segala luapan perasaan dari dalam hatinya, berjalan menjauh. Ia menatap punggungnya. Rambutnya.
Dan,
ketika Joshua menoleh, kembali menatap langit malam,
di antara kerlip lentera benderang,
napas Jeonghan tersentak.
“Maaf, Mas, pestanya jadi kacau...”
Didekatinya sosok itu dari belakang.
“Tapi, makasih ya, Mas. Rasanya jadi lega...,” Joshua menghela napas. “Di sini. Selama ini.” Ia menyentuh dadanya sendiri.
“Sakit.”
Sakit sekali.
“Tapi sekarang...sekarang rasanya cuma hampa. Kosong. Nggak tau ilang kemana. Mungkin emang Cheol udah bunuh hati aku, Mas, satu bagian.”
Lalu, ia terkekeh pelan.
“Emang aku ini bodoh banget ya...”
“Joshua.”
Jeonghan berdiri di depannya. Mereka berhadapan. Jam menunjukkan pukul 11:55. Agak jauh dari mereka, orang-orang mulai bersiap untuk menyambut tahun baru. Kembang api pun berentet diluncurkan. Terompet mulai terdengar bersahut-sahutan.
Jemari Jeonghan mengangkat dagunya.
Tatapannya amat, sangat lembut, sebelum turun ke bibir Joshua dan tatap itu pun menggelap.
“Joshua...”
Bisikan.
Kepala Jeonghan perlahan maju, menutup jeda di antara mereka...